Gawai Bukan Musuh, Asal Kita yang Kendalikan

Penggunaan gawai dalam kehidupan sehari-hari kini sudah menjadi hal yang tak terpisahkan, terutama bagi generasi muda. Hampir semua aktivitas dari komunikasi, hiburan, hingga belajar kini bergantung pada perangkat digital. Namun, seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi, muncul pula pandangan negatif bahwa gawai adalah penyebab menurunnya fokus dan prestasi belajar siswa. Padahal, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Gawai justru bisa menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas belajar, selama digunakan secara bijak dan bertanggung jawab.

Baru-baru ini, banyak perdebatan muncul di media sosial mengenai dampak penggunaan gawai di kalangan pelajar. Beberapa pihak menilai bahwa penggunaan gawai membuat siswa malas belajar karena tergoda bermain gim atau berselancar di media sosial. Di sisi lain, ada pula yang melihat gawai sebagai peluang besar dalam mendukung proses pembelajaran. Pandangan yang bertolak belakang ini kemudian memicu diskusi publik tentang peran teknologi dalam dunia pendidikan, terutama bagaimana siswa, guru, dan orang tua dapat memanfaatkannya dengan benar.

Faktanya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kemendikbudristek tahun 2023, sebanyak 72% siswa di Indonesia merasa terbantu belajar dengan adanya aplikasi edukasi. Mereka mengaku dapat mengakses materi pembelajaran dengan lebih mudah, menonton video penjelasan dari berbagai sumber, dan berdiskusi secara daring dengan guru atau teman sekelas. Akses cepat terhadap informasi ini membantu mereka memahami pelajaran lebih baik, bahkan meningkatkan motivasi belajar. Data ini menunjukkan bahwa teknologi, jika digunakan dengan benar, justru menjadi pendukung utama pendidikan modern.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan gawai juga memiliki risiko. Banyak siswa yang pada awalnya berniat belajar, tetapi akhirnya teralihkan oleh notifikasi media sosial atau video hiburan. Fenomena ini membuat sebagian orang menilai bahwa gawai adalah sumber kemalasan dan penurunan konsentrasi. Padahal, masalahnya bukan pada gawainya, tetapi pada cara dan kebiasaan penggunanya. Seperti pisau bermata dua, teknologi bisa membawa manfaat besar, tetapi juga bisa berbalik menjadi gangguan jika tidak digunakan secara bijak.

Dalam dunia pendidikan, teori konstruktivisme menjelaskan bahwa proses belajar akan lebih efektif jika siswa aktif mencari dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Dalam konteks ini, gawai berperan penting sebagai media pembelajaran mandiri. Aplikasi edukasi, video pembelajaran, hingga forum diskusi daring menyediakan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi materi sesuai minat dan kecepatan mereka. Dengan demikian, penggunaan gawai yang tepat sejalan dengan pendekatan belajar abad ke-21 yang menekankan kemandirian, kreativitas, dan berpikir kritis.

Selain mendukung proses pembelajaran, gawai juga membuka peluang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan digital yang relevan dengan dunia kerja di masa depan. Di era teknologi informasi seperti sekarang, kemampuan literasi digital menjadi salah satu keterampilan utama yang dibutuhkan hampir di semua bidang pekerjaan. Melalui gawai, siswa bisa belajar desain grafis, pengolahan data, pembuatan konten, hingga pengembangan aplikasi. Dengan kata lain, gawai bukan hanya alat bantu belajar, tetapi juga jembatan menuju masa depan karier yang lebih luas.

Meski begitu, keberhasilan penggunaan gawai dalam pembelajaran sangat bergantung pada pengawasan dan arahan dari guru maupun orang tua. Tanpa adanya batasan waktu dan bimbingan yang jelas, siswa bisa terjebak dalam penggunaan yang tidak produktif. Guru perlu mengintegrasikan teknologi ke dalam kegiatan belajar secara kreatif, sedangkan orang tua perlu menanamkan disiplin digital di rumah. Dengan kolaborasi ini, gawai dapat berfungsi optimal sebagai sarana pendidikan, bukan sekadar hiburan.

