Luka Perempuan dan Puisi Lainnya

Kesalahan yang Menghantui

Di penghujung hari aku mulai tak karuan
Gelap dan dingin malam membuatku ketakutan.
Bayang kesalahan tempo hari terus menghantui tanpa jeda, tak hendak memberi ruang agar hati tenang.
Nadiku terus berdenyut tapi jiwa enggan hidup, di pelupuk mata embun masih tersisa.

Suara Hati

Hati bertanya, apakah terus seperti ini? Ia terlalu lelah sekedar berucap “Aku ingin pergi dari sini”.
Hati berkata, jiwaku tak sekuat pegunungan sabar ku tak sedalam lautan dan air mataku tak sebanyak tetes hujan. Aku takut dengan diri yang tak kunjung pulih dari keadaan, terus ku paksa kaki melangkah ke depan melewati dinginnya badai menanti cahaya mentari membawa kehangatan.

Catatan dan Kehidupan

Ada hal yang sulit di ucapkan banyak hal menyakitkan tak kunjung reda, berjuta mimpi terkubur sia-sia. Arah pun mulai tak karuan, sejatinya jiwa dan hati ingin sembuh dari keadaan kini, kembali ke era catatan mulai berantakan. Terlalu buru-buru hingga banyak persimpangan tak sempat disinggahi, ingin pergi menjauh dari keramaian menenangkan hati yang tak tenang.

Luka Perempuan

Hari-hari semakin menakutkan jiwa pun enggan tenang, akibat fantasi liar yang tak dikendalikan.
Tidakkah takut pada hukum pidana kau tuan?
Oh… Tentu tidak. Keadilan tak ada mereka hanya mementingkan hawa nafsu belaka
Adakah tempat untuk perempuan berlindung? Tak ada—tak ada.
Bagai berjalan di taman mawar berduri, jika tak hati-hati akan tergores. Lukanya lekas pulih bekasnya pun tak ada… Tapi rasa takut trauma tak kunjung pergi, ada harap segalanya hilang di bawah tetes hujan tanpa menyisakan kenangan pahit dan menyakitkan.

Penulis

  • Aminah

    Aminah. Tinggal di Kalimantan Selatan. Menulis untuk terapi mental dan berdiam diri di ruang sunyi untuk mendengarkan isi hati. Bisa disapa di media sosial @beyminaah.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Filsafat Politik Plato dan Aristoteles

Apacapa

Jika Tidak Mampu Menjadi Pandai, Setidaknya Jangan Pandir

Apacapa Mored Vania Callista Artanti

Curhat: Pak Menteri, Kami Jenuh!

M. Suhdi Rasid Mored Moret

Puisi Mored: Ibu dan Puisi Lainnya

Apacapa Muhammad Muhsin

Politik Layangan Situbondo

Buku Febrie G. Setiaputra Resensi Ulas

Resensi: Logika: Bukan Hanya untuk Orang Pintar

Cerpen Yuditeha

Cerpen: Berhenti Bekerja

Apacapa Silvani Damanik

Merayakan Kebhinekaan: Indonesia dalam Perspektif Kaum Muda

Muhammad Rifki Puisi

Puisi : Guntur itu tak Pernah Ada Karya Muhammad Rifki

Cerpen Moh. Imron

Cerpen: Pelabuhan Jangkar dan Kapal yang Dikenang

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Filsafat Eksistensialisme Karya Agus Hiplunudin

Apacapa

Membentuk Ruang Penyadaran Melalui Lingkar Belajar Feminisme Situbondo

Buku Resensi Thomas Utomo Ulas

Resensi: Menyemai Empati kepada Kaum Papa

Uncategorized

Ini Dia Perbedaan Mas Rio dan Teh Rio

Puisi Reni Putri Yanti

Puisi: Terbiasa

Apacapa Feminis

Perempuan Cerdas Melawan Dating Abuse

A. Warits Rovi Cerpen

Cerpen: Lelaki Yang Bercita-cita Jadi Tukang Sihir

Cerpen

Damar Aksara; Puing-Puing Asmara

Apacapa Moh. Imron

Ahmad Muzadi: Selamat Jalan Kawan, Karyamu Abadi

Cerpen Nur Diana Cholida

Cerpen: Bianglala dan Sisa Aroma Tequila