Puisi: Kehilangan Karya Wahyu Lebaran


PUISI-PUISI
WAHYU LEBARAN*
KEHILANGAN 1
sudah kubuang, lembaran kertas
tulisan tangan.
sebagian kubakar, sesekali terbayang
membakar kenangan.
cinta begitu sunyi, gelap,
dan mendung.
hujan menetes kecil,
jendela memburam.
berlembar kertas mengabu,
sesudah itu.
rindu ingin bertemu,
mencicip moka, di kafe yang dulu.
akankah hilang bekas-genggamanmu—
di peron, di stasiun yang menua itu?
KEHILANGAN 2
di losmen, di perbukitan ini
kenangan tertuang di cup kopi.
kita tak pernah lagi bersua,
sesudah potretmu terpampang di spanduk,
di papan reklame, di kota-kota—
tinggal kesepian yang memenjara.
untuk apa berkoar,
bukankah lebih baik kembali—
menggambar sketsa berdua,
di lembaran yang masih tersisa?
SENDIRI 1
malam meleleh
air menetes, membasah di jalanan
hutan beton membiak, merapat
angka-angka di kalender terus gugur,
berserak
(apakah
cinta masih yang dulu
: menari, bernyanyi di kota ini?)
jam berkarat, tanda usia berkurang
: ke mana dirimu, kini?
ingin kusua, membenam cahaya:
masihkah bersedia?
SENDIRI 2

apakah waktu masih menyimpan rahasia
: bersulang anggur, di malam itu?

aroma kretek yang kautiupkan
sungguh membelah udara

berulang kubuka album tentangmu
: rindu lagu yang kaunyanyikan!

ke manakah kini
pergimu?

dinding beton tempat yang dulu
tinggal gelas bekas dan botol kosong

ingatan senantiasa menyimpanmu
malam menangis, pilu

dekap dadaku!
ingin kukucak rambut ikal itu!



DI KOTA JAJAG
: Iin Ainu Rohmy
Di kota ini, mesti kulihat perempuan
kecil mengayuh sepeda yang menertawakan dirinya sendiri tanpa karena. Rambutnya
yang hitam diterpa angin, bagai tengah berbagi cinta kepada pengemudi yang
membunyikan klakson penuh benci.
Matanya hitam, meneduhi aspal yang
disinari dendam. Ingin kukejar ia sebagaimana dulu aku mengejarmu. Sambil
berteriak “Tunggu aku!”
Di kota ini, aku melihat perempuan kecil
itu sebagai dirimu. Aku mengingatmu selalu. Mengingatmu, jauh, hingga kesedihan
begitu sendiri.
Biodata Penulis

*) Wahyu Lebaran.
Bergiat di komunitas Tobong Karya, Blokagung, Banyuwangi. Kumpulan puisi
pertamanya, Kesaksian Musim (2016).



Sumber foto : pexels

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Puisi: Kehilangan Karya Wahyu Lebaran”

  1. Manis sekali pengungkapan kepedihannya.. tetap berkarya yaa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Musik Nafisah Misgiarti Situbondo Ulas

Ghu To Ghu dan Makna Perjalanan

Apacapa Raisa Izzhaty

Laki-laki Memasak dan Mencuci? Ah, Biasa Saja!

Anwarfi Kurliyadi Puisi

Puisi-puisi Kurliyadi: Yang Kita Ingat

Ipul Lestari Prosa Mini

Perempuan yang Jatuh di bawah Hujan

Busyairi Puisi

Puisi : Kerudung Biru Karya Busyairi

Ahmad Zaidi Cerpen

Lelaki yang Datang Bersama Hujan

Edo Sajali Komik

Komik: Si Babal dan Kekasihnya

Buku Thomas Utomo Ulas

Teka-Teki Tenis, Sosok Misterius, dan Cinta Berlarat

Agus Hiplunudin Buku Feminis Ulas

Ulas Buku – Politik Gender karya Agus Hiplunudin

Puisi Rudi Santoso

Puisi – Aku Ingin Menajadi Kalimat di Doamu

Resensi Thomas Utomo

Resensi: Perempuan Berdaya dan Benteng Ketahanan Keluarga

Irham Fajar Alifi Puisi

Puisi: Kita Tak Sendiri

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen : Seorang Perempuan dan Tengkorak di Pelukannya

Cerpen Sungging Raga

Cerpen: Harimau dan Gadis Kecil

Fendi Febri Purnama Puisi Madura

Puisi Madura: Bânnè Gârimisen Polè

cerpen dan puisi pilihan takanta

Pengumuman Cerpen dan Puisi Pilihan Takanta 2020

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Teman Saya yang Sudah Menjadi Ayah

Cerpen Yudik Wergiyanto

Cerpen – Musim Kawin

Musik Supriyadi Ulas

SID, Keroncong, dan Lirik Penggugah

Nur Akidahtul Jhannah Penerbit

Buku Warna Keraguan