Ali Gardy, Jefri Bagus, dan Kritik Sosial dalam Karyanya

Oleh:  Nafisah Misgiarti

Kritik sosial memang tidak pernah terlepas dari
kehidupan bermasyarakat. Ia menjadi salah satu cara paling halus untuk menegur
ketidakseimbangan di peradaban, tentunya bukan dengan berdiam diri saja. Ada
banyak sekali cara yang bisa dilakukan agar protes dan kritik itu tersampaikan,
salah satunya melalui karya. Inilah yang dilakukan dua musisi Situbondo, Ali
Gardy dan Jefri Bagus. Keduanya punya nyawanya sendiri dalam menyulam karya.
Meski sedikit berbeda, ada satu tujuan yang serupa, yakni menyampaikan kritik
dan protes mengenai apa yang bagi mereka tak sesuai di peradaban.

Kenaikan harga BBM di tahun ini tentu menjadi
momen yang pas untuk menyajikan karya berupa kritik dalam sebuah pementasan.
Ali Gardy menyajikan kritiknya dan berhasil mengemasnya dengan apik ketika
tampil di Kampung Blekok, Festival Kampung Langai 7, dan ketika bertandang ke
kota tetangga, Bondowoso. Ia membawakan beberapa karya menarik di setiap
pentasnya.

Tentu tidak hanya berisi kritik kepada penguasa
soal kebijakan-kebijakan yang dibuat, tetapi salah satu lagu yang dibawakannya
juga berupa dedikasi untuk para difabel. Karyakarya ini memperoleh apresiasi
luar biasa dari masyarakat yang turut menyaksikan dan menikmatinya.

Sedikit berbeda dengan kritik yang dibawakan Ali
Gardy, Jefri Bagus memandang kehidupan pemuda di era ini sebagai hal yang juga
sangat penting untuk dikritisi. Gaya hidup ‘Hedon’ pemuda masa kini
mengilhaminya untuk menciptakan karya baru, album keempatnya yang berjudul
sama, ‘Hedon’. Terdapat 7 lagu dalam album ini yang juga mengantarkannya pada
Tour Hedon ke beberapa kota di Jawa Timur pada Agustus lalu.

Album Hedon berisi pandangannya terhadap
kehidupan di era yang serba mudah ketika banyak orang berlomba-lomba memenuhi
gaya hidup daripada sekadar kebutuhan sandang pangan dan papan. Beberapa lagu
dalam karyanya menjadi sebuah sindiran bukan hanya untuk sosial, tetapi juga
untuk dirinya sendiri. 

Karya-karya dua kritikus yang berkedok musisi
tersebut dapat dinikmati di berbagai platform digital. Semakin banyak musisi
yang menghidupi belantara musik dengan kritik, meskipun entah perubahan apa
yang akan terjadi setelah kritik-kritik tersebut digaungkan. Pada akhirnya
manusia memilih untuk kembali pada apa pun yang mampu membuatnya tetap hidup–uang. Ya, karena sandang, pangan, dan papan tidak dapat muncul begitu saja
seperti keajaiban.

 

*) Nafisah
Misgiarti. Lahir tepat pada perayaan hari Sumpah Pemuda tahun 1999. Gadis yang
suka warna abu abu itu punya keinginan besar agar tulisan dan suaranya sampai
diterima banyak orang. Dia tak pernah berlari, apalagi menghilang. Kalau kau
merasa gadis itu sulit dicari, ia sedang asik menghidupi kesunyiannya sendiri.

 

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Ali Gardy, Jefri Bagus, dan Kritik Sosial dalam Karyanya”

  1. 🎹🤟🏻

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fani Haryadi Puisi

Puisi : Pesona Keheningan Karya Fani Haryadi

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Perempuan dalam Pusaran Konflik Agraria di Indonesia

Cerpen Moh. Jamalul Muttaqin

Cerpen: Takdir

populi Puisi rejeng

Puisi: Sekeping Sunyi

Mahfud RD Puisi

Maret yang Bimbang dan Puisi Lainnya Karya Mahfud RD

Apacapa Moh. Rofqil Bazikh

Yang Fana Adalah Nilai, Belajar Abadi

Cerpen Moh. Rofqil Bazikh

Cerpen: Matinya Penyair Bukad

Imam Suwandi Puisi

Puisi – Subuh yang Terjarah

Madura Puisi Madura Sastra Situbondo

Puisi Madura: Namen Loka

Apacapa Fendy Sa’is Nayogi

Pertanian 4.0: Mari Bertanam di Internet!

Ana Khasanah Buku Ulas

Ulas Buku: Mengabdi Adalah Seni Menjelajahi Diri

Agus Hiplunudin Apacapa Esai

Suku Jawa Menjadi Kunci Kemenangan Politik pada Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019

carpan Helmy Khan Totor

Carpan: Sapo’ Mardha

Cerpen Yulputra Noprizal

Cerpen : Ini Kawanku, Namanya Zar Karya Yulputra Noprizal

Ernawati Film/Series Ulas

Resensi Film: My Idiot Brother

Alif Febriyantoro Cerpen

Cerpen: Fragmen Ingatan

Ahmad Zaidi Cerpen

Randu Agung

Arum Reda Prahesti Cerpen

Cerpen : Nyata dan Maya

Fendy Sa’is Nayogi

Memahami Pepatah Madura: Gherrâ Ta’ Bisa Èangghuy Pèkolan, Lemmes Ta’ Bisa Èangghuy Panalèan

Review Film Yopie EA

FLOW: Sebuah Mahakarya dari Sutradara Asal Latvia