Puisi-puisi Aditya Ardi N: Memorabilia Wartel



memorabilia
wartel

 

dari kbu 1 aku memanggilmu

lewat sambungan langsung jarak
jauh

 

di luar kbu seakan lenyap
segala derap

segenap suara seakan dibisukan

dan kabut berlepasan dari
liang pikiran

 

“aku masih mendengarmu. lekas
utarakan madah kerinduan,

seharum sedap malam. sebelum
malam jadi jelaga,

dan pagi akan menyusutkan
renjana di relung sukma,” katamu.

 

“setiaku, kekasih. tak bakal
dirisak oleh jarak.

sebab kau tahu, hanya engkau
kembang api

bagi jiwa kanak-kanakku,”
sahutku.

 

dan benar seperti katamu

begitu kututup teleponku

malam segera jadi jelaga

 

 

 

senin yang sisnis

 

orang-orang bangun di pagi hari

menyiapkan diri dengan menggosok gigi, menyeduh
kopi,

sarapan nasi goreng dilengkapi telur mata sapi.

 

memerlukan beberapa menit untuk merapikan

kesangsian kemarin di depan cermin

 

jam kerja sudah menanti

bunyi klakson bertubi-tubi

menggusah keheningan pagi

 

dan beberapa pekerjaan mesti dibereskan

suara mesin printer mencetak kesibukan

agenda rapat dan sarasehan

seminar-seminar dan pelatihan

 

jam 9 pagi aku baru bangun dari mimpi

beranjak ke dapur untuk membikin kopi

aku membaca pesan di ponsel,

“kamu telah melewatkan kesibukan-kesibukan umat
manusia

 sebelum
jam 9 pagi dan merasa baik-baik saja. kamu hebat!”

 

setelah membaca pesan itu

aku meneguk kopi dan mulai memikirkan seseorang

yang bisa membantuku segera resign dari
pengangguran.  

 

 

 

 

gabut

 

di bawah dop lima watt

dan segelas robusta yang
diseduh tanpa gula

kusandarkan hari-hariku yang
mendrik

dan malam-malamku yang
mendelik

 

jerit gitar crunchy

menjadi backsound bagi
antologi geremang

pengunjung kedai kopi yang
gamang

 

malam semakin labil

orang-orang tidak lagi bicara

tentang bagaimana menanam ubi,

bagaimana mengatasi sampah
plastik,

atau bagaimana cara menghemat
listrik

 

orang-orang mulai bicara
hal-hal

yang sebetulnya tak begitu
mereka pahami

: korelasi antara cinta dan
sepi, peradaban dan ai.

 

di bawah dop lima watt

dan segelas robusta yang
diseduh tanpa gula

kusandarkan hari-hariku yang
mendrik

dan malam-malamku yang
mendelik

setelah aku mendengarmu
berujar,

“kelak cintaku. kau akan
melupakanku,

sebagaimana pagi melupakan
lampu merkuri.”

 

 

 

puisi
di balik nota laundry

 

iyak namanya

mencuci dan menyetrika
kerjanya

hidup yang lebih keras dari
musik paling cadas

telah ia libas, telah ia gilas

 

segumpal rasa lelah

ia sembunyikan di bawah lidah

 

iyak namanya

mencuci dan menyetrika
kerjanya

dengan kedua tangannya yang
sepadat baja

ia gebuk gugusan tahun-tahun
buruk

 

rasa ingin menyerah telah ia
gusah

 

iyak namanya meski keras
kepala

hatinya diliputi rasa iba

pada manusia papa yang kerap
ia jumpa

 

“hidup adalah hidup.

meski kadang terang kadang
redup.

kita harus tetap murup, harus
tetap murup.”

 

 

 

dukacita
dompet 1

 

kebutuhan sehari-hari laiknya
taufan

mengembuskan dingin angin
kehampaan

ke dalam dompet yang cuma
berisi bukti angsuran

 

 

 

dukacita
dompet 2

 

malam berminyak

mimpiku kian jauh dari lemak

kebutuhan sehari-hari kian
mendesak

di dompet cuma berisi tangis
dan isak

 

 

 

BIODATA PENULIS

Aditya Ardi N., bermukim
di Jl Musi No. 137 Ngoro, Jombang, Jawa Timur.
Buku  puisinya yang telah terbit antara lain Mobilisasi Warung Kopi (2011); Mazmur dari Timur (2016); Manifesto
Koplo
(2019).  Beberapa karya puisi
dan esai dimuat di media online/cetak
 
lokal maupun nasional. IG: @aditya_ardi_n 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, lahir dan tinggal di Situbondo. Alumni DKV
Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner @diniharistudio
Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Perempuan yang Suka Melihat Hujan

Prosa Mini Zainul Anshori

Pertemuan dengan Seorang Gadis Desa

Madura Puisi Madura Sastra Situbondo

Puisi Madura: Namen Loka

Apacapa Kampung Langai

Mengenal Festival Kampung Langai Situbondo

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Parabân Nyangsang

Buku Resensi Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Menguak Lapis-Lapis Kebohongan

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Situbondo : City of Sellow

Puisi Ratna Kuatiningsari

Puisi: Doa-Doa Semak Belukar

Puisi Rudi Santoso

Setan Rindu dan Puisi Lainnya Karya Rudi Santoso

Cerpen

Setelah Canon In D, Aku Mungkin Tak Ada Lagi

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo Totor

Pantun Madura Situbondo (Edisi 5)

Nanda Adi Kurniawan Puisi

Puisi: Bunga Malam

Puisi Wahyu Lebaran

Puisi: Kehilangan Karya Wahyu Lebaran

Apacapa

Sebuah Cerita Horor Tentang Pernikahan

Apacapa Hafizh Rafizal Adnan

Suka Duka Menjadi Anak Pejabat

Apacapa

Patung Letnan Nidin dan Letnan Soenardi, Hanya Pajangan Belaka (Bagian I)

Ayu Wulandari Buku Resensi Ulas

Resensi: Jungkir Balik Pers

Alexong Apacapa

Wahana Trampolin, Catatan Pameran Exposition

Cerpen Fajar SH

Cerpen: Jurang Ludruk

Apacapa Arif Arva

Apresiasi Pemilu 2019 Tanpa Kecurangan Serta Politik Uang