Pemimpin Redaksi takanta.id dan Kebahagiaannya Akhir-Akhir Ini


Beberapa waktu
belakangan ini, saya sering ditanya oleh teman-teman komunitas tentang nasib takanta.id.

Oleh : Marlutfi Yoandinas
Sudah semakin
jarang ada tulisan yang diunggah. Sejumlah teman yang biasa membagikan
tulisan-tulisan takanta.id ke media sosial juga makin berkurang. Tidak
ada lagi tulisan terbaru yang asik untuk diperbincangkan. Rating takanta
semakin merosot, itu kata mereka.
Sebagian
menyayangkannya, sebagian masih optimis. Mereka yang sayang dan optimis banyak
memberi masukan. Bertaburan ide segar dan kreatif yang โ€œdi luar kotakโ€. Saya
merasa, masih banyak teman yang eman untuk keberlanjutan takanta.id.
Tentu saja saya
tidak bisa tinggal diam mendengar ini semua. Moh. Imron, Pemimpin Redaksi
sekaligus admin utama takanta.id harus tahu ini.
Saya pun berkirim
pesan, tetapi pesan saya tak segera berbalas.
Memang sejak dua
bulan ini, Imron lebih sering menyibukkan diri dengan aktivitas di desanya,
Trebungan. Ia lebih banyak mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya di sana.
Jarang sekali kumpul bersama teman-teman takanta.id. Semakin susah
ditemui karena alasan masih banyak kerjaan di kantor desa.
Pernah sekali, saya
mencoba menemui Imron di kantor desa. Sepeda motornya diparkir di sana, tetapi
Imron tidak ada. Dua kali ditelepon tidak diangkat, lalu dia yang menelepon.
Ternyata Imron bersama teman-temannya sedang berada di pantai.
โ€œRapat kegiatan
desa di pantai, sambil bakar ikan, berjalan-jalan di tubir antara pasir dan air
laut bersama seorang gadis.โ€ Wiuh, itu bayangan yang muncul di benak saya.
Saya menunggu Imron
lama dan hanya ditemui sebentar. Beberapa teman lain yang berhasil menemui
Imron di sela kesibukannya, tak pernah ditanggapi serius. Ia berubah sikap.
Bicara hanya seperlunya, ekspresinya datar, kurang antusias saat membahas takanta.id.
Bahkan di grup WA, ia hanya janji-janji untuk mengumpulkan teman-teman membahas
kerja redaksi.
Terus terang saya
putus asa dengan Imron dan takanta.id-nya. Saya mengira, kebahagiaannya
ialah dengan aktivitas dan teman barunya.
Sampai tadi malam
Jumat, pukul 1.01 WIB, Imron berkirim pesan ke WA saya.
โ€œMas, maaf ya, saya
tidak bisa lagi mengurus takanta.id. Menurut saya, serahkan sama Zaidi,
Sufi, Baiq, Sofyan, Randy atau Indra saja. Kan saya sudah mengajari mereka
untuk menjadi admin dan mengelola web-nya. Saya mau fokus di desa. Waktu,
tenaga dan pikiran saya lebih dibutuhkan di sini.โ€
Saat Imron berkirim
pesan itu, saya belum tidur. Suntuk dengan persiapan untuk presentasi proyek
penulisan.
Selesai membaca
pesan dari Imron, mood saya langsung sirna. Saya keluar ke teras,
merokok. Mencoba tidak berpikir apa-apa. Hanya merokok dan menyeruput kopi yang
sebenarnya sudah tandas. Suasananya begitu sunyi.
Setelah
menghabiskan dua batang rokok, saya memutuskan untuk membuat tulisan ini.
Dalam pikiran,
harusnya tulisan ini bisa lebih panjang, tetapi rasa kantuk tak tertahankan.
Saya menyerah, menyudahi tulisan ini sampai di sini.
Saya mau mengirim
tulisan ini ke email Imron. Semoga ia masih mau mengunggah tulisan ini ke
takanta.id
dan masih belum tidur sedini ini. Kalau tidak mau, ia pasti takanta
tedhung
(pura-pura tidur). Kalau ternyata ia sudah tidur, biarlah tulisan
ini menjadi takanta (fiksi) yang saya tuliskan untuk Imron yang sedang
tidur.
Dan bagi pembaca
dan teman-teman komunitas sekalian, tulisan ini hanya takanta.
Saya hanya ingin
memperkenalkan Imron, terutama pada para gadis. Bahwa selain sebagai Pemimpin
Redaksi takanta.id, saat ini ia sedang bahagia menjalani pekerjaan,
aktivitas dan pengabdian di desanya.
Dengan bekerja ia
ingin menunjukkan upayanya. Ia ingin meyakinkan kepada setiap gadis siapapun
dan dimanapun. Bahwa meskipun ia jagonya takanta, ia punya seserpih
cinta. Yang ketika seserpih itu bertemu dengan seserpih lainnya, wujudnya
adalah kebahagiaan.
Dan kebahagiaan di dunia takanta
ini hanyalah senda gurau belaka. Tabik []

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerbung Fikri Mored

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 6)

Prosa Mini Sastra Yudhianto Mazdean

Surat untuk Bapak

Buku Muhamad Bintang Ulas

Resensi Buku: Francisco Ferrer, Asal-Usul dan Cita-cita Sekolah Modern

Apacapa Moh. Imron

Analisis dan Lirik Lagu Kala Benyak: Waktu yang Tepat untuk Bersedih

Apacapa Haryo Pamungkas

Terapi di Warung Kopi

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Dominasi Patriarki, Konstruksi Tubuh Perempuan dan Pelakor

Puisi Thomas Elisa

Puisi-puisi Thomas Elisa

Indarka P.P Resensi

Resensi: Relasi Kuasa, Kisah Asmara dan Pengorbanan

Ahmad Maghroby Rahman Puisi

Puisi: Di Stasiun Sebelum Peluit

Cerpen Irfan Aliefandi Nugroho

Cerpen: Tubuh Berkarat

Apacapa fulitik ichsan kenalmasrio

Mas Rio di Mata Anak Muda Situbondo

Buku Feminis Mochamad Nasrullah Ulas

Resensi: Kesegaran (Perjuangan) Wanita dalam Menanam Gamang

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Perjalanan Melarikan Luka

Cerbung Ipul Lestari

Cerbung : Raisha Karya Ipul Lestari

Esai Hayyi Tislanga

Berperan Tanpa Perasaan

Apacapa Imam Sofyan

Sastra, Buku dan Tanah Air Yang Hilang

Apacapa Rg. Hutama

11 Tahun Mensos Juliari

Apacapa Ulfi Nurkholifatunnisa

Pengaruh Media Sosial Terhadap Wawasan Kebangsaan Generasi Z

Puisi Wiviano Rizky Tantowi

Puisi: Kayu Layu

Politik sukandi

Bukan Kolosal Karmapala: Habis Gelap, Terbitlah Perubahan