Apacapa: Ngobrolin Gus Dur: “Gus Dur, Sastra dan Wanita”


T
epat 30 Desember 2020 kemaren, telah genap 11 tahun, seorang
Kyai, guru bangsa dan salah salah satu mantan Presiden RI berpulang. Meski
jasadnya pergi
,
namun tidak
dengan idealismenya, juga slogan leluconnya ”
Gitu aja kok repot ”. Siapapun yang menjadi murid, terinspirasi atau sekadar
mengenalnya ikut mengenangnya.
Begitu pula
beberapa komunitas di
Situbondo, yaitu Takanta.id, Dinihari Studio,
Gerakan Situbondo Membaca dan Cakanca
.id
yang mengenangnya dengan acara bincang-bincang ringan
dengan tema ” gusdur, sastra dan wanita ”.


Sebelas tahun
bukan waktu yang sebentar. Adalah hal yang wajar bila menyedihkan kepergiannya.
Namun
, terlepas dari itu
ada hal yang harus direnungkan kembali, adakah sosok yang bisa serupa dengannya?
Atau setidaknya
mirip dengannya?


Saya
sebenarnya tidak menyangka, saat kali pertama mendengar kabar bahwa keempat
komunitas itu akan mengadakan haul KH Abdurrahman Wahid sore kemaren. Meski
tidak seagung di Jombang, namun toh tidak ada salahnya, bukan?


Dengan tetap
mematuhi protokol kesehatan, acara itu ditempatkan di Café Nine
, yang juga menjadi
basecamp Takanta
.id,
Dinihari Studio dan Cakanca. 
Sekitar pukul
16:00 WIB, semua teman-teman berkumpul di Café Nine
. Dipandu oleh Imam Sufyan, sebagai moderator, dan dua pemantik hebat situbondo,
Imam nawawi dan Marlutfi yoandinas
,
acara
pertama-tama
dibuka dengan hadiah alfatihah untuk beliau. Kemudian, Marlutfi membuka dengan perbincangan tentang Gus
Dur
dan Sastra.  Tidak dapat dipungkiri, hubungan Gus Dur
dan satra juga erat. Beliau memang tidak menulis buku khusus tentang sastra,
namun kata-kata dan leluconnya tidak terlepas dari itu. Bahkan
, ketika menempuh kuliah di Mesir, jangan dibayangkan
Gus Dur
adalah tipe mahasiswa yang sering terlihat di kampus. Sebaliknya,
 beliau
justru sering
pergi ke
perpustakaan
, cafe, bioskop atau
makam-makam.
Ini karena
pelajaran yang diajarkan di kampusnya, beliau telah kusai sejak di pesantren
dulu. Buku
-buku legendaris seperti
karya Ernest Hemingway dan William Shakespeare
juga sudah tidak asing lagi di sentuhan beliau.

 

Lalu, Imam Nawawi
melanjutkan
dengan perbincangan
mengenai Gus Dur
dan wanita.
 Nawawi mengutip
satu cerita lucu yang diceritakan oleh
KH
Hasan Syaiful Rizal
. Sepenuturan KH
Hasan Syaiful Rizal,
suatu saat,  Gus Dur menemui KH Hasan Syaiful Rizal,
Pengasuh PP
Zainul Hasan Genggong Propolinggo.
Lalu, KH Hasan Syaiful
Rizal bertanya ”Gus, sampean ngak mau nikah lagi?”
Gus Dur menjawab
” Wah, mana ada yang mau sama kyai”. Singkat
cerita, beberapa waktu
kemudian Gus Dur berkunjung kembali ke kyai tersebut. Gus Dur merasa agak aneh,
karena keadiamaannya dipenuhi dengan bunga-bunga pernikahan. ”Loh
, Kyai, ini siapa
yang mau nikah?” Kyai tidak langsung menjawab,
namun langsung mempersilahkan Gus Dur
duduk.
Tak lama, kemudian datang seorang perempuan dengan
pakaian lengkap seperti seorang pengantin di hadapan Gus Dur. Ternyata,

diam-diam, KH Hasan Syaiful Rizal telah mempersiapkan
seorang
pengantin wanita untuk dinikahkan dengan Gus Dur.
Gus Dur pun terkejut mengetahui hal itu,
dan sontak langsung berkata” Loh, Kyai waktu itu saya
hanya bercanda ” ungkap Gus Dur
.
Tapi, pengantin wanita sudah kadung berdandan dan siap
dihadapan Gus Dur. Muka Gus Dur kemudian memerah dan gemetar. Tapi, tak
kehabisan akal, Gus Dur
lalu bertanya “Kyai,
disini toiletnya di
mana
?”
Oh, lewat pintu samping,
terus ke belakang, Gus”.
Pada saat itu, Gus Dur pura-pura pergi ke toilet untuk kemudian kabur dan tidak
nampak lagi entah kemana. 
Mendengar cerita itu, semua
yang ada di acara tertawa hingga mengelus perut berkali-kali.


Tak terasa, waktu berlalu cepat. Ubi
rebuspun kandas, begitu juga kopi
yang sudah menyisihkan ampas. Acara pun ditutup tepat ketika
senja tenggelam.


Gus, kami
rindu, Lahumul Fatihah,   

 

Penulis:

MA Marzuqin, santri yang sedang belajar menulis dan menyukai keindahan. Dapat dihubungi melalui ma.marzuqin (Ig)

  

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Thaifur Rahman Al-Mujahidi

Regiulisitas-fundamental dari Kaum Milenial untuk Indonesia

Buku Dani Alifian Ulas

Ulas Buku: Dahulu Mereka dan Puisi

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Bahagia Mencintai Diri Sendiri

Apacapa Nur Husna

Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Perlawanan Terhadap Eksploitasi Anak

Ana Rahmawati Buku Ulas

Resensi: Hampa Karya Damalin Basa

Agus Yulianto Cerpen

Cerpen : Tarian Hujan

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Nabi Muhammad dan Menguatkan Ideologi Islam

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Percakapan Iwoh dan Saydi

prosa

Denpasar ke Jember Jauh Padahal kita Dekat

Apresiasi Musikalisasi Puisi

Musikalisasi Puisi – Apa Kabar?

arifa amimba Mored Moret Puisi

Puisi Mored: Mengeja dan Puisi Lainnya

Apacapa Curhat

Menjadi Bapack2: Catatan Sepulang dari Kelas Ayah

Bulan Nurguna Cerpen

Cerpen: Kirana dan Ibunya

Buku Muhamad Bintang Resensi Ulas

Resensi: Hikayat Kadiroen

Ardhiana Syifa Miftahul Jannah Resensi

Resensi: Rumah Tanpa Cahaya

Apacapa

Tarawih: Pakai Sarung tanpa Celana Dalam

Cerbung Fikri Mored

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 6)

Buku Junaedi Resensi Ulas

Resensi: Passion Seorang Ganjar yang Gayeng Dalam Membangun Jawa Tengah

Apacapa Ipul Lestari

Menggapai Atap Jawa