Prosa Mini – Irama Kematian

“Hai
pemuda, sedang apa kau disini?”
Sebuah suara besar
dan menggema entah dari
mana
asalnya membuat seorang pemuda yang sedang pulas tertidur terlonjak kaget. Ia
mengamati sekeliling, tak ada apapun, hanya sebuah batu besar berjajar dengan
pohon beringin yang ia sandari. Tak ada ma
khluk apapun, bahkan semut kecilnpun tidak nampak di
Hutan Nasib yang jarang terjamah manusia karena keangkerannya. Ia berpikir
sejenak, apakah suara tadi bersal dari arwah penunggu pohon? Apakah di Hutan
Nasib terdapat arwah yang suka memakan manusia? Pikirnya macam macam
.
“Hai
pemuda! sedang apa kau disini?” suara itu terdengar kembali.
Pemuda
tersebut terlonjak untuk kedua kali. Dengan perasaan yang meluap ia membalas
“Siapa kau? Tunjukkan wajahmu! Dimana kau?” pemuda itu berlari dan mengambil
tombak tak jauh dari tempatnya istirahat. ia mencari asal muasal suara
itu.memanjat, mencari di
semak-semak, bahkan setelah
beberapa jam hasilnya nihil. Suara itu tak muncul kembali. Kemudia
n tiba tiba.
“Aku
di
sini.
Hahahahaha
,
suara itu terdengar sangat dekat, bahkan lebih dekat dari tiup angin.
“Siapa
kau! Kau dimana?” pemuda menjawabnya dengan jengkel.
“Aku
di
sini,
di
belakangmu,”
dengan sangat kaget pemuda tersebut menoleh ke belakang dan bertanya tanya,
“Apakah
kau pohon ini?”
“Tidak,” jawab suara
tersebut singkat
.
“Atau
jangan-jangan kau adalah batu, apa maumu?” sanggah pemuda tersebut dengan nada
tinggi.
“Aku
tidak menginginkan apapun darimu
, pemuda. Apa yang kau cari di Hutan. Nasib? Kisah
cinta? Atau kau mencari kekayaan?”
“Bagaimana
batu sepertimu dapat berbicara?” hirau sang pemuda dengan pertanyaan batu
“Aku
lahir dari harapan orang-orang yang minta petunjuk di hutan ini. Memang bodoh.
Kau pasti punya pertanyaan juga kan? Karena itu kau pergi ke hutan ini. Yang
jelas, aku dapat membantumu mencari jalan untuk mencapai jawaban atas semua
pertanyaanmu,”kata batu menimpali
.
“Bagaimana
aku bisa hidup sedangkan irama itu belum membunuhku?” tanya pemuda tiba tiba.
“Akan
kuceritakan kepadamu, bagaimana asal muasal kau bisa diciptakan. Duduklah di
sini dengan tenang
dan dengarkan dengan baik ceritaku ini
!
“Apa
yang aku dapat dari mendengarkan ceritamu?” tanya pemuda
.
“Kau
akan hidup setelah irama itu membunuhmu
,” jawab batu.
“Baiklah”
Kemudian
batu misterius itu bercerita
,
“kau ta
hu wahai sang
pemuda, beribu tahun lalu sebelum langit diciptakan, sebelum air dihisap habis
dan dimuntahkan dimana-mana, sebelum burung dapat mempunyai sayap dan sebelum
harimau bisa mengaum. Ada seseorang yang disebut dengan pencerita
.
“Siapa
itu pencerita wahai batu misterius?” potong pemuda tersebut
.
“Kubilang
duduk dengan tenang! Aku belum selesai berbicara padamu. Dari pencerita itu,
aku mendapat satu cerita yang amat menarik tentang manusia dan segala tetek
bengeknya.”
“Maaf,
baiklah aku tak akan bertanya lagi
,” sesal sang pemuda.
“Suatu
hari seorang bayi dilahirkan di
muka bumi ini. Tidak, lebih tepatnya
bayi yang membawa kutukan. Bayi itu membawa kegelapan dan kematian. Setelah
bayi itu lahir ibunya harus segera memusnahkannya. Tapi memang dasar manusia bodoh!
Ia tidak segera membuang atau membunuh bayi itu, tetapi memberikannya pada ibu
kegelapan. Ia tumbuh besar menjadi seorang pemuda tangguh dengan asupan kasih
sayang yang sangat memadai dari ibu kegelapan hingga suatu hari, terjadi
pertengkaran antara pemuda itu dan gadis yang tidak lain adalah anak dari ibu
kegelapan. Sang pemuda bertarung keras hingga ia lalai dan membunuhnya. Ibu
kegelapan sangat marah. Ia mengutuk pemuda itu Kau tidak akan bisa hidup sebelum irama itu membunuhmu!’ kemudian mengusir pemuda itu pergi berkelana
dan mencari jawaban atas kutukan ibu kegelapan. Setelah beribu tahun kemudian,
dengan badan yang sudah tak seperti dulu~tua renta , pemuda itu bersemedi
dibawah pohon beringin besar dan akhirnya bertemu dengan Sang Pencerita yang
tak lain bernama Irama”.
[]
Penulis
Choirun Nisa Ulfa

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Iffah Nurul Hidayah Mored Moret

Cerpen Mored: Percaya

Ahmad Radhitya Alam Puisi

Ludruk dan Puisi Lainnya Karya Ahmad Radhitya Alam

Mahabatush Sholly Resensi

Resensi: Seribu Kebohongan untuk Satu Kebahagiaan

Arian Pangestu Cerpen

Cerpen – Gulistan

Apacapa Rahman Kamal

Cerpen: Kunang-kunang di Atas Perahu

fulitik Marlutfi Yoandinas masrio

Buka Bersama Seniman: Mas Rio Didoakan Menjadi Bupati Situbondo

Ahmad Zaidi Kuliner Situbondo

Nasi Karak, Takar dan Gesseng

Puisi Syukron MS

Puisi: Kesaksian Burung Trinil

Uncategorized

Puisi Mored: Lembung Kejora

alif diska Mored Moret

Puisi Mored: Kepada Bumi dan Manusia

Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 4)

Agus Hiplunudin Buku Feminis Politik Ulas

Ulas Buku : Perempuan, Politik, dan Pemilu

Buku Farizzal Qurniawan Hendra Saputra Resensi Ulas

Resensi: Dilan 1983: Wo Ai Ni

Buku Kholil Rohman Resensi Ulas

Resensi: Kambing dan Hujan

Apacapa Fendi Febri Purnama Musik Ulas

Langngo: Ekspresi Keroncong Kekinian yang Membawa Warna Budaya

Cerpen Muhammad Lutfi

Cerpen : Agama dan Prasangka Karya Muhammad Lutfi

Cerpen Lia Fega

Cerpen : Perselisihan untuk Sang Tuan Karya Lia Fega

Agus Hiplunudin Apacapa

Rahasia Hidup Bahagia Ala-Kaum Stoik

Apacapa covid 19 Marlutfi Yoandinas

Di Tengah Pandemi Kita Bisa Apa?

Nida Nur Fadillah Puisi

Puisi: Angin Misterius