TUHAN Tidak Makan Ikan dan Cerita Lainnya: Tertawa Sembari

Oleh : Yudik Wergiyanto
Jika berbicara soal tulisan Gunawan Tri Atmodjo – saya
lebih senang menyebutnya GTA – hal pertama yang saya bayangkan adalah humor.
Tulisan GTA, khususnya cerpen, memang tak bisa dipisahkan dari humor. Di buku
kumpulan cerpennya yang berjudul “Sundari
Keranjingan Puisi
”, GTA selalu menyisipkan humor di dalamnya. Begitu
pula dengan kumpulan cerpennya yang terakhir – yang baru selesai saya baca ini
– “Tuhan Tidak Makan Ikan”, GTA nyaris selalu menampilkan humor-humor khasnya.
Sebelumnya, perlu diketahui, buku ini menjadi salah
satu dari buku-buku fiksi terbaik versi Majalah Rolling Stone Indonesia tahun
2016.

Apa yang diceritakan oleh GTA dalam kumcer ini hampir
tidak jauh berbeda dengan kumcer sebelumnya. GTA banyak berbicara tentang
hal-hal kecil yang ada di keseharian kita. Namun, di kumcer ini GTA sepertinya
ingin menekankan pada kita untuk melakukan perenungan-perenungan lewat humor yang
dia sajikan. Misalnya saja pada cerpen yang berjudul “Bukan Kawan”, GTA ingin
memberikan pelajaran tentang kita yang biasanya sering bergelut dengan
prasangka-prasangka terhadap sesuatu atau orang lain tanpa mencerna dengan
betul-betul terlebih dahulu. Lewat cerpen ini kita akan menyadari bahwa kita
sering melakukan hal seperti itu sembari tersenyum-senyum sendiri.
Begitu pula di cerpen yang menjadi judul kumcer ini
“Tuhan Tidak Makan Ikan”, GTA sepertinya ingin mengungkap banyak hal di sekitar
kita yang sebenarnya susah untuk dilogikakan. Cerpen ini bercerita tentang
kehidupan nelayan yang dilanda kelesuhan hasil tangkapan. Hal itu diduga karena
warga kurang bersyukur pada “pemilik lautan”. Karenanya, Pak Kades di desa
tersebut meminta warga untuk menangkap ikan guna sebagai persembahan. Anehnya,
semua warga yang melaut kala itu tiba-tiba mendapat hasil tangkapan yang masih
banyak. Padahal hari-hari sebelumnya tak pernah demikian. Namun, mereka agak
kecewa sebab pada akhirnya tangkapan itu mesti dipersembahkan untuk “pemilik
lautan”. Tokoh “aku” dalam cerpen ini paham bahwa sebenarnya Pak Kades memiliki
niat busuk dari rencana itu. Sayangnya, tokoh “aku”, yang turut melaut untuk
memberi persembahan bersama ayahnya, tidak berani mengatakan yang sebenarnya
karena tak ingin membuat ayahnya yang terlanjur bahagia menjadi sedih.
Dalam cerpen ini agaknya GTA tak terlalu banyak
menampilkan humor. Jika dibandingkan dengan cerpen-cerpen yang lain, cerpen ini
yang paling sedikti memiliki rasa humor. Bahkan nyaris tidak ada. Hanya pada
bagian akhir GTA mulai menunjukkan humor lewat dialog antara tokoh “Aku” dan
sang ayah.
“Siapa sih penguasa laut ini, Yah?”
“Tuhan.”
“Apakah Tuhan itu makan ikan, Yah?”
“Anak bodoh, tentu saja Tuhan tidak makan ikan!”
Lalu, pada bagian mana kita dibuat merenung? Lewat
dialog inilah ada suguhan humor yang tersirat. Lewat dialog ini kita akan
dibuat tertawa dan sambil merenung atas apa yang sebenarnya ingin GTA
sampaikan.
Banyak cerpen-cerpen di kumcer ini yang mengajak kita
tertawa dalam kesedihan. Seperti yang disampaikan oleh kurator dalam buku ini,
“Terkesan main-main, cengengesan, tetapi di ranah demikianlah ia menabalkan
permenungan-permenungan yang tak sepi pesan moral.”
Humor yang ditampilkan GTA tak selalu ditebar di
plot-plot di cerita-ceritanya. GTA terkadang menghadirkannya lewat frasa-frasa
atau kalimat-kalimat yang di buat seperti misalnya, ‘kekasih ganas’,
rekapitulasi batin’, ‘rumus melakolis yang tidak feminis’, ‘resep klenik serupa
iman’, dan lain-lain. Barangkali pembaca akan teringat dengan frasa ‘labil
ekonomi’ dan ‘kudeta cinta’ milik Vicky Prasetyo. Tapi tentu saja keduanya
tidaklah sama. Pembaca pasti mengerti.
Pada permulaan kumcer ini kalian akan menemukan cerpen
dengan judul “Cara Mati yang Tak Baik Bagi Revolusi”. Cerpen ini berkisah
tentang dua jenderal yang saling berlawanan karena satu, Sergob, sebagai
presiden dan satunya lagi, Aduren, sebagai oposisi. Namun, sayang di tengah
perlawananya terhadap Presiden Sergob, Aduren harus mati terlebih dahulu.
Sialnya, cara matinya merupakan cara mati yang tidak baik bagi revolusi yang
diperjuangkannya yaitu mati karena terpeleset ingusnya sendiri di kamar mandi.
Saya yakin pembaca akan terbahak begitu selesai membaca cerpen ini. Juga, jika
pembaca mencermati nama tokoh-tokoh dalam cerpen ini, pasti pembaca juga akan
tertawa bila memahaminya.
Kalau pembaca sudah tertawa sejak halaman pertama,
maka itu suatu permulaan yang baik. Lanjutkanlah membaca untuk dua cerpen
berikutnya, saya juga yakin pasti pembaca akan tertarik untuk menyelesaikan
membacanya.
Mengutip dari kata-kata kurator, saya ingin
mengucapkan “Bersiaplah untuk batin Anda yang akan terbentur, terkoyak, bahkan
meratapi sumirnya hidup ini.”

