Puisi-puisi T.
Rahman Al Habsyi
Rahman Al Habsyi
Tepi
Bukit Panduman
Bukit Panduman
Ilari
dibawah bulan yang
tidak begitu terang
tidak begitu terang
sekitar tampak
hitam legam
hitam legam
dingin
menusuk-nusuk tulang dan badan
menusuk-nusuk tulang dan badan
kau bercerita
segala isi dalam dada
segala isi dalam dada
arah pandang kita
menatap lampu temaram kota
menatap lampu temaram kota
kita sekarang di
puncak Desa Panduman istimewa
puncak Desa Panduman istimewa
sebagai dua orang
yang sama-sama terluka dipaksa untuk tertawa
yang sama-sama terluka dipaksa untuk tertawa
malam makin larut
kabut turun
memuntahkan alam yang kalut
memuntahkan alam yang kalut
sedang kita saling
peluk dalam takut
peluk dalam takut
bebatuan kecil
mempersilahkan kita duduk
mempersilahkan kita duduk
akar rumput didepan
aku cabut-cabut
aku cabut-cabut
kita belum
bergeser sedikitpun
bergeser sedikitpun
sedang bulan akan
segera tenggelam
segera tenggelam
dilumat pagi yang
mengantarkan kecemasan
mengantarkan kecemasan
dipembuluh darah,
dinding jiwa, pelataran mata
dinding jiwa, pelataran mata
dan rongga tubuh
paling sensitif menumbuhkan cinta
paling sensitif menumbuhkan cinta
Sumber Candik,
2018
2018
Sumber
Candik
Candik
di dusun ini, pagi
digantung kepada angin
digantung kepada angin
tertiup jauh dari
keriuhan kota, sampai pada masa kanak
keriuhan kota, sampai pada masa kanak
yang diabaikan
mata
mata
angin dapat
mengantarkan musim
mengantarkan musim
yang kerap menabur
khawatir pada petani di ladang
khawatir pada petani di ladang
dusun kecil dalam
kesunyian alam
kesunyian alam
siang pergi maka
malam datang
malam datang
selalu berganti
tetapi tak mengubah nasib petani
tetapi tak mengubah nasib petani
kau lihat
dikejauhan itu
dikejauhan itu
perempuan tua dan
anak gadisnya
anak gadisnya
dipikul segala
takdirNya
takdirNya
Alam
Ialah Sekolahku
Ialah Sekolahku
alam ialah
sekolahku
sekolahku
mengajarkan segala
yang tak bermula
yang tak bermula
atau yang pernah
ada tetapi sekarang tiada
ada tetapi sekarang tiada
gunung diarah
utara
utara
saban pagi aku
menaiki jejal ladang
menaiki jejal ladang
menulis di hati
tentang tanah, rumput liar,
tentang tanah, rumput liar,
binatang tak
berkaki, dan pohon yang kerap ditebangi
berkaki, dan pohon yang kerap ditebangi
Sumber Candik,
2018
2018
Kehilangan
Ini
Ini
tak ada kehilangan
paling menyakitkan
paling menyakitkan
kecuali pernah
merasa memiliki
merasa memiliki
tak ada kehilangan
kecuali hari ini
kecuali hari ini
kehilangan diluar
kepergian
kepergian
kehilangan ini;
laut, ikan, karang, dan segala isi
laut, ikan, karang, dan segala isi
tumpah segala
sedih dibawah kendali
sedih dibawah kendali
kita terbawa pada
gelombang yang mengambang,
gelombang yang mengambang,
berputar-putar,
melingkar-lingkar, sepanjang kehilangan
melingkar-lingkar, sepanjang kehilangan
awal kedatangan
Singaraja, 2018
Dalam
Kanvas
Kanvas
dalam kanvas ada
gambar yang tak pernah selesai
gambar yang tak pernah selesai
dibuat oleh
pelukis perempuan
pelukis perempuan
yang tak mau
beranjak dalam kesadaran
beranjak dalam kesadaran
membentang jalan
pulang keheningan
pulang keheningan
aku tahu, malam
tak mau datang
tak mau datang
setelah semua yang
kau gambar
kau gambar
bukan lagi aku
yang melekat dalam ingatan
yang melekat dalam ingatan
gambar-gambar
seperti sarang burung yang lama ditinggal
seperti sarang burung yang lama ditinggal
di atas pohon,
daun yang berguguran, ranting berjatuhan
daun yang berguguran, ranting berjatuhan
tumbang dalam
cerita yang tak pernah usai
cerita yang tak pernah usai
Singaraja, 2018
Biodata
Penulis
Penulis
T. Rahman AlHabsyi lahir di Bondowoso, dan sekarang berdomisili di Bali dan merupakan salah
satu pengiat literasi di “Perpustakaan Jalanan Lentera Merah Singaraja”. lelaki
yang men-dewi-kan ibunya. Suka menulis Cerpen, Esai, Puisi. Juara III lomba
karya esai Festival Anti Korupsi 2017 yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis
Independent (AJI) Denpasar dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), puisinya
pernah menjadi kontibutor di CV. Saweupena Publisher, Aqla media, Mazemedia,
Writing is Amazing WA Publisher Bukit tinggi-Sumatra Barat, Withim Of The 2nd
Asean Poetry Writing Competition Them “Puisi dan Perdamaian”. Ontologi Buku
Puisi Saron (2018), TribunBali. Tulisannya juga bisa dilihat di Tatkala.co
Media sosial fb :
Taufikur Rahman Al habsyi
Taufikur Rahman Al habsyi
WA : 082144719306
Tinggalkan Balasan ke Rudik Wardana Batalkan balasan