Puisi: Diorama Talang Siring


*Puisi Lelaki
Sungai
Kembali Kepadamu
-:
Si Kumis Merah
Di kapal ini
aku mengasah pena dan ketajaman indra
Dengan puisi tertancap
matahari, gunung, karang,ikan dan mutiara.
Di kapal ini
aku merangkai kesabaran dada
Sebab nurani
membuncah amarah menggelora.
Di kapal ini
aku menelaah kesederhanaan rasa
Pada setiap jengkal
waktu tak henti meroda.
Dan di kapal
ini aku mengerti manisnya persahabatan
Dari senyum perjalanan.
Dan di kapal
ini aku memahami keindahan
Bukan hanya
di tubuh pemandangan.
Dan di kapal
ini pula aku belajar menjahit diksi
Meski tak
kunjung jadi puisi.
Annuqayah, 2018.
Seperti Roda
pada malam
yang santun merawat waktu.
perjalanan
anak manusia adalah derita
lalu apa yang
lebih ada ketimbang luka.
            Jalanjalan
terjal
            batu karang mengangkang
            melahirkan gelisah yang entah
            tak terkira amat resah.
masihkah kita
harus berpikir untuk menentukan pilihan
jika memilih
dan tidak sama sekali
tetap datang bencana
di dada: luka.
Annuqayah,
2018
Kembara Sahara
I
kini
keyakinanku begitu karang
meski harus
merugikan orang-orang
juga diriku
seorang.
Sebab pena
telah menjadi sarang
tempatku
berpulang
II
Sungguh!
kata dan
suara adalah saudara
yang musti
kita pilih di antaranya.
Annuqayah, 2018
Narasi Di Pagi Hari
:
Ayah
matahari
cemburu karena tak mampu membumikan semangat-nya.
sementara lelaki
itu terus melangkah, meniti dengan pasrah harihari yang gerah, dia membawa
cangkul ke-sawah mencabik-cabik tanah agar arwah tanaman tak marah.
tak ada
pagi,siang,sore hingga malam-pun tak letih mengunyah kerja senantiasa menebar
senyum pada hijau tembakau.
kehidupan
membanting tulang adalah sesuatu paling akrab dituju.
kebanyakan
orang menganggapnya gila karena sering berbicara sendiri di sawah
sawah.
padahal
merekalah yang tak pernah mengerti atas sorganya tembakau.
meski otaknya
agak kerontang
lelaki itu
lebih mengerti
bahwa sawah
tak pernah lelah
menuliskan
kesah pada arsip sejarah.
Annuqayah,
2018
Diorama Talang Siring
angin menderu
membawa desir syair tanpa tahu dimana hilir
semerbak
lantunan irama saronen mengisi ruang hampa di ujung kalbu paling lugu
dimana para
nelayan menumpahkan kesah iba
tentang laut
yang ditinggal nenek moyangnya.
ombak
berkejaran memburu pantai
menerobos
karang, melintasi pagan-pagan di atas lokan,
ikan-ikan
menangis meski tak mengenal ritmis
menghayati
peradaban
dalam tubuh
lautan yang kian kandas biru lautnya.
wahai…
lautmu
temaram di bawah rembulan.
tapi sayang
tak lagi perawan di bawah surya kehidupan.
Pamekasan,
2018
Debar Mengabar
cukuplah
mendung mengabari engkau
bahwa laut
tak akan menerima hujan
di saat matahari
mencangkul ulu hati
dan rembulan
enggan disapa di wajahku.
sepertinya
sekujur malam di tubuhku akan abadi
karena
pecahan kegelapan berbiak
menusuk rasa
dalam rongga
rahasia bernama dada.
tak usalah engkau
berpikir
di mana muda bergejolak
kukuburkan
sebab semua
akan membutakan engkau.
Annuqayah,
2018.
Manusia Tembakau
telah sekian
lama mata cangkul mengawasinya.
hingga
pecandu memanggilnya asap perindu.
Annuqayah,
2018
Kota Malam
mercon di
tangan
bola di kaki
terbang
melayang
hilang dari
barisan peradaban.
senyum para orang
tua terbuang
melihat
anakanak terpaku pada layar kaca
hingga lupa
melirik-kan mata
pada yang
terbata mengeja makna.
sedan di kotakota
orangorang berlintasan
mengejar
antena waktu
pada setiap
gejala.
dan selalu
bangga bila anaknya menjadi pemenang dalam dunia maya.
bila kita
lihat kembali di trotoar
trotoar
muda mudi
memainkan lidah dalam lintah
tanpa
sedikitpun malu kemaluan dicabuli binatang malam
di jalanjalan.
Sumenep, 2018
BIODATA PENULIS
*Lelaki Sungai adalah nama tulis dari
Moh. Hariyanto penulis asal Jember. Nyantri di PP. Annuqaya Lubangsa blok
C/06 Sekarang sedang
bergiat di Sanggar Andalas dan Komunitas Penulis Kreatif (KPK)

Gambar : pixabay

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Maryatul Kuptiah Musik Ulas

Manifestasi Ilahi dalam Lirik Lagu Tujh Me Rab Dikhta Hai

Apacapa Kakanan Kuliner Situbondo Moh. Imron

Nasi Kolhu Balung

Penerbit

Buku: Rumah dalam Mata

Ika Wulandari Ngaleleng

Panduman, Membuatku Jatuh Cinta Pedalaman

apokpak Cerpen N. Fata

Cerpen : Nanti Kutukar Cincin Pemberian Ibumu itu

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Berkaca pada Cerpen Para Juara

Nuriman N. Bayan Puisi

Puisi – Januari yang Yatim Februari yang Piatu

Apacapa mashudi

Gerbang Faqih fid Din

Puisi Ratna Kuatiningsari

Puisi: Doa-Doa Semak Belukar

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Dimensi Mimpi

Buku H.O.S. Tjokroaminoto Indra Nasution Ulas

Ulas Buku – Islam dan Sosialisme karya H.O.S. Tjokroaminoto

Apacapa Puisi Zen Kr

Puisi : Sungai dan Puisi Lainnya Karya Zen KR. Halil

Apacapa covid 19 Marlutfi Yoandinas

Di Tengah Pandemi Kita Bisa Apa?

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Rekacipta Upacara Hodo: Belajar Dari Lenong

Anwarfi Puisi Saiful Bahri

Puisi-puisi Saiful Bahri: Tubuh Ramadan

alif diska Mored Moret

Puisi Mored: Sepotong Puisi untuk Bunda dan Puisi Lainnya

Puisi Servasius Hayon

Puisi: Minggu Pagi di Ruang Depan

Giffari Arief Puisi

Puisi : Sabuk Asteroid

Baiq Cynthia Cerpen

Cerpen – Ketika Tertidur Wajahmu Terlihat Menawan

Apacapa Buku Junaedi Ulas

Reformasi Birokrasi Perwujudan Birokrasi yang Berbudaya