Puisi : Aku Mengecup Hujan Karya Toni Kahar

PUISI-PUISI TONI KAHAR
AKU
MENGECUP HUJAN
Tentang
Malam
Malam sudah
pekat di mataku
Rasanya pahit
Aku tak bisa
merebahkan di suntuknya
Keheningan
berubah mimpi
Yang tak
bertujuan
Aku pasrah pada
hujan saja
Yang masih
bersembunyi di langit pulau
Di mana ibuku
selalu menangis pada tuhan
Malam, di mataku
suatu waktu
Yang belum
terang
Pekatnya seakan
selamanya

Tentang
Rumput yang Terlelap
Aku ingin
seperti rumput
Yang terlelap
ketika hujan menyapa bumi malam ini
Bukankah dia
yang mendengar semerbak tanah lebih dulu
Rumput akan
merajut mimpi
Dan akan selalu
bermimpi
Sebab hidupnya
sinngkat
Sesingkat musim
penghujan
Rumput tak akan
hidup  di musim kemarau
Hidupnya
berujung pada injakan kaki seseorang
Tapi di  antara banyak rumput
Aku ingin
seperti rumput yang akarnya abadi
Setiap musim
penghujan dia akan menunaikan kerinduan
Di antara rintik
hujan
Tentang
Alam
Alam sedang
damai malam ini
Berselimut
daun-daun yang gugur  dijatuhi hujan
Ada berapa sajak
tentang hujan
Yang diungkap
pujangga
Tapi tak  seindah sajak 
alam dengan tumbuhnya
Anak pohon esok
hari
Aku membayangkan
hujan adalah ungkapan kasih pada tanah
Rintiknya adalah
ujung dari cinta
Yang akan lahir
celoteh dan bebau
Bunga-bungaan
esok hari 
Tentang Sebuah Kecupan
Segala kasih telah
Tuhan berikan malam ini
Di halaman sebuah
cafe pinggir pondokku
Aku mengecup hujan
Seperti rintiknya
yang mengasihi pepohonan
Tiba-tiba merasuk
segala cinta
Hingga aku ingin
mendendangkan syair
Seperti Qais kepadaLaila
Aku mengecup hujan
Karena dia turun
di waktu malam
Sebab hangatnya rindu
yang merebah di dasar dada
Tak sempurna tanpa
bebunyi hujan di tanah
Segala resah benar-benar
lenyap
Ikut aliran air
ke muara
Hujan semakin lebat
Aliran semakin deras
Aku semakin mengecup
hujan
Hujan berhenti ketika
cafe menarik dirinya pada malam
Mengantuk di antara
hujan yang belum ingin berpisah denganku
Rembang,
2018
Tentang Penulis
Toni Kahar, kelahiran Sumenep, Hobi
menulis Puisi dan Cerpen. Puisinya beberapa kali ikut serta dalam Antologi
bersama. Cerpennya pernah dimuat di Media Online, mendapat nominasi Lomba Cipta
Cerpen PM4 Pesantren Menulis al-Najah Purwokerto 2018. Buku kumpulan cerpennya
akan terbit berjudul Ketapel dan Burung-Burung Di Pohon Asam 2019. Saat
ini bergiat di tiga Komunitas Sastra, ATAP, SAKA, dan Biru Laut.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Nur Husna

Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Polanco S. Achri Prosa Mini

Di Salah Satu Kamar Mayat dan Prosa Mini Lainnya Karya Polanco S. Achri

Mored Moret Taradita Yandira Laksmi

Cerpen Mored: Benang Merah Pengekang

Apacapa Wisata Situbondo

Taman Nasional Baluran

Opini

Banjir Sumatra 2025: Ketika Alam Mengamuk, Manusia Lebih Dulu Merusak

Mored Nurmumtaz Sekar Ramadhan

Cerpen Mored: Secangkir Kopi

Apacapa

Kumpul Komunitas: Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka

Apacapa

Iduladha sebagai Perayaan Berbagi dan Menyelamatkan Sesama

Apacapa Silvani Damanik

Merayakan Kebhinekaan: Indonesia dalam Perspektif Kaum Muda

Apacapa Imam Sofyan

Rajekwesi Suatu Magrib

Prosa Mini Zainul Anshori

Kepergian Seorang Ibu

Apacapa apokpak N. Fata

Cahaya Literasi dari Ujung Langit Baluran

Puisi Yuris Julian

Puisi: Pakaian Dari Bayang-Bayang Maut

Madura Syi’ir Totor

Si’ir Sang Nabbhi

Cerpen Haryo Pamungkas

Kota yang Bernama Kata

Apacapa

Nonton Film di Bioskop Lama Situbondo

Advertorial Apacapa Moh. Imron

Ji Yoyok Peduli Disabilitas

Apacapa N. Fata

Bânni Monteng Sakèlan

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Rumah, Sumber Penderitaan Bagi Perempuan?

Ahmad Zainul Khofi Apacapa

Memaknai Situbondo “Naik Kelas”