Cerita Seorang Keluarga yang Mengalami Banyak Hutang

Suatu hari seorang ibu yang mempunya banyak utang mengalami kepanikan gara-gara hutangnnya semakin hari kian banyak. Si ibu itu sudah merasa gak mampu sudah untuk membayar utang kepada temannnya, dan kepada koperasi-koperasi lain yang ia pinjami; si ibu pun mau cari makan dan buat menyekolahkan anaknya sudah sulit, apalagi mau bayar hutang. Katanya ibu itu ketika bila sama saya. Si ibu itu mempunyai tiga anak. Anak yang pertama laki-laki, kedua perempuan dan ketika juga perempuan. Anak si ibu itu yang laki-laki hanya bersekolah tamatan SD (Sekolah Dasar), ia memilih untuk bekerja untuk mencukupi keluarganya. Dan yang perempuan nomer dua masi bersekolah SD, kira-kira masih kelas tiga kalo sekarang. Dan yang terakhir tidak sekolah karena masi kecil. Suami si ibu itu tidak bekerja, karena usia yang sudah tua dan sakit sakitan. Karena si ibu sudah gak mampu untuk membayar hutang ke temannya dan koperasi, si ibu itu bilang ke anaknya yang pertama.
Oleh: Indra Nasution
“Nak, hutang ibu sekian hari bertambah banyak. Bagaimana kalok Ibu bekerja ke Surabaya untuk membayar hutang ibu.”
“Gak usah bekerja jauh-jauh ke Surabaya, ibu, aku masih punya sepeda motor. Jual saja sepeda motorku biar bisa membayar hutang-hutangmu meskipun hanya sedikit.”
“Nak meskipun engkau menjual sepedamu hutangku masih tetap banyak, lagi pula ibu sudah merasa malu kepada teman-teman ibu yang setiap hari menagih hutang ke sini.”
Hari sudah hampir malam. Sesaat lagi sudah azan Magrib. Berbincangan ibu dengan anak laki-lakinya sudah selesai. Si ibu kembali ke tempat duduknya untuk beristirahat. Dan tak lama kemudian si ibu itu mengambil air wudu untuk salat Magrib. Dan di susul anaknya yang laki-laki untuk mengambil air wudu juga dan salat.
Sekitaran jam delapan malam si ibu sudah tidak ada di rumahnya sampai pagi dini hari. Si Anak laki-laki dan ayahnya mengalami kebingungan gara-gara ibunya menghilang sampai pagi masi belum ketemu. Lantas anaknya yang laki-laki bilang ke bapaknya.
“Pak ibu kemana ya, kok sampai pagi masi belum datang? Yang saya takutkan, ibu takut pergi ke Surabaya, soalnya kemarin malam ibu bilang kepada saya untuk pergi ke Surabaya untuk bekerja di sana. Soalnya ibu sudah tidak kuat lagi ditagih hutang oleh temannya dan koperasi-koperasi.”
“Nak aku mempunyai firasat, apa yang di katakan kamu bahwasanya ibu akan pergi ke Surabaya itu ada benarnya.”
Tak lama kemudian suara telvon berdering nyaring di atas meja, si anak laki-laki secara cekatan mengambil henpon yang ada di atas meja, lalu melihat henpon itu. Ketika dilihat ibunya yang menelepon. Dan si Anak langsung bertanya kepada ibunya.
“Ibu di mana sekarang?”
“Nak aku sekarang dalam perjalanan berangkat ke Papua untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sana”.
“Bukankah aku sudah bilang, Bu, jangan bekerja jauh-jauh, apalagi ke Papua.”
“Ia mau gimana lagi, aku sudah malu kepada teman ibu, lantas hutang ibu sudah banyak sekali, Nak. Mungkin ini jalan terbaik, ibu harus terpaksa bekerja ke Papua untuk melunasi hutang-hutang ibu yang sangat banyak. Dan jangan lupa, Nak jaga adik-adiknya, Dan doakan ibu, semoga ibu selamat sampai tujuan dan kembali pulang nanti dalam keadaan sehat.”
“Iya, Bu saya pasti akan mendoakan ibu dan menjaga sebaik mungkin adek saya.”
Tak lama kemudian ketika si anak laki-lakinya bilang begitu kepada ibunya suara henpon dari ibunya sudah tidak ada lagi, pertanda henponnya sudah dimatikan.
Sang ayah yang menunggu-nunggu hasil percakapan dari anaknya tentang keberadaan ibunya.
“Nak, itu ibumu kan yang menelepon tadi?”
“Iya, Ayah, itu ibu yang nelepon.”
“Lantas ibumu sekarang ada di mana, Nak?”
“Sekarang ibu lagi ada di perjalanan menuju Papua, katanya ibu di sana mau bekerja sebagai pembatu rumah tangga.”
Sang ayah langsung merasa kaget ketika tau bahwasanya ibunya akan ke Papua untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.”
“Ayah, ada pesan dari ibu tadi.”
“ Apa pesan dari ibumu, Nak?”,
“Katanya suruh jaga baik-baik anak-Anaknya yang perempuan.
“Iya, saya akan menjaga pesan amanat dari Ibumu, Nak.”
Anak laki-lakinya yang mengemban tugas keluarganya ketika ditinggal oleh ibunya, Ia yang berusaha banting tulang untuk bekerja, supaya tercukupi kebutuhan-kebutuhan adik-adiknya yang masih kecil. Ia juga yang membiayai pendidikan adik-adiknya.

Roda kehidupan berputar setiap hari. Tak terasa sudah satu bulan ia di tinggal ibu ke Papua… []

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Achmad Muzakki Hasan Buku Kiri Soe Hok Gie Ulas

Tentang Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan

Cerpen Fajar SH

Cerpen: Jurang Ludruk

Cerbung Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 5)

Cerpen Nur Diana Cholida

Cerpen: Bianglala dan Sisa Aroma Tequila

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Menyuburkan Dakwah Islam di Amerika Melalui Novel

Cerpen Ruly R

Cerpen Kota Tanpa Telinga

Apacapa Ramadeni

Implementasi Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Apacapa Wahyu Umattulloh Al’iman

Langganan Kebakaran Hutan dan Alih Fungsi Lahan, Derita atau Bahagia

apa Esai N. Fata

Demokrasi Kebun Binatang

Apacapa Nanik Puji Astutik

Ada Apa Denganmu, Mantan?

Buku Indra Nasution Ulas

Kisah Cinta Soekarno

Cerpen Kiki Sulistiyo

Cerpen: Batu Bolemeta

M. Kholilur Rohman Resensi

Resensi: Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong

Cerpen Rumadi

Cerpen – Batas yang Direbutkan

Apacapa Esai Rusdi Mathari Situbondo

Nonton Film di Bioskop Situbondo

Haura Zeeba Karima Mored

Cerpen Mored: Katarsis

Apacapa Kampung Langai Situbondo

Abâli Polè Ka Kampung Langai

Al Azka Apacapa Esai

Uang Panaik Antara Agama dan Budaya

Apacapa Esai Rahman Kamal

Laut Memanggil, Dik. Sudahkah Kau Menjawabnya?

Cerpen Nanda Insadani

Cerpen : Ganti Bapak Karya Nanda Insadani