Puisi: Amsal Luka


PUISI-PUISI: J. AKIDLAMPACAK*
Amsal
Luka
Jeritan yang berada di dasar waktu adalah rindu
Dan engkau belum sempat melihatnya,
sebab kepercayaan hanya milik cahaya.
Namun, di tubuh kita, sebuah doa selalu tercipta.
Pesona yang turun perlahan
Seperti menuliskan kepulangan
Menepi di tempat biasa kita menyendiri
Sebelum kematian terlalu senang dicermati.
Sampang.2019
Surat Terakhir
  
Di surat ini
      
Segalanya mungkin saja terus bernyanyi
      
Menyambut kepergian hujan
      
Di sepanjang jalan menuju kemarau.
Dan aku
  
Tak sepenuhnya tau
      
Bila rindu adalah ratu
      
Menguasai kota-kota tua
      
Pada pesona di batang rasa
Hanya kepada engkau
Aku kembalikan segala hirau
Sebab jatuhnya luka Selalu menyala,
Menyapa anak rindu di mata kita.
Lubtara,2019
Pelesir Gadis Desa
Ia yang senang menanam mawar di pinggir ladang
Adalah subuh yang rabun dengan kerinduan
Orang-orang menatapnya, semberi bertanya pada
Daun-daun yang berlambaian, akankah hidup
Indah harus berakhir dengan sesal. Demi degup
Yang ia kendarai, ia harus patuh pada titah ilahi
Menghitung angka-angka di sepanjang luka
Demi mempertahankan harkat warna dada.
Sampang.2019
Langgam Rasa
Jangan kau lemparkan lagi
Gelap kenangan pada sekujur harapan
Sebab pertempuran riak angin pagi
Selalu menggugurkan setangkai mimpi.
Warna pasi kepergian terkilas begitu jelas
Menyentuh arah terbang
Burung layang-layang di ujung malam
Dengan jatuhan-jatuhan embun
Yang berkilau di ujung daun.
Demi detak jantung
Yang tiba-tiba tertenun di ujung senyum
Kembali kuhafalkan ayat-ayat penawar rindu
Sebab kesempatan indah tidak seperti dulu
Menjelang perjumpaan menguncup di ujung waktu.
Sampang.2019
Rembang
Setelah lentik cahaya
Lebih cermat menangkap kata
Cinta semakin pula berdansa
Menjelang senja berdiang dalam rasa
Di sebuah danau
Masih kulantunkan aroma bayang
Menyentuh akar waktu
Dari beribu cahaya yang mulai bisu
Selalu kuhafalkan mantra-mantra silau
Agar yang datang menjadi petunjuk di dasar petang
Menghapus kesesatan di musim-musim dingin
Setebelum kerinduan diusir oleh angin.
Sampang.2019
Gelap
Setelah daun siwalan
Mengutuk angin dalam kebisuan
Di sana pula aku telah sempurna berlinang
Dari jebakan wasiat-wasiat petang
Terkadang kilau-kilau cahaya yang begitu mulia
Menghantarkan aroma mimpi dengan sungguh nyata
Bernaung di bawah lembaran-lembaran kata
Demi kindahan luka di penghujung doa.
Sampang.2019

J.
Akid Lampacak,
Biasa
Dipanggil BJ. Akid.

Lahir Di Madura, Jawa Timur. Menulis Cerpen Dan
Puisi,  Masih Tercatat Sebagai Santri
Pondok Pesantren Annuqayah. Puisi-Puisinya Telah Tersiar Di Berbagai Media
Massa.  Menjadi Ketua Komunitas Laskar
Pena Lubangsa Utara Dan Pengamat Litrasi Di Sanggar Becak Sumenep.
No.Hp/WA: +6287866845385

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

A. Warits Rovi Cerpen

Cerpen: Lelaki Yang Bercita-cita Jadi Tukang Sihir

Apacapa Nanik Puji Astutik

Ada Apa Denganmu, Mantan?

Review Film Yopie EA

FLOW: Sebuah Mahakarya dari Sutradara Asal Latvia

Cerpen Yudik Wergiyanto

Sepasang Kekasih yang Berpisah Karena Hujan

Cahaya Fadillah Puisi

Puisi-puisi Cahaya Fadillah: Setelah Engkau Pergi

Busyairi Puisi

Puisi : Kerudung Biru Karya Busyairi

Cerpen Moh. Jamalul Muttaqin

Cerpen: Takdir

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Situbondo : City of Sellow

Apacapa covid 19 Marlutfi Yoandinas

Di Tengah Pandemi Kita Bisa Apa?

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Hijabers in Love

Anwarfi Puisi Saiful Bahri

Puisi-puisi Saiful Bahri: Tubuh Ramadan

Apacapa Buku Muhammad Fadhil Alfaruqi Resensi Ulas

Resensi: Si Anak Cahaya

Moh. Jamalul Muttaqin Mored Moret

Cerpen Mored: Perempuan Pelangi

fulitik

Jalan Santai Bareng Mas Rio Dongkrak Penjualan Pelaku UMKM

Penerbit

Buku: Mata Ingatan

honor huawei smartphone

Kualitas Dual Kamera Pada Huawei Honor 9 Lite

Cerbung Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 5)

Mohammad Farhan

Apacapa #3 Literasi Komunitas Situbondo

Madura Puisi Madura Sastra Situbondo

Puisi Madura: Namen Loka

Alex Cerpen

Surat tentang Salju Abadi