Puisi: Wonokromo, Cinta, dan Masa Lalu

 

Sayur
Hijau

 

ada
yang mendesau

kala
jangkrikku menemukan

sayur
hijau di atas pot

kerajinan
kantung matamu.

 

ah,
pagi ini tubuhku tak ubah

terlafal
benar syahdu nada

dendang
krik-krik yang gelisah.

 

 

 

 

Wonokromo,
Cinta, dan Masa Lalu

 

di
sudut kota

yang
riuh rendah

kuselipkan
namamu

pada
bisikan.

 

di
dalam puisi

yang
singkat padat

kubekukan
jejakmu

pada
judul.

 

 

 

 

Rabun
“Senja”

 

terlalu
lembur memikirkan rindu,

dia,
dan insomnia

membuatnya
idap rabun senja.

 

 

 

 

Hilang

 

berbaliklah

agar
aku memelukmu dari belakang

dengan
hangat dan erat

kendaralah

hadapi
rambu jalan.

 

kelak
jika kau rindukan penghabisan ini

berbaliklah

di
belakangmu akan ada angin panjang

yang
bisa kau peluk pelan

sambil
segala aku kau kenangkan.

 

 

 

 

Menuju
Kereta

 

kau
bersijalan dengan ransel kenangan

sepatu
jarak dan jaket pelindung ingat

menuju
kereta.

 

puisiku
petang merendah.

bayangan
yang naik sepinggang ke bawah.

sedang
mata tajam terpancang

menekurimu
dari belakang.

 

 

 

 

21

 

ada
kan jemu dengar kabar burung seliweran tentang kematian. gagak-gagak berkumpul
seperti gulung lautan tercampur gugusan cairan gurita hitam, dan lesatan
jarum-jarum cahaya menusuk-nusuk setiap bagian terdalam batin kita. yang
ceruk-ceruk putihnya membayang terkembang bagai hologram.

 

ada
kan capai capai capaian. apalah bisa cari selain pertolongan? ini badan tak
bisa diandalkan, memagut batu nisannya sendiri. mestinya ada yang mencatatkan
atau biar terlantar luluh lantak, selamat jalan.

 

ada
kan tiada dibiarkan terbuang dalam bayang. tapi apa yang mesti disaku dan
dibuang? tak cukup gelas menahan pasir waktu terus jatuhan. sinar laser
kemudian mesti mengena retina mata. rabun senja. rabun senja segera datang,
bersiaplah berenang meminta numpang ke mega ikan mengentas pusar lubang hitam.

 

dalam
ombang-ambing pontang. adakah cara yang lebih tabah selain menatap langit untuk
khusyuk sujud ke tanah?

 

 

Biodata:
Syukron MS lahir dan menetap di Probolinggo.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Puisi: Wonokromo, Cinta, dan Masa Lalu”

  1. Mak sajen gegek deyeh tretan wkwkwkw

Tinggalkan Balasan ke Yuhuuu Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fulitik

Mas Rio Bantu Biaya Pengobatan Warga Situbondo di Bali

Dani Alifian Puisi

Pesawat Kata dan Puisi-Puisi Lainnya Karya Dani Alifian

Andi Fajar Wangsa Puisi

Teka Teki dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Apacapa Wahyu Umattulloh Al’iman

Langganan Kebakaran Hutan dan Alih Fungsi Lahan, Derita atau Bahagia

Apacapa Harjakasi Wahyu Aves

HARJAKASI : Hari Jadi Kabupaten Situbondo

fulitik hans

Patennang! Honorer Pemkab Situbondo yang Dirumahkan Bakal Direkrut Koperasi Merah Putih Loh

Muhaimin Prosa Mini

Gadis dan Nyanyian Ombak

Apacapa Iip Supriatna

Tantangan Pendidikan di Era Millenial

Apacapa Imam Sofyan

Aku, Polisi dan Buku

Apacapa Rully Efendi

Demam Tangan Disilang, Kaesang Pun Patennang; Komitmen PSI Lawan Korupsi

Esai N. Fata

Harlah ke-60: Mimpi-mimpi Semu Kader PMII

Nuriman N. Bayan Puisi

Puisi – Januari yang Yatim Februari yang Piatu

Buku Indra Nasution Ulas

Ulas Buku – Jurnalisme dan Politik di Indonesia, Biografi Mochtar Lubis

Buku Junaedi Ulas

Jangan Tinggalkan Desa, Karena Desa Layak untuk Diperjuangkan

Ahmad Zaidi Cerpen

Randu Agung

Cerpen Haryo Pamungkas

Kota yang Bernama Kata

Agus Yulianto Cerpen

Cerpen : Cinta Semusim Karya Agus Yulians

Moh. Imron Puisi

Langai; Selimut Duri

Apacapa Moh. Imron

Wahyu Agus Barata dan Ipul Lestari ; Senior Kesepian

Apacapa fulitik kenalmasrio

Tebarkan Politik Baik, Mas Rio Traktir Ratusan Emak-Emak Makan Bakso