Puisi : Kisah Angsa Jantan Karya Fahris A.W.

Puisi-Puisi Fahris A.W.
KISAH ANGSA JANTAN
Suatu senja di musim kemarau nan gersang
Ketika butir debu menyeka air mata
Dari tangis rumput kecil di tanah tandus
Yang
menjadi
saksi jejak kaki sang angsa
Melangkah lunglai dengan mata buta
Mencari
sang betina yang lama terpisah
Berjalan…terusberjalan…
Hanya arah angin sebagai penunjuk jalan
Dengkik sayap di tengah resah
Hiraukan tenggorokan bersama dahaganya
Lenyai tungkai di tengah gelisah
Tak pedulikan perut dengan laparnya
Sang
angsa
jantan berjalan…terus berjalan…
Sembari mengenggam sebuah harapan
Yang
terbungkus
restu Tuhan
Mencabik arang memangil juwita
Melaung nyanyian mencari cindur mata
Di manakah engkau wahai puspaku?
Di manakah engkau wahai kasihku?
Berseru…terus berseru…
Bersenadunghendaklupkanrindu
Perak
suara
dalam doa
Bercak darah dalam jejak ibadah
Terjawab sudah…
Permohonan si angsa…
Tercium wangi surai tubuhnya
Terbayang elok durja sang betina
Langkah
demi langkah
Lelah makin lelah
Lemah kian lemah
Dan
saat sang angsa
heran serta ragu
Karena
aroma sayu yang ia
tunggu
Berasal dari tumpukan tanah sendu
Remuk ambruk jantung seketika
Hancur lebur hati tiba-tiba
Pupus sudah..
Sirnah sudah…
Terpuruk rapuh dengan jiwa keruh
Terbaring lumpuh dengan rasa pilu
Lalu gugur menjelma pusara
Di samping makam teduh sang betina
Menjadi sepasang nisan cinta tanpa nama            

                                                           

BUNDA

Hela
na
pas berembus dalam
fitrah
Jiwa
yang rela taruhkan nyawa
Raga
yang ikhlas tuk sakit luar biasa
Agar
dapat memeluk tubuh lugu
Menatap
wajah teramat lucu
Dan
mendengar tangis merdu
Bunda…
Kau
timang daku tanpa keluh
Kau
dekap daku penuh kasih
Sembari
berbisik dengan lirih
Munajat
illahi dan sholawat nabi
Bunda…
Engkaulah
wanita terhebat
Wanita
paling kuat
Wanita
berhati seperti malaikat
Bunda…
Kau
bertarung dengan waktu
Tak
peduli wajah sayu penuh debu
Semangat
hidup yang tak pernah layu
Kau
selendangkan indah di
atas bahu
Ketika
tirai mega bersembunyi
Tanda
tubuh lembutmu mulai letih
Engkau
tiba dengan tertatih
Mengusap
keringat melawan mentari
Sembari tersenyum
menahan perih
Bunda…
Kau
berkelahi dengan terik dan hujan
Melukis
keriput di
atas
wajah
Tak
peduli tapak gemulaimu penuh luka
Demi
menggantung asa di pintu rumah
Di kala senyap penuh
penat
Kau
terbangun dari lelap
Untuk
menjadi kelambu tidur dalam gelap
Agar
mimpiku tetap nikmat
Bunda…
Maafkanlah
beta
Atas
bakti yang tak sempurna
Atas
ucap yang selalu membantah
Dan
sikap ang sering membuatmu marah
Terimakasih
atas segalanya bunda                                      
Terimakasih….                                                                                         
Aku takkan pernah bisa
membalasnya
Biodata
Fahris A.W. tinggal di Situbondo sekaligus mahasiswa UNARS Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Indra Nasution

Gepsos: Merayakan Kemerdekaan ke 72

Polanco S. Achri Puisi

Puisi: Di Belakang Pondokan Teringat Du-Fu

Moh. Yusran Moret

Puisi Mored: Madu Empedu dan Puisi Lainnya

Ahmad Zaidi Cerpen

Balu dan Cerita-Cerita Aneh

Anwarfi Miftah Zururi Puisi

Puisi-puisi Miftah Zururi: Kamar Mandi Sekolah

Khairul Anam Puisi

Puisi: Manunggal Rasa

Apacapa

Arèsan Kompolan: Pergumulan yang Bukan Sekedar Rasan-Rasan

Advertorial

Tips Memilih Celana Boxer Agar Nyaman Digunakan

Apacapa Rusdi Mathari

Bahasa Puasa dan Ramadan

Buku Indra Nasution Ulas

Antonio Gramci: Negara dan Hegemoni

Anwarfi Ngadi Nugroho Puisi

Puisi-puisi Ngadi Nugroho: Ramadan

Apacapa apokpak N. Fata

Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Cerpen Lia Fega

Cerpen : Perselisihan untuk Sang Tuan Karya Lia Fega

Muhaimin Prosa Mini

Gadis dan Nyanyian Ombak

Kampung Langai

Free Download Buletin Festival Kampung Langai

Cerpen Eko Setyawan

Cerpen Pledoi Jagung

Uncategorized

Mohon Maaf Jika Tulisan Ini Tidak Terlihat

Cerpen Nanda Insadani

Cerpen : Mayat-Mayat Tercinta Karya Nanda Insadani

Apacapa Indra Nasution

Pengaduan Orang-Orang Pinggiran

Apacapa Opini

Bagaimana Jika Situbondo Menjadi Kota yang Ramah Bahasa Indonesia?