Perlu dipahami bahwa literasi digital tidak hanya berarti kemampuan menggunakan perangkat teknologi, tetapi juga mencakup kemampuan menilai informasi secara kritis dan bertanggung jawab. Di tengah maraknya penyebaran informasi palsu dan konten negatif, siswa harus dibekali kemampuan untuk memilih mana informasi yang benar dan bermanfaat. Oleh karena itu, penggunaan gawai yang bijak bukan hanya tentang durasi waktu, tetapi juga tentang tujuan dan kualitas aktivitas digital yang dilakukan.

Namun, tentu saja tidak semua orang memiliki kesempatan atau fasilitas yang sama dalam mengakses teknologi. Ketimpangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi tantangan tersendiri bagi pemerataan pendidikan. Maka dari itu, pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu terus bekerja sama untuk memastikan bahwa pemanfaatan gawai benar-benar membawa dampak positif bagi semua kalangan. Dengan dukungan

infrastruktur dan edukasi yang memadai, teknologi bisa menjadi sarana yang menyatukan, bukan memisahkan.

Pada akhirnya, gawai hanyalah alat. Ia tidak akan membawa manfaat atau kerugian tanpa campur tangan manusia. Kitalah yang menentukan apakah gawai menjadi sarana belajar yang cerdas atau sekadar sumber distraksi. Karena itu, kunci utamanya adalah pengendalian diri dan kesadaran digital. Pengguna yang bijak akan tahu kapan harus belajar, kapan harus beristirahat, dan bagaimana memanfaatkan teknologi untuk hal yang produktif.

Maka, gawai bukanlah musuh yang harus dijauhi, melainkan sahabat yang harus dipahami. Melarang penggunaan gawai sama sekali bukanlah solusi yang efektif, justru yang dibutuhkan adalah pendidikan literasi digital dan pembiasaan penggunaan yang bertanggung jawab. Dengan cara itu, siswa dapat menikmati manfaat teknologi tanpa terjebak dalam dampak negatifnya.

Penulis

  • Erlina Dewi asal Sukoharjo umur 20 tahun, lahir pada tanggal 20 Desember 2004. Seorang mahasiswa semester 5 program Studi Tadris Bahasa Indonesia Fakulta Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta angkatan 2023. Untuk kerja sama lebih lanjut, saya dapat dihubungi melalui: Telepon : 085546508497 Email : edewi492@gmail.com


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Puisi

Luka Perempuan dan Puisi Lainnya

Cerpen M Ivan Aulia Rokhman

Cerpen : Kehilangan Tas di Kota Pasundan Karya M Ivan Aulia Rokhman

Apacapa Randy Hendrawanto

Panas Dingin Hubungan Indonesia-Malaysia dari Politik, Budaya Hingga Olahraga

Apacapa Imam Sofyan

Geliat Literasi dan Harapan yang Takkan Mati

Apacapa covid 19 Regita Dwi Purnama Anggraini

Vaksin Covid-19 tiba di Indonesia, Disambut Penolakan dari Masyarakat dengan Alasan Ragu?

Buku Cahyo Saputro Resensi Ulas

Resensi: Lelaki, Cinta, dan Masa Lalu

Mored Moret Vidi Ratnasari

Puisi: Lekas Pulih Bumiku dan Puisi Lainnya

BJ. Akid Puisi

Puisi : Tanah Luka Karya BJ. Akid

Puisi Syafri Arifuddin Masser

Puisi: “Status 1: Apa yang Anda Pikirkan?”

Apacapa Nanik Puji Astutik

Mencari Teman Hidup

Andhy Kh Cerpen

Cerpen : Hujan di Paris Karya Andhy Kh

Apacapa T. Rahman Al Habsyi

Menjadi Hamba: Membesarkan Allah, Mengerdilkan Diri

Apacapa

Setelah Ujung Jalan Daendels: Refleksi Panarukan dalam Serat Darmagandhul

Puisi Syukron MS

Puisi: Waw

Apacapa

Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah

Apacapa Dani Alifian

Aksi, Puisi, Puisi Aksi

Apacapa covid 19 Darul Mubarok

Vaksinisasi Covid-19 di Indonesia

Apacapa

Arèsan Kompolan: Pergumulan yang Bukan Sekedar Rasan-Rasan

Polanco S. Achri Prosa Mini

Di Salah Satu Kamar Mayat dan Prosa Mini Lainnya Karya Polanco S. Achri

MH. Dzulkarnain Puisi

Puisi: Kampung Halaman