Resensi: Bandara, Stasiun, dan Tahun-Tahun Setelahnya

 

Bertemu
Untuk Berpisah

Oleh:
Retno Restutiningsih

“Bandara, Stasiun,
dan Tahun-Tahun Setelahnya”
karya Erina Delyere
dan Skysphire merupakan kolaborasi unik yang menghadirkan dua kisah berbeda
dalam satu buku. Sesuai dengan latar yang digambarkan dalam judulnya yaitu
“Bandara, Stasiun”, memberi makna tentang pertemuan dan perpisahan. Sementara
itu, “Tahun-Tahun Setelahnya” mengisyaratkan adanya peristiwa masa lalu yang
memiliki pengaruh terhadap kehidupan tokoh. Erina datang dengan judul yang
memuat sebuah kata, pulang. Kemudian Skysphire datang dengan judul yang memuat
pasangan kata itu, pergi. Keduanya mengeksplor tema cinta, persahabatan, dan
perjalanan waktu yang mengubah manusia.

Bagian
pertama, kisah “Kembali Pulang” oleh Erina Delyere menceritakan tentang
pertemuan Tama, seorang komikus dengan Arumi, penggemar pertamanya. Ini
merupakan pertemuan kedua setelah kejadian duka kematian Abay dua tahun lalu,
dan Arumi terlihat masih di tempat yang sama, terbelenggu pada kenangan yang
tak pernah hilang. Tahun-tahun setelahnya mereka lalui dengan Arumi sebagai
sosok pendengar bagi cerita-cerita Tama. Tama mulai menaruh perasaan pada Arumi,
namun saat Arumi mencoba menerima dan menemukan kembali warna dalam hidupnya,
ia merasa ini sebuah kesalahan. Karena setelah itu suara dari pemilik
surat-surat yang selalu ditulisnya tak bisa lagi ia dengar. Sakit, hingga
keheningan menelan dirinya.

Kemudian
bagian kedua, kisah “Pergi Paling Jauh” oleh Skysphire menceritakan pertemuan
dua anak kecil yang kemudian menjalin persahabatan. Hagi selalu menjadi sosok
pelindung bagi Ranna, dan mereka sudah terlalu terbiasa saling melibatkan dalam
seluruh kehidupan. Hingga  waktu dimana
Hagi mulai merasakan perasaannya, cinta pertamanya, Ranna. Namun kegagalan yang
harus dirasakan Hagi, karena Malik hadir dalam kehidupan Ranna dan merebut
cintanya. Hagi tidak ingin Ranna merasakan kekecewaan. Meski menentang
perasaannya, Hagi mulai membantu Ranna mendekat pada Malik.

Dalam
novel ini menyajikan pusaran emosi yang mendalam. Baik Tama maupun Hagi
dihadapkan pada pertanyaan yang sama tentang kepergian orang-orang yang mereka
cintai, apakah akan kembali pulang atau pergi jauh? Novel ini mengajak pembaca
untuk merenungi tentang makna kepergian, harapan, dan ketidakpastian dalam
hubungan manusia.

Tama
terjebak pada penantian dan usahanya mengobati duka Arumi. Namun pada dasarnya
Arumi sudah tidak ingin bergerak, jiwanya hilang bersama kepergian cinta
lamanya. Meski Arumi sadar bahwa Tama bersedia memberikan cinta yang besar,
tapi ia tidak ingin membiarkan seseorang mencintai kekosongannya. Hingga
permintaan Arumi “tolong belajar ikhlasin gue Tam karena gue gagal untuk itu.”
(hal 77) menjadi akhir kisah mereka. Di sisi lain, Hagi yang memendam
perasaannya. Merelakan kepergian Ranna yang mencintai lelaki lain dan meratapi
hubungan persahabatannya yang semakin merenggang. Mungkin semesta sudah
menakdirkan bahwa Hagi dan Ranna hanya sebatas sahabat, yang tak akan pernah saling
memiliki.

Erina
dan Skysphire berhasil menghadirkan karakter-karakter yang mengagumkan, karena
digambarkan begitu dekat dengan realitas remaja dan dewasa muda. Melalui tokoh
Arumi, pembaca diajak merenungkan dampak luka masa lalu terhadap hubungan interpersonal.
Ketidakmampuannya untuk melepaskan masa lalu membuat Arumi kesulitan membuka
hati terhadap orang lain, termasuk Tama yang tulus mencintainya. Sedangkan
tokoh Hagi, seperti pada kalimat “Kenapa kamu benci banget sama aku, Ann?” (hal
209) mengajarkan pentingnya kejujuran mengungkapkan perasaan. Tentang
ketakutannya yang berujung pada penyesalan dan keretakan persahabatan.

