Satu Langkah Terakhir


Oleh: Abi Alfatih*
Gelap…… hanya kepulan kabut tipis yang menemani
langkahku dalam lorong yang berbatu. Tidak ada yang berasa dalam setiap langkah
kaki ini. Sepi…. sepi…. yang begitu menusuk setiap lekuk tubuhku. Langkah
demi langkah ku ayunkan, tanpa arah. Dan, hanya menyusuri lorong gelap yang
berbatu.
“Berhenti!”…
Sebuah teriakan yang tidak begitu lantang, tapi
begitu deras suara itu menusuk gendang telingaku. Ku longokkan kepala ini ke
segala penjuru arah mata angin. Kosong…. tidak ada sosok apapun yang berada
dekat dengan ku. Aku terdiam tidak bergerak sama sekali. Sebelum ku langkahkan
kaki ini, sebentar ku longokkan lagi kepala ini ke segala penjuru arah mata
angin. Hasilnya tetap sama seperti saat aku longokkan kepala ku pertama. Kosong
dan kosong, tidak ada siapapun di sekitar ku.
Ku ayunkan kaki ini, langkah demi langkah
mengikuti lorong gelap yang berbatu. Pikiranku hanya tertuju pada satu harap…
kapan lorong gelap dan berbatu ini akan sampai pada ujungnya?
“Apakah kau tidak mendengar ucapanku tadi?”
Suara itu muncul lagi dan sepertinya tepat di samping
telinga kananku. Kembali aku terdiam dan menghentikan langkah. Aku menoleh ke
kanan dengan cepat. Tapi kembali yang kutemukan hanya kehampaan suasana yang
betul-betul seperti semula. Kosong…. kosong….dan kosong, tidak ada siapapun
selain diriku sendiri yang diselimuti kesenyapan alam sekitar.
“siapa?” teriakku memecahkan keheningan malam.
“Kalau memang kamu bermaksud baik, tampakkanlah
dirimu!” untuk kedua kalinya aku berteriak lantang menanyakan keberadaan siapa
yang punya suara tadi. Aku kembali termenung. Pikiran dan perasaanku campur
aduk memikirkan siapa yang terus menerus berbicara dengan aku tadi. Tanpa sadar
aku langkahkan kaki ini lagi, selangkah demi selangkah namun langkah ini pasti
dan sepertinya tidak ada yang menghalanginya.
“Apakah kamu akan meneruskan langkahmu lagi?”
suara itu muncul lagi. Sejurus aku hentikan langkahku dan diam dengan seribu
bahasa. Aku tidak berani lagi untuk mencari dan mencari sumber suara itu. Aku
diam… tanpa bergerak sedikit pun…. 
mungkin seperti patung yang tidak bertuan. Waktu terus merambat tanpa
aku sadari. Hingga sang surya membiaskan sinarnya di ufuk timur dengan semburat
jingganya. Ku tatap sinar itu dengan pandangan mata yang nanar dengan pikiran
yang terus mencari jawaban apa yang aku alami selama ini. Saat mentari muncul
dengan gagahnya, baru aku sadari. Satu langkah lagi, di mana aku berdiri
mematung, terhampar lebar jurang yang menganga dihadapanku. Ternyata aku
berdiri di pinggir jurang, yang satu langkah lagi jika aku melangkah akan menelan
semua jiwa dan raga ini.
Melihat kenyataan ini, aku terus berpikir dan
mencari jawaban apa yang aku alami. Beribu-ribu pertanyaan yang sama muncul
dibenakku. Siapa yang berbicara dengan ku selama ini? Apa tujuan dia berbicara
dengan ku? Hanya Tuhan yang tahu…. yang jelas aku sadar apa yang aku rasakan
dan hadapi ketika sang surya tersenyum melihatku di bibir jurang itu.    
*) Abi Alfatih merupakan nama pena Pak Nur Khoiron, Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Situbondo.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Satu Langkah Terakhir”

  1. Pemilihan kata sangat menarik😍👍🏻

Tinggalkan Balasan ke Unknown Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa

Orang Madura Tanpa Toa dan Sound System, Apa Bisa?

Apacapa

Mengenang Sumur, Menatap Luka yang Curam

Cerpen Surya Gemilang

Cerpen: Dinding-Dinding Rumah Seorang Pembunuh

Apacapa

Bendera One Piece: Semangat Kemerdekaan

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Lancèng Takaè’

Apacapa Syaif Zhibond takanta

Takanta Para’ Ongghuen

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Review Buku Orang-Orang Bloomington

Cerpen Imam Sofyan

Cerpen Elia

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo

Pantun Madura Situbondo (Edisi 4)

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen – Fragmen Nalea

Anwarfi Puisi Ramli Q.Z.

Puisi-Puisi Ramli Q.Z.

Apacapa Feminis

Perempuan Cerdas Melawan Dating Abuse

Ahmad Radhitya Alam Buku Ulas

Resensi Buku Dialog Hati Anak Negeri : Menggali Esensi Berkarya dari Sebuah Cerita

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Kesucian Karya Agus Hiplunudin

Apacapa Muhammad Hajril takanta

Alasan Kenapa Perempuan Dipilih Sebagai Tunggu Tubang dalam Tradisi Adat Semende

Cerpen takanta Wilda Zakiyah

Cerpen: Gerimis Kedua

Abi Alfatih Mored Moret

Satu Langkah Terakhir

Cerpen Salwa Ratri Wahyuni

Cerpen: Pohon Jeruk Bali Simbah

Apacapa

Belajar Jurnalistik melalui SEMEJA DARING

Uncategorized

Keindahan yang Nyata Dengan Teknologi Hexa Chroma Drive