Resensi: Aku Tak Membenci Hujan

Oleh: Aprilia
Dwi Nur Hartanti

Novel
berjudul Aku Tak Membenci Hujan yang ditulis oleh Sri Puji Hartini ini
berhasil menarik perhatian para pembaca khususnya di kalangan remaja. Novel ini
juga merupakan novel best seller dengan total pembaca yang begitu banyak. Hingga
novel ini diangkat menjadi serial drama yang telah tayang baru-baru ini. 

Novel
Aku Tak Membenci Hujan menceritakan tentang seorang pemuda laki-laki
bernama Karang yang mempunyai trauma dari kecil. Trauma itu muncul dikarenakan
Ibunya yang selalu memperlakukannya dengan sangat kasar, hingga menyebabkan
Karang mempunyai gangguan identitas disosiatif atau kepribadian ganda. Ibu
Karang yang bernama Andira ini sangat membenci Karang, karena di masa lalu ia
membuat sebuah kesalahan yang menjadikan Karang lahir di dunia ini. Andira sebagai
seorang Ibu sangat tidak menginginkan kehadiran Karang di kehidupannya, sehingga
Karang tidak dianggap sebagai anak kandungnya dan terus memperlakukannya secara
kasar. Meskipun Karang terus menerus mendapatkan perlakuan kasar dari Ibunya,
namun ia tetap berjuang untuk mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang dari sosok
Ibu kandungnya tersebut.

Permasalahan
yang terdapat dalam novel ini tidak hanya mengenai perjuangan Karang untuk
mendapatkan kasih sayang dari Ibunya. Melainkan juga menghadirkan kisah
percintaan antara Karang dan Launa yang dipertemukan dalam satu sekolah. Seiring
berjalannya waktu, trauma yang Karang alami kian menghilang dengan hadirnya
sosok Launa yang selalu berada di sisinya baik suka maupun duka. Launa juga
selalu mendukung Karang agar tidak mudah menyerah dan menyakinkan bahwa suatu
hari nanti akan ada hari di mana ia dapat merasakan kasih sayang dari Ibunya. Mereka
berdua berusaha saling melengkapi kelemahan yang ada dalam diri mereka dan juga
saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, hubungan yang mereka jalani tidak
sepenuhnya berjalan mulus. Hubungan mereka banyak diterpa dengan rintangan yang
cukup berat, salah satunya yaitu Ghenta yang hadir ditengah-tengah hubungan antara
Launa dengan Karang.

Penggunaan
bahasa yang sederhana dalam novel ini membuat para pembaca mudah untuk
mengikuti dan memahami alur ceritanya. Ketika kita membaca novel ini
seakan-akan kita juga ikut terbawa dan merasakan emosi serta perasaan yang
diuraikan dalam novel ini, seperti sedih, senang, kecewa dan perasaan marah.
Selain itu, penggunaan majas yang tertuang dalam novel ini juga memberikan
kesan yang lebih menarik dan memberikan makna yang lebih mendalam.

Sayangnya,
dalam novel ini masih ditemukan beberapa kesalahan seperti kesalahan dalam
pengetikan ataupun penulisan. Sehingga, mengharuskan pembaca untuk lebih jeli
lagi dalam membaca novel ini agar pembaca dapat memahami apa yang dimaksud dari
kata tersebut. 

Pada
akhirnya novel Aku Tak Membenci Hujan ini sangat layak dibaca di
kalangan remaja karena dalam novel ini banyak pelajaran yang dapat diambil
seperti betapa besarnya perjuangan yang telah Karang lakukan demi mendapatkan
kasih sayang dari sosok Ibunya. Serta, pentingnya peran Ibu dalam kehidupan
setiap anak, seperti memberikan kasih sayang dan sikap perhatian yang baik harus
selalu ditujukan kepada anaknya.

 

Biodata
Penulis

Penulis
bernama Aprilia Dwi Nur Hartanti. Sekarang ini ia berusia 19 tahun dan memiliki
hobi membaca buku novel. Penulis sekarang ini sedang menempuh pendidikan di UIN
Raden Mas Said Surakarta dari Prodi Tadris Bahasa Indonesia di Fakultas Adab
dan Bahasa. Tulisan penulis yang pernah terbit adalah opini dengan judul Kuliah
Hanya Kedok Pengangguran dengan Gaya?
pada bulan Juni 2024 di media
Kumparan.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa

Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah

Apacapa

Tarawih: Pakai Sarung tanpa Celana Dalam

ebook

Ebook: Merangkai Kenangan

Apacapa Moh. Imron Ngaleleng

Menyimak Pengolahan Kopi Arabika di Kayumas

Ali Ibnu Anwar Puisi

Puisi: Tubuh yang Mengandung Hujan

Apacapa

Produktivitas dan Dua Kawan

Mareta C. Widodo Mored Moret

Puisi Mored: Senapan Pak Nidin dan Puisi Lainnya

Buku Junaedi Ulas

Jangan Tinggalkan Desa, Karena Desa Layak untuk Diperjuangkan

Apacapa Syaif Zhibond

Tak Perlu Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Indarka P.P Resensi

Resensi: Relasi Kuasa, Kisah Asmara dan Pengorbanan

Apacapa

Masih Pentingkah Festival Kampung Langai?

Apacapa

Semsem 1: Silaturahmi Seni ke Timur

Apacapa Nanik Puji Astutik

Menikah Tanpa Sepeser Uang

Mored Nurmumtaz Sekar Ramadhan

Cerpen Mored: Secangkir Kopi

Apacapa Syaif Zhibond

Tentang Kegagalan Usaha dan Keberanian Memulai Lagi

Ana Khasanah Buku Ulas

Ulas Buku: Mengabdi Adalah Seni Menjelajahi Diri

Aang MZ Puisi

PUISI: Antara Lidah-Api Karya Aang M,Z.

Puisi Wilda Zakiyah

Puisi: Harjakasi Karya Wilda Zakiyah

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Perlawanan Terhadap Eksploitasi Anak

Cerpen Ferry Fansuri

Cerpen : Tuhan yang Kasat Mata Itu Beserta Agama Barunya