Gaya
bahasa puitis dan deskripsi yang detail dalam novel ini menjadi salah satu
kekuatan utama yang mampu menyentuh hati pembaca. Setiap kalimat seakan menjadi
lukisan yang menggambarkan perasaan dan pikiran para tokoh. Nuansa sendu yang
mendalam juga mampu membangkitkan empati pembaca terhadap tokoh-tokoh yang
sedang mengalami berbagai permasalahan hidup. Alhasil, pembaca tidak hanya
mengikuti alur cerita, tetapi juga turut merasakan emosi yang sama dengan
karakter-karakter dalam novel. Selain itu, alur cerita yang mengalir dengan
lancar dan mudah diikuti juga menjadi faktor penting dalam kesuksesan novel
ini. Erina dan Skysphire berhasil menjaga ketertarikan pembaca dari awal hingga
akhir cerita. Setiap plot yang disajikan terasa terhubung satu sama lain dan
membangun sebuah kesatuan yang utuh.

Bandara, Stasiun,
dan Tahun-Tahun Setelahnya
mengusung premis
yang familiar dan sering ditemui dalam genre romansa. Alur cerita yang maju
mundur pada bagian kisah “Kembali Pulang” membuat pembaca harus lebih
memperhatikan alur dan pergantian plot agar tidak kebingungan saat memahami
cerita. Meski demikian, Erina berhasil menjaga alur agar tetap mengalir dengan
baik sehingga tidak terlalu mengganggu kenyamanan membaca.

Buku
ini adalah sebuah karya yang memadukan dua kisah dalam satu tema yaitu
pertemuan dan perpisahan. Dengan gaya bahasa puitis dan deskripsi yang
mendalam, novel ini berhasil menggambarkan perjalanan emosi para tokohnya,
seperti Tama dan Arumi yang terjebak dalam kenangan, serta Hagi dan Ranna yang
menghadapi dinamika cinta dan persahabatan. Setiap karakter terasa hidup dan dekat
dengan realitas, sehingga relevan untuk dibaca oleh berbagai kalangan. Bagi
siapa pun yang menyukai kisah-kisah yang menyentuh hati tentang cinta,
kehilangan, dan harapan, buku ini sangat direkomendasikan. Melalui buku ini,
pembaca tidak hanya akan diajak merenungkan makna kepergian dan harapan, tetapi
juga merasakan setiap emosi yang dialami oleh para tokoh, menjadikan buku ini
layak untuk dijadikan koleksi dan dibaca berulang kali.

 

Info
Buku

Judul             : Bandara, Stasiun, dan Tahun-Tahun
Setelahnya

Penulis          : Erina Delyere & Skysphire

Penerbit       : PT.Bukune Kreatif Cipta

Cetakan        : Pertama, Oktober 2023

Genre            : Romance

Tebal             : 242 halaman

ISBN               : 978-602-220-710-8

Harga            : Rp 110.000,00

 

Tentang
Penulis

Retno
Restutiningsih adalah mahasiswi berusia 19 tahun yang sedang menempuh
pendidikan di UIN Raden Mas Said Surakarta dengan program studi Tadris Bahasa
Indonesia. Lahir pada 16 Juni 2005, penulis memiliki hobi membaca dan memiliki
ketertarikan lebih pada novel. Pernah menuliskan opini berjudul “Sering
Dianggap Pengangguran, Apakah Kuliah Itu Penting?” yang terbit di Geotimes.
Penulis senang bisa berbagi apresiasi terhadap karya sastra.

Email
: restutiningsihretno@gmail.com

Media
sosial : retnoress_

 

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ardhiana Syifa Miftahul Jannah Resensi

Resensi: Rumah Tanpa Cahaya

Apacapa Raisa Izzhaty

Wisata Kampung, Kampungan?

Buku Resensi Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Menguak Lapis-Lapis Kebohongan

Pantun Papparekan Madura

Pantun Madura Situbondo (Edisi 7)

Buku Ulas

TUHAN Tidak Makan Ikan dan Cerita Lainnya: Tertawa Sembari

Cerpen Fahrul Rozi

Cerpen: Marsinah

Buku Thomas Utomo Ulas

Teka-Teki Tenis, Sosok Misterius, dan Cinta Berlarat

Apacapa Syaif Zhibond

Tak Perlu Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Apacapa Nanik Puji Astutik

Lelaki yang Kukenal itu tidak Punya Nama

M Ivan Aulia Rokhman Puisi

Puisi – Masih Melawan Ketakutan di Rumah Tua

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen Maha Dewi

Puisi Uwan Urwan

Bersama Pariopo

Alex Cerpen

Cerpen: Masalah Ketika Ingin Menjadi Dewasa

Buku Penerbit Ulas

Buku: Embun yang Menari di Mataku

Imam Suwandi Puisi

Puisi – Subuh yang Terjarah

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Sudut Pandang Marketing Politik; 30 Persen Keterwakilan Perempuan Dalam Parlemen Antara Harapan dan Kenyataan di Pileg 2019

Apacapa Jamilatul Hasanah

Situbondo Kota Sederhana: Menuju Kota Istimewa

Apacapa fulitik

Tenang! Ini Solusi Mas Rio Buat Teman-teman Honorer Situbondo yang Dirumahkan

Apacapa Kakanan Mohammad Farhan

Jihu Rasa Puisi

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen: Peristiwa Menjelang Pemilu Karya Ahmad Zaidi