Malam itu
saya dan Mas Lutfi berencana pulang, tapi Sainur mencegahnya. Ia mengajak kami
untuk makan. Sejak tadi sore ,saya dkk sedang berrutinitas di sekitaran Desa
Kendit. Warung yang dituju berada di Desa Balung, dekat dengan perbatasan
Kendit bagian barat. Bertepatan pada hari Sabtu, 9 Desember 2017.

Oleh : Moh.
Imron
Warung yang
kami tuju sangat sederhana,  berada di utara jalan. Saat kami memarkirkan
sepeda motor, rupanya ada tiga pembeli yang sedang antri. Di etalase yang
terbuat dari kayu makanan terdapat tulisan “Nasi Kolhu.”
Jauh bulan
sebelumnya, saat saya sedang santai mengobrol dengan Mbah Kutunuk. Beliau pernah
membahas nasi Kolhu yang merupakan akronim dari skol dan tahu. Dan malam itu
saya hanya bisa membayangkan seperti apa nasi Kolhu?
Ngakanna
e amper bhei.”
Sainur
memilih tempat makan di salah satu rumah warga, tepatnya di sebelah barat
warung. Sementara Mas Sahe menerima nasi pesanan kami. Lalu memberikan pada
saya. Dan kami berempat duduk di ruang tamu. Tak lupa pula Sainur memesan kopi.
Rupanya penjual di warung ini teman kuliahnya Sainur.
Nasi sudah
siap saji. Rasa penasaran saya dengan nasi Kolhu mulai terjawab. Satu porsi
berisi nasi putih. Dengan lauk tahu goreng setengah matang. Tahu seperti ini
kesukaan nenek dan termasuk saya. Ada juga sekol, merupakan parutan dari kelapa
yang sudah dibumbuhi. Ada dua hongkong, akan tetapi hongkong yang disajikan ini
tidak berbentuk cekung seperti pada umumnya. Agak kecil. Juga ada sambalnya.
Yang terakhir, kerupuk.
Bagi saya
rasa nasi Kolhu biasa saja, akan tetapi harganya merakyat. Soal selera memang
berbeda-beda. Dan nasi Kolhu ini banyak diminati oleh pemuda, apalagi tengah
malam. Pernah juga disuguhkan di acara-acara pemerintahan.
Seandainya
pada waktu itu saya makan bersama orang yang pernah mengisi hari-hari saya di
waktu dulu, mungkin rasa nasi Kolhu akan berbeda.
Kata
Sainur, ketika masih kecil, sudah ada nasi Kolhu. Dan merupakan satu-satunya
penjual nasi Kolhu di Balung, Kecamatan Kendit. Hal ini didukung pula oleh Mas
Imam Nawawi ketika obrol-obrolan di grup WA. Sejak dia kecil memang sudah
ada penjual nasi itu dan sekarang adalah generasi kedua yang masih setia melestarikan nasi Kolhu Balung.
Dan penutup
makan malam itu, disempurnakan dengan kopi. Manyan sara. []
Nasi Kolhu

Penulis

  • Moh. Imron, lahir dan tinggal di Situbondo


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Uncategorized

Lomba Menulis Cerpen Tema Air Mata

Alex Cerpen Puji M. Arfi

Cerpen: Ingar-bingar Pemakaman

Ahmad Zaidi Cerpen

Balu dan Cerita-Cerita Aneh

Apacapa Fadhel Fikri

Revolusi Digital dan Keterasingan Sosial: Siapa yang Diuntungkan?

Apacapa

Jika Tidak Mampu Menjadi Pandai, Setidaknya Jangan Pandir

abdul wahab Apacapa

Menguak Potensi Ecotrail Desa Sumberanyar

Apacapa apokpak fulitik N. Fata Politik

Melawan Pandemi dengan Sains, Bukan Arogansi Aparat dan Mati Lampu

Musik Supriyadi Ulas

Desember dan Musik yang Sendu

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Teman Saya yang Sudah Menjadi Ayah

Buku Putri Setyowati Resensi Ulas

Resensi: Memulai Kembali Hidup

Apacapa

Orang Madura Tanpa Toa dan Sound System, Apa Bisa?

Apacapa Wisata Situbondo

Taman Nasional Baluran

Apacapa Erha Pamungkas Haryo Pamungkas Politik

Gus Dur: Demokrasi Harus Diperjuangkan

Mored Moret Muhammad Iqbal Mukhlis

Puisi Mored: Labirin Rasa dan Puisi Lainnya

Gusfahri Puisi

Puisi: Labirin Kerinduan

Apacapa Esai Marlutfi Yoandinas

Jika Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan*

Baiq Cynthia Prosa Mini

Cinta Bilik Hati

Agus Yulianto Cerpen

Cerpen : Cinta Semusim Karya Agus Yulians

Ahmad Zainul Hamli Apacapa Catatan Perjalanan

Malam ini Milik Kita Berdua

Apacapa apokpak N. Fata

Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital