Ulas Buku: Jalan Ini Rindu Karya K.H.R. Ahmad Azaim Ibrahimy

Mengeja Kenangan

Kenangan itu seperti aset berharga yang bersemayam dalam diri, tentang pengalaman yang sudah berlalu. Bukan hanya menampilkan kisah pahit manis, tapi juga sebagai cermin untuk introspeksi, kadang hadir menjadi guru, menjadi sebuah pelajaran—yang barangkali—bisa membantu pribadi untuk bangkit, menjadi diri yang lebih baik.

Terkadang kita menyesal mengingat masa lalu yang membuat kita terpuruk. Terkadang pula kita ingin mengulangi hal-hal indah di masa lalu. Akan tetapi waktu tidak bisa berjalan mundur, biarlah itu menjadi rangkaian peristiwa yang mungkin suatu hari merasa senang karena mengalami hal itu.

Maka biarlah rindu yang merawat segala kenangan. Bersama kenangan orang-orang terkasih; kedua orang tua, guru, sahabat dan siapa saja yang pernah membuat hidup kita menjadi lebih berwarna.

Dalam kumpulan 37 puisi yang ditulis oleh KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy, pengasuh pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Kabupaten Situbondo yang berjudul “Jalan Ini Rindu”, hendak menjadi teman, seperti penunjuk arah.

Menariknya, kumpulan puisi ini diinterpretasi oleh penyair-penyair nasional, seperti D. Zawawi Imron, Emha Ainun Najib, Sosiawan Leak, Taufik Ismail dll, sehingga bagi pembaca bisa menambah pemaknaan puisi, bisa menjadi jalan baru untuk lebih mudah memahami puisi-puisi dalam buku ini.

Buku ini mengajak kita untuk bersama-sama berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan rasul-Nya. Sebagai makhluk ciptaannya, senantiasa kita bertakwa. Jika kita lihat ke belakang, tentang apa yang pernah kita lakukan di masa lalu, berapa banyak kesalahan-kesalahan yang disengaja maupun tidak. Baik  kepada kedua orang tua yang telah banyak berjasa pada kehidupan kita. Kepada guru yang banyak mendidik kita. Juga kepada teman atau mungkin kekasih hingga sesama. Coba hitung?

Sebagai makhluk sosial, tentu, kita tidak bisa hidup sendiri. Kita butuh sosialisasi, bantuan dan lain-lainnya. Yang penting ialah tetaplah berusaha menjaga hati, rendah diri, tidak menyepelekan atau merendahkan makhluk lainnya. Seperti dalam puisi Kyai Azaim;

Dan biarkan lumpur-lumpur itu basah saja sampai jadi lempung
Dan biarkan lempung diolah sama air
Dan biarkan saja lempung itu dihembus sama angin
Dan biarkan saja lempung itu dibakar sama api
Jadi apa saja (halaman 10).

Sebagaimana manusia dicipta, ada waktu, bentuk, dan ruang yang mengiringinya. Lempung bisa diubah apa saja. Atap rumah misalnya yang fungsinya menaungi orang-orang di bawahnya, padahal cuma lempung yang biasa diinjak dan tak diperhatikan. Namun ia bisa berada lebih tinggi daripada yang biasa menginjaknya (halaman 11).

Hidup di dunia hanya sementara, maka kita selayaknya mempergunakan sebaik-baiknya. Bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Tentunya sesuai dengan kemampuan, profesi atau bidang masing-masing.

Selama orang hidup di dunia banyak berbuat kebajikan, amal jariah kepada orang lain, niscaya akan dikenang orang lain. Pada akhirnya akan kembali ke hadirat maha kuasa (halaman 75).

Seperti dalam puisi berjudul “Maka, tanamlah kembali”, bahwa hidup adalah menanam. Sebab tanpa menanam, kita tidak akan memetik. Dan, apa yang kita petik tergantung apa yang kita tanam. Kalau yang kita tanam kebaikan, maka kebaikan pula yang kita petik (halaman 114).

Hidup adalah perjuangan, penuh duri, penuh luka dengan begitu hidup lebih bermakna selama tidak pernah putus asa terhadap rahmat-Nya. Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Dan berlomba-lomba menciptakan kenangan dengan isi yang penuh kebaikan. []

Tentang Buku

Judul : Jalan Ini Rindu
Penulis : W.A.A. Ibrahimy
Interpretator : D. Zawawi Imron, Emha Ainun Najib, dll.
Penerbit : Ibrahimy Press
Tahun terbit : 2017
Jumlah Halaman: 169 halaman
ISBN  : 978-602-72659-8-1

Penulis

  • Moh. Imron, lahir dan tinggal di Situbondo


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Buku Ulas

Sunyaruri; Hantu-Hantu Kesunyian

Apacapa Syaif Zhibond

Selamat Molang Are, Orang Pilihan

Apacapa

Mengenal Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)

Buku Dewi Fortuna Bantilan Resensi Ulas

Resensi: Madilog

Ilham Wiji Pradana Puisi

Puisi-puisi Ilham Wiji Pradana: Rumah Pak RT

Apacapa

Setelah Ujung Jalan Daendels: Refleksi Panarukan dalam Serat Darmagandhul

Apacapa Wilda Zakiyah

Adha yang Berpuisi

Puisi Syafri Arifuddin Masser

Puisi: “Status 1: Apa yang Anda Pikirkan?”

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Instagram, Lesbian dan Kebebasan Seksualitas

Cerbung Moh. Imron

Cerbung: Farhan dan Perjalanan ke Barat (Part 2)

Apacapa Esai Muhammad Ghufron

Menjadikan Buku sebagai Suluh

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Resensi Buku Ramadan Undercover

Aris Setiyanto Puisi

Puisi: Pendaki

Achmad Faizal Buku Resensi Ulas

Resensi Ada Apa dengan China?

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Perlawanan Terhadap Eksploitasi Anak

Dani Alifian Puisi Sastra

Puisi: Tamadun Semu Karya Dani Alifian

Apacapa fulitik

Talkshow Internasional: Mas Rio Undang Dubes RI, Buka Peluang Anak Muda Situbondo Kuliah di Luar Negeri

Apacapa Muhammad Hajril takanta

Alasan Kenapa Perempuan Dipilih Sebagai Tunggu Tubang dalam Tradisi Adat Semende

Puisi Tribute Sapardi

Puisi: Untukmu, Eyang!

Cerpen Irfan Aliefandi Nugroho

Cerpen: Tubuh Berkarat