Puisi-puisi Rizal Kurniawan: Ibu Kota Baru Suatu Pagi

 


Ibu kota Baru suatu Pagi

 

ibu kota
baru suatu pagi adalah pesan

yang
harus diantar segera ke desa-desa kecil kalimantan

kita
masih boleh memilih:

melajukan
mobil pajero ke palangkaraya utara

atau
menaiki rental astrea untuk sejenak bermain dengan dayak-dayak kecil yang tak
sekolah

 

hanya
hujan yang dapat menemani badan perencanaan pembangunan nasional berpikir

serta
berdoa agak uang yang diselipkan dalam saku tetap aman

sementara
kita tak perlu risau

tempat
yang dulu penuh dengan pohon-pohon

kini
telah ditumbuhi bebangunan yang sebelumnya belum kita kenal

di tengahnya telah dibentang-bentangkan nasib dan kekecewaan

 

ibu kota
baru suatu ketika menjelma ruang yang tak cukup untuk berdua

dan
tiga keluarga berencana

namun
yang paling senang dan patut disyukuri

ada
waktu berenang dan memanah

atau
sekadar olahraga kecil di alun-alun kota

 

ibu kota
baru suatu ketika tidak mau direpotkan jika ramai orang datang

semacam
kunjungan rombongan istana negara dan barisan paspampres

“hendak
ditaruh di mana kayu-kayu penebangan liar biarpun telah ditutup karpet
merah?”

sebab
sawit-sawit yang telah terbakar

bersama
panasnya garis katulistiwa

akan
mempersulit orang-orang menemukan tempat bercinta dan menyanyi

 

namun
jangan khawatir

kita
akan menjadwalkan segera

jalan-jalan
ke ibu kota baru

entah
esok, entah kapan

sebab
hari-hari depan masih layak dijalani

 

Jember,
2022.

 

 

 

daun bawang di bulan kemarau

 

dengarlah:
akan datang musim di bulan-bulan kemarau

suara
cangkul pertama

dan
nyanyi-nyanyian manis javanica dalam hutan yang dalam

 

kau
dapat menyimak bagaimana

para
perempuan-perempuan tengger bekerja

yang
harum tubuhnya

tak
dapat lepas dari daun bawang dan kesedihan

sebab
agama tak lagi dapat memeluk mereka

 

sedang
air mata

menjadikannya
upacara kasada sebagai peringatan yang agung

sekaligus
pertanda, akan lahir kebisingan manusia-manusia

 

kami
berbahagia dan ikut senang kalian datang, kemarilah untuk kita sambut”

 

namun,
kalian lebih memilih memberi kami pemandangan yang sepi

pertumbuhan
penginapan dan jejeran homestay angkuh

juga
cafe shop lengkap dengan turis-turis mancanegara

yang
tak akan pernah dan mampu kami jangkau

 

sementara
desingan suara jeep

yang
saban malam menyelimuti

sekaligus
menjadi nada penghantar tidur anak-anak kami

tak
akan pernah dapat kami lawan

 

;”sarung-sarung

jadi
pelindung sekaligus tanda cinta terakhir

yang
kini hanya kami miliki”

 

 

Jember,
2022.

 

 

 

 

cinta dan paradoks

 

pagi
sekali

bahkan
padi-padi belum sempat menyanyikan keheningan yang gemetar

sebatang
revolver dan ak-47 tumbuh

di
depan gubuk, tempat peribadatan dan posyandu

kau
bangun jembatan-jembatan kayu dan dermaga: untuk mengirim kami ke neraka

 

siang
yang terik adalah ironi

dari
nasib kami yang mirip benda-benda

tidak
ada keniscayaan

untuk
meratapi hal yang terlalu sukar digapai

 

puisi-puisi
datang telat lalu tersumbat dan mampet

sebelum
masuk ke telinga

dan
nurani

sebab
pendengaran telah tumpul

oleh
amarah, nafsu dan hasrat politik yang menggusur masa depan dan keheningan kami

 

sementara
di seberang jalan

kami
dengar raung dan tangisan yang menggema

masuk
ke dalam mimpi kanak-kanak

menjadikan
mereka seperti benalu yang mencekik kami perlahan

sedikit
demi sedikit

sampai
semua tak dapat dihisap

 

oh
tuhan yang berpikir

tuhan
yang selalu tahu bagaimana, seharusnya, kami bertingkah dan berlaku

beri
kami keleluasaan untuk menangisi nasib

sebelum
suara-suara sepatu, alat berat pembangunan berkelanjutan, manusia-manusia
pembawa map merah datang

lalu
menodong kami dengan bolpoin di tangan kanan, pisau di tangan kiri

meminta
coretan di atas kertas yang tak kami ketahui apa namanya dan dari mana asalnya

 

Jember,
2022

 

 

 

 

TENTANG
PENULIS

Rizal
Kurniawan, lahir di Lamongan. Tertarik pada isu-isu seputar sastra, kebudayaan
dan jurnalisme. Pernah belajar di salah satu kampus Jember selama 4.5 tahun dan
saat ini sedang mengembara di Jakarta.

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi,
alumni DKV Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner
@diniharistudio Situbondo.

Penulis


Comments

2 tanggapan untuk “Puisi-puisi Rizal Kurniawan: Ibu Kota Baru Suatu Pagi”

  1. Avatar Anonim

    Bagaimana caranya agar bisa mengirimkan naskah puisi

  2. Bisa baca ketentuan naskah di footer web

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Fahrus Refendi

Cerpen: Tahun Baru Terakhir

Apacapa Iip Supriatna

Tantangan Pendidikan di Era Millenial

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Puing Hampa

Uncategorized

Ulas Buku: Cegah Stunting Sedini Mungkin

Cerbung Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 2)

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Melihat Pemkab Situbondo Bela Non-ASN yang Dirumahkan

Advertorial

Atur Keuangan Anda dengan Baik

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Cerita untuk Kekasihku Karya Haryo Pamungkas

Apacapa Marlutfi Yoandinas Sastra Situbondo Sofyan RH Zaid

Puisi Nadhaman dan Hari Chairil Anwar

Apacapa Esai Imam Sofyan

Wisata Perang: Gagasan Brilian Sang Bupati

Puisi Thomas Elisa

Puisi-puisi Thomas Elisa

Apacapa Fendi Febri Purnama

Kolong Situbondo: Ada yang Beda pada Diksi Bahasa Madura di Situbondo #1

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen: Janda

Penerbit

Buku: Mata Ingatan

Puisi Saifir Rohman

Puisi : Tikungan Berdebu Karya Ayif Saifir R.

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : Mimpi Setelah Membaca

Ipul Lestari Puisi

Alisa, Kamulah Puisiku

Moh. Imron Ngaleleng

Kendit Harmoni : Ketika Seni Menemani

Apacapa Esai Faidul Irfani Politik

Milenial Cerdas, untuk Pilkada Berkualitas

carpan Fendi Febri Purnama Madura

Carpan: Sè Ronto