Gadis dan Nyanyian Ombak


Sore itu,
ku lihat seorang gadis duduk menyendiri di tepi pantai. Duduk melamun
memperhatikan deburan ombak yang menyentuh bibir pantai. Setiap ombak yang datang
dipandanginnya hingga air laut kembali ke tengah. Dan seketika itu pula,
senyumnya mengembang.
Oleh :
Muhaimin
Aku yang
sedari tadi dikerumuni rasa penasaran, mencoba memberanikan diri untuk datang
menyapa. Dengan sebuah tarikan nafas panjang, kulangkahkan kaki. Perlahan
mendekat ke tempat gadis itu duduk.
“Permisi,
mbak. Boleh aku duduk di sebelah sampean?”
Dia hanya
menoleh, tersenyum, dan menganggukkan kepala. Mungkin dia ingin mengisyaratkan
sebuah kata “iya” padaku.
Akupun
memberanikan diri untuk duduk disebelahnya. Duduk bersama seorang yang belum
aku kenal, bermodalkan rasa penasaran yang menggumpal. Meski sedikit grogi, namun rasa penasaranku
mengalahkan rasa grogi itu.
Beberapa menit
berlalu, aku hanya duduk tanpa sepatah kata apapun. Dia juga sama. Tetap
memandang ke depan, memperhatikan setiap ombak yang datang. Dan lagi, dia
kembali tersenyum disaat sang ombak kembali pulang. Dan entah kenapa, setiap
kali senyuman itu muncul saat itu pula rasa penasaranku semakin tak
tertahankan.
Aku kembali
mencoba memberanikan diri. Aku sudah tidak bisa menahan diri untuk menanyakan
perihal apa yang sedang dia lakukan di bibir pantai.
“Mbak,
boleh aku Tanya sesuatu?”
Dia hanya
menoleh, tersenyum, dan menganggukkan kepala. Lagi.
“Aku
perhatikan, setiap kali ombak datang dan kembali, sampean selalu tersenyum. Apa yang sedang sampean perhatikan sebenarnya?”
Entah
pertanyaanku didengar atau tidak. Dia tetap duduk menatap lurus kearah lautan.
Sesekali angin membelai rambutnya yang cukup panjang. Kira-kira panjangnya
hingga menyentuh punggung. Rambutnya yang lurus bergelombang melambai-lambai
saat diterpa angin.
Saat semua
terdiam, dia mulai bersuara dengan suara yang lirih.
“Mas. Sampean tau kenapa aku tersenyum dengan
tarian ombak itu?”
“Tidak,
Mbak. Memangnya kenapa?” jawabku singkat.
“Ombak itu
telah menemani hari-hariku. Dia mendengar keluh kesahku tanpa mengeluh. Dan
dengan senang hati dia menarik semua beban dalam pikiranku yang telah lama
bersemayam. Aku telah lama berteman dengan ombak. Dialah temanku yang paling
mengerti kesedihanku. Itulah kenapa aku senang duduk menikmati sapuan ombak
yang datang. Karena bagiku, setiap kali ombak datang dan kembali, dia sedang
berusaha menyapaku dan menghilangkan kesedihanku”
Aku yang
sedari tadi duduk memperhatikan laut, menoleh ke wajah gadis itu. Tetesan air
bening mengalir di matanya. Terjun menuruni pipinya yang halus nan bersih.
“Permisi,
Mbak. Sampean menangis?” kataku.
“Oh iya,
Mas. Aku sedang bahagia. Laut dan ombaknya sedang merayuku untuk duduk lebih
lama disini. Dia sangat mengerti bahwa di kepalaku masih ada sekelumit masalah
yang ingin dibawanya pergi. Dia juga tersenyum kecil padaku di ujung sana”
tangannya menunjuk ke garis horizon laut yang tak menampakkan kapal apapun.
Lalu dia
melanjutkan, “Mas, kalau sampean sedang
terbebani dengan sebuah masalah, atau ingin menemukan tempat untuk bercerita,
hampirilah laut. Dia adalah tempat yang tepat. Dia luas tidak hanya untuk
menjadi tempat tinggal ikan-ikan dan terumbu karang. Tapi juga menjadi tempat
menemukan kebahagiaan dan ketenangan bagi seseorang.”
Ucapannya
benar-benar aku hayati. Dan benar pula yang dikatakannya. Aku yang semula
datang hanya untuk berlibur, dengan penghayatan yang dalam, aku mendapatkan
ketenangan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Semua masalah-masalahku,
disapu dengan bersih oleh desiran ombak yang terus berdatangan.
Kami tetap
duduk hingga langit berwana jingga. Aku sudah merasa cukup mengahbiskan waktu
bersama laut. Aku beranjak pulang untuk kembali ke rumah. Dan Dia tetap duduk
menatap ombak, sambil menampakkan senyuman yang lepas.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Cerita untuk Kekasihku Karya Haryo Pamungkas

Tips/Trik

Sabun Mandi Bisa Membuat Kulit Kering, Fakta atau Mitos?

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Dominasi Patriarki, Konstruksi Tubuh Perempuan dan Pelakor

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Percakapan Iwoh dan Saydi

Apacapa apokpak fulitik N. Fata

Politik Menyegarkan Ala Mas Rio

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Kesucian Karya Agus Hiplunudin

Puisi Thomas Elisa

Puisi-puisi Thomas Elisa

Apacapa Ipul Lestari

Menggapai Atap Jawa

apokpak Cerpen N. Fata

Cerpen : Nanti Kutukar Cincin Pemberian Ibumu itu

Hamidah Puisi

Terima Kasih Cinta dan Puisi Lainnya

Apresiasi Kampung Langai

Jingle Festival Kampung Langai

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Situbondo : City of Sellow

Mored Moret Puisi Nur Akidahtul Jhannah

Puisi Mored: Jeritan Pantai Peleyan dan Puisi Lainnya

Apacapa Kakanan Situbondo

Tajhin Sora

Apresiasi

Puisi – Tentang Situbondo

Fahrus Refendi Puisi Puisi Madura

Puisi Madura: Sanja’

Apacapa Esai Jamilatul Hasanah

Gemalaguna: Menjaga Alam, Menjaga Manusia

Apresiasi

Sajak Sebatang Lisong – WS. Rendra | Cak Bob

Apacapa Esai Rahman Kamal

Dik, Mengapa Kau Tak Mau Menemaniku ke Kampung Langai Malam Itu?

Andi Fajar Wangsa Puisi

Puisi : Sore yang tak ingin Kuakhiri dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa