Puisi Mored: Di Ujung Senja yang Abadi


Oleh: Alif Diska*

Pengasih
dan Penyayang

Manusia seperdetik
seperti rintik hujan tanpa titik
Meramu hari dengan
antologi dan persepsi sendiri-sendiri tentang masa kini
Berbekas dan
tercatat atas segala hak yang ditindas dan semena-mena tanpa batas oleh pihak
atas
Kita, kaum
terpelajar harus menuntut diri untuk menjadi sosok penyelamat bagi kaum yang
beradab
Mengerahkan segala
hal tentang kemanusiaan tanpa paham kiri atau kanan
Tidak menindak
setiap kaum layaknya iblis tanpa ampun
Kita, harus
menuturkan apa artinya kebersamaan dan menjunjung tinggi nilai antar sesama
Meraih penghargaan
tentang kebajikan dan tidak semena-mena pada keburukan
Merangkul yang
buruk untuk dirubah bentuk
Bukan menjadi
iblis yang terkutuk

Di
Ujung Senja yang Abadi
Kini, waktu
merentangkan detiknya
Melampiaskan
segala hal kepada sang surya
Ia tampak gundah,
gelisah, bercampur bahagia
Merindukanmu ?
Mungkin adalah jalan yang ia tempuh
Melihatmu tertawa
? Mungkin itu yang ia suka
Memelukmu ?
Mungkin itu cara ia memberimu kehangatan
Kini, ia menghentikan
geraknya
Memberimu hadiah
Hadiah yang
terukir indahnya
Terlukis warna
jingga keunguan diatasnya
Melambangkan cinta
yang teramat besarnya

Cinta
yang Sederhana
Mencintaimu dengan
sederhana,
adalah cara yang
“sederhana” sendiri pun sulit mengucapkannya dengan sesederhana
mungkin

Waktu
yang Tak Berpenghuni
Detik pun berhenti
saat menatapmu
Menorehkan rasa
yang sulit terungkap oleh menit
Dan membuat
linglung para pengamat jam
Waktu itu fana
Waktu itu tak
berpemilik
Waktu itu hampa
Waktu itu aku


_________________
*) Alumni SMAN 1 Situbondo. Pegiat Sastra SMASA. Penyuka karya Puthut EA.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Esai Halimah Nur Fadhilah

Kemajuan Teknologi Dalam Dunia Pendidikan

Buku Feminis Mochamad Nasrullah Ulas

Resensi: Kesegaran (Perjuangan) Wanita dalam Menanam Gamang

Penerbit

Buku: Mata Ingatan

Apacapa Marlutfi Yoandinas Situbondo

Refleksi September Hitam

Apacapa covid 19 Marlutfi Yoandinas

Di Tengah Pandemi Kita Bisa Apa?

Puisi Syukron MS

Puisi: Kesaksian Burung Trinil

Apacapa covid 19 Regita Dwi Purnama Anggraini

Vaksin Covid-19 tiba di Indonesia, Disambut Penolakan dari Masyarakat dengan Alasan Ragu?

Apacapa Kampung Langai

Langai: Bersuara Ataukah Dibungkam?

Apacapa Denny Ardiansyah

Menjelajah Selawat Nariyah di Situbondo

Andi Fajar Wangsa Puisi

Kendari Selepas Hujan dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Moh. Rofqil Bazikh Puisi

Kasidah Petani dan Puisi Lainnya Karya Moh. Rofqil Bazikh

Buku Indra Nasution Ulas

Ulas Buku: Manusia dalam Genggaman Media

Apacapa Uwan Urwan

Cangkaro’ Camilan Murah

Puisi Uwan Urwan

Kita Telah Mati

fulitik hans

Patennang! Honorer Pemkab Situbondo yang Dirumahkan Bakal Direkrut Koperasi Merah Putih Loh

carpan Fendi Febri Purnama Madura

Carpan: Sè Ronto

Fendi Febri Purnama Puisi Madura

Puisi Madura: Pètto Bellâs

Cerpen

Cerpen: Juru Rawat Kenangan

Aprilia Dwi Nur Hartanti Buku Resensi Ulas

Resensi: Aku Tak Membenci Hujan

Apacapa Rahman Kamal

Menghidupkan Kembali Semangat Ki Hadjar Dewantara