Filsafat Eksistensialisme Karya Agus Hiplunudin

Judul : Filsafat Eksistensialisme
Penulis : Agus Hiplunudin
Penerbit : Cognitora
Isbn : 978-602-73095-3-1
Halaman : VIII+104
Format : 17.525
Memaknai Diri yang Otentik
Seperti yang dikemukan seorang
eksitensialisme, Sartre; menyatakan dimana m
anusia memiliki kesempatan untuk memilih mana yang
baik dan yang tidak baik dalam membentuk dirinya. Pilihan tersebut adalah
pilihannya sendiri, akan tetapi pilihannya itu merupakan keputusan yang
menyangkut seluruh kemanusiaan. Manusia sebagai eksistensi yang mendahului
esensinya, berarti bahwa manusia harus bertanggung jawab atas hidupnya, artinya
manusia harus bertanggung jawab atas segala bentuk perbuatan atau pilihan yang
telah diambil, dan pertanggung
jawaban tersebut bukan hanya meliputi individualitas sendiri, melainkan
mencakup tanggung jawab atas semua manusia, karena tindakan memilih itu terkait
pada citra manusia seluruhnya
.
Apa pun yang dipilih manusia, itu merupakan suatu
penegasan nilai, karena manusia memilih untuk dirinya sendiri juga berarti
bahwa dirinya menjadi legislator yang memilih untuk semua orang. Pilihan yang
dipilih selalu merupakan pilihan yang terbaik, dan tidak ada satu pilihan pun
yang lebih baik bagi seseorang kecuali pilihan-pilihan yang lebih baik bagi sesama
manusia. Seseorang yang hendak menentukan pilihan harusnya menanyakan pada
dirinya sendiri apa yang akan terjadi jika setiap orang melakukan apa yang dia
lakukan
.
Filsafat eksistensialisme merupakan rumusan
filsafat yang begitu rumit untuk dijelaskan, bahkan pada kalangan eksitensialis
itu sendiri telah terjadi perdebatan yang sedemikian hebat mengenai rumusan
umum eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme tidak dapat diurai dengan satu
atau dua kalimat saja, bahkan satu bundel buku sekelaipun mengenai eksistensi
itu masih saja rumit untuk dipahami. Filsafat eksistensialisme terlahir dari
keseharian kita, ia tumbuh kemudian berkembang dari hal-hal yang begitu kecil,
sederhana, yang telah menjadi rutinitas kita. Justru, menurut eksistensialisme,
kejadian-kejadian besar yang mengubah dunia sekalipun, tercipta dari hal-hal
yang kecil yang telah menjadi keseharian.Eksistensialisme merupakan filsafat
kesadaran mengenai diri (terutama diri sendiri), kesadaran diri itu terwujud
ketika seseorang mengalami suatu krisis, misalnya ketika sedang putus cinta,
kecewa, atau terpuruk bagaikan seonggok tulang-belulang yang terbungkus daging.
Dalam hal ini, perkara eksistensialisme secara umum biasanya berkaitan dengan
pertanyaan untuk diri sendiri, misalnya: Siapa aku yang sebenarnya? Kenapa
harus aku? Apakah hidup ini penderitaan? Baiknya jika harus menderita seperti
ini, aku harap aku tak pernah terlahir? Begitulah beberapa pertanyaan
eksistensialis yang berusaha dijawab melalui buku ini.
Eksistensialisme marupakan aliran filsafat yang menarasikan kemudian mendiagnosa kedudukan manusia yang terhimpit atau dengan bahasa
lain terjadilah apa yang dikenal sebagai krisis eksistensialis
. Dalam hal ini para pengikut eksistensialisme mengatakan bahwa gerakan tersebut
bukan hanya bersifat lama dan modern akan tetapi bersifat abadi
, atau terjadi secara
terus-menerus—sejalan dengan keterasingan manusia dalam rotasi rutinitas
.
Eksistensialisme sebagai suatu unsur yang universal
dalam segala pemikiran
merupakan salah satu usaha
sadar
manusia untuk melukiskan
eksistensinya
(makna keberadaan atau makna ada secara filsafat yakni ontologi itu
sendiri)
ini merupakan reaksi dari konflik-konflik eksistensi. Adapun asal-muasal konflik tersebut, serta upaya untuk mengatasinya—dalam renungan
eksistensialisme itu
.
Di mana saja kedudukan manusia sulit dilukiskan baik secara teologi maupun
secara filsafat, baik secara puitis atau secara seni, di situlah didapatkan
unsur-unsur eksistensialis. Sebagai gerakan modern, eksistensialisme terkenal
pada abad ke-20.
Sebenarnya; pada abad ke-19, beberapa pemikir yang kesepian seperti Kierkegaard dan
Nietzsche meneriakkan protes
, mereka mencatatkan perhatian mereka kepada kondisi manusia pada zamannya. Selama abad ke-20 itulah ekspresi menyoroti apa yang terkandung pada perasaan, keterasingan manusia serta kehilangan arti hidup. Dalam istilah
mereka, manusia tidak merasa berada di rumah di dalam alam di mana ia harus
membuat rumah
—manusia
berada dalam kebingungan, bahkan terperangkap keputus asaan secara kolektif.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen

Cerpen : Lidah

Apacapa

Produktivitas dan Dua Kawan

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Kota dan Hujan di Pagi Hari Karya Haryo Pamungkas

Agus Hiplunudin Apacapa

Hak Politik Para Koruptor pada Pemilu 2019

Apacapa Imam Sofyan

Tips Asyik Memilih Bupati dan Wakil Bupati

Puisi Rahmat Pangripto

Puisi : Menjadi Udara dan Puisi-Puisi Lainnya Karya Rahmat Pangripto

Mored Puisi Sugi Darmayanti

Puisi: Sebatas Kenangan

Apacapa mashudi

Gerbang Faqih fid Din

Apacapa Esai Kakanan Wilda Zakiyah

Pedasnya Jihu Tak Sepedas Rindu

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Ulas Buku : Renungan Tasawuf

Review Film

Review Film: Si Buta dari Gua Hantu

Apacapa

Film Pendek Lastarè: Sebuah Perjalanan Batin Korban Perundungan

Apacapa Dedi Andrianto Kurniawan Kampung Langai

Festival Kampung Langai dalam Pembacaan Masyarakat

Nuriman N. Bayan Puisi

Mata Darah dan Puisi Lainnya Karya Nuriman N. Bayan

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen – Fragmen Nalea

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Sebuah Refleksi Pengalaman: Pagi Bening dan Engko’ Reng Madhurâ

Apacapa

Mara Marda Institute Gandeng Bank Indonesia Gelar Pelatihan Inkubator Industri Kreatif

Ahmad Jais Puisi

Puisi: Sajak Si Manusia Mesin

Al Azka Apacapa Esai

Uang Panaik Antara Agama dan Budaya

Ahmad Zubaidi Puisi

PUISI : Penjahit Sunyi Karya Ahmad Zubaidi