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen : Generasi Tik Tok Karya Gusti Trisno

Cerpen Fahrus Refendi

Cerpen: Tahun Baru Terakhir

Indra Nasution Prosa Mini

Prosa Mini – Perbincangan Kakek dengan Pemuda

Fela Dila Mai Carolin Puisi

Puisi: Undangan Baru untuk Kekasih Lama

Apacapa Nur Husna

Simalakama Pemanasan Global

Agus Widiey Puisi Madura

Puisi Madura: Dika Kodu Tao Karya Agus Widiey

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Environmentalisme dan Eksistensi Kaum Feminis

dinda ayu lestari Mored Moret

Cerpen Mored: Prahara Ojung

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Menjemput Cinta dari Tanah Santri ke Tanah Wali

Buku Indra Nasution Ulas

Antonio Gramci: Negara dan Hegemoni

Mahesa Asah Puisi

Puisi Mored: Legenda Tangis

Buku Ulas

The Old Man and The Sea: Karya Sastra Yang Memukau

Apacapa Jamilatul Hasanah Wisata Situbondo

Taman Nasional Baluran

Dhafir Abdullah Puisi Syi’ir

Muharrom sè Moljâ

Apacapa Nur Hasanah

Pemanfaatan Tanaman Lidah Buaya Sebagai Produk Kosmetik dan Obat Kesehatan Manusia

AF. Qomarudin Puisi

Secangkir Kopi dan Puisi Lainnya Karya AF. Qomarudin

Apacapa Baiq Cynthia

Angin yang Berembus Rumor Mantan di Bulan Agustus

Apacapa Kampung Langai Panakajaya Hidayatullah

Dangdut Madura: Upaya Orang Madura ‘Swasta’ Mengartikulasikan Modernitas

Alex Apacapa

Sebuah Kado di Hari Pernikahanmu

Nanik Puji Astutik Puisi

Yang Muda Berkarya