Membaca Dawuk : Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu

Dari
mana saya mau menulis tulisan ini? Mungkin begini saja:

Saya
merupakan orang yang barangkali sangat terlambat membaca buku ini. Mengapa
begitu? Sebab saya membacanya di tahun 2021, saat cover buku Dawuk telah
berganti wajah sejak pertama kali terbit Juni 2017 lalu, namun isinya sama
saja. Dan yang membuat miris lagi saya membaca buku ini dengan meminjamnya
melalu
i
juru kunci rumah Gerakan Situbondo Membaca, lantas melahap habis jumlah
halamanya hanya dalam satu malam saja. Hehe
, tepuk tangan dulu
dong
, baru
saya terusin ini tulisan (apa hebatnya bangsat, harus tepuk tangan
segala?)

Dawuk : Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu.
Sebuah novel setebal 182 hal
amaan yang di terbitkan oleh Marjin
kiri. Bercerita tentang tokoh bernama
Muhammad Dawud yang kemudian dalam
cerita itu terpelintir menjadi
“Dawuk. Seperti
judulnya
Dawuk
: KISAH
KELABU DARI RUMBUK RAND
U, sudah barang tentu ceritanya
kelabu. Dan saya kira Mahfud
Ikhwan berhasil dalam buku ini. Kenapa begitu? Sebab
jika cerita dalam buku ini tidak bagus mana mungkin saya rela tidak tidur
semalaman untuk menyelesaikan buku ini.

Jadi
Dawuk
ini bercerita tentang apa?

Oke,
sabar sodara-sodara. Jadi begini :

Mula-mula
cerita dibuka dengan latar di sebuah warung kopi. Kemudian
cerita bergulir kebelakang
, bercerita
tentang pertemuan
Dawuk
dan
Inayatun
di sebuah stasiun kereta di negeri jiran sana. Nah Iniyatun ini kemudian yang
nantinya menjadi istri Dawuk setelah mereka berdua main mantap-mantapan di luar
hubungan pernikahan, lalu memutuskan untuk menikah−mungkin mereka itu menikah
karena takut di siksa, karena secara akal sehat dan penuh penghayatan mereka
berdua gak cocok untuk bersama dari segi apaun. Pasangan ini lantas pulang ke
kampung halamannya di Rumbuk Randu. Kemudian hidup bahagia. Di tengah
kebahagian yang tengah mengudara macam Boeing 77, tanpa disadari melalui pasangan
inilah nantinya kisah Kelabu dari Rumbuk Randu itu terjadi. Sebuah malapetaka sodara-sodara!
Puncak konflik dari cerita di buku ini
.

Apa
buku ini bagus?

Menurut
saya
,
atau menurut aku
,
atau menurut sudut
pandang
aku sebagai pembaca yang tak tahu diuntung ini.
Novel Dawuk
: Kisah
Kelabu dari Rumbuk Randu layak untuk dibaca. Sebab
selain ceritanya bagus
, juga karakter-karakter dalam buku ini
unik. Yang paling saya suka tokoh dalam buku
ini si Warto (Warto
Kemplung.) Ia merupakan tokoh yang bercerita tenta
ng kisah kelam ini, ya bisa dibilang
narator gitu lah
dalam
cerita
. Novel ini mengingatkan saya pada Novel Lelaki
Harimau
karya Eka Kurniawan

(mungkin karena bereka berteman,)
namun saya tak
dapat membanding-bandingkan keduanya
, karena saya bukan kritikus sastra.
Kemudian
saya
juga baca-baca
melalui mbah
google
ada beberapa yang mengatakan
novel ini mirip novel Rongeng
Duku Paruk
karya Ahmad Tohari. Saya tidak tahu
kenapa begitu karna saya belum baca Ronggeng
Duku Paruk.
Tapi terlepas dari itu
, buku ini Sekali lagi layak di
baca
! (Aduh
kok uda kayak ceramah aja)

Btw
sodara-sodara,
Dawuk
: Kisah
Kelabu
dari Rumbuk Randu
ini terbilang sukses. Sebab
pada tahun terbitnya buku tersebut
Dawuk meraih penghargaan Kusala Sastra Katulistiwa 2017. Dan tentang Mahfud
Ikhwan sendiri
ia
lahi
r
di Lamongan, 7 M
ei
1980. Ia telah menerbitkan buku yang antara lain : novel Ulid Tak Ingin ke Malaysia
(2009) yang kemudian terbit kembali dengan judul yang lebih pendek Ulid,
novel Kambing dan Hujan (2015) yang naskahnya merupakan pemenang dari
sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014, serta kumpulan cerita pendek Belajar
Mencintai Kambing
(2016).

Jadi
sodara-sodara. Tulisan ini sudah jadi. Oh, iya saya lupa!

Bagamaina
cara mendapatkan buku ini?

Tentu
dengan cara membelinya melalui Marjin Kiri atau toko online seperi @mellebuku
di instagram, fb dan shopee. Juga toko-toko online lain. Namun jika
sodara-sodara ber
nasip sama dengan saya,
silahkan pinjam saja
,
atau datang ke rumah Gerakan Situbondo Membaca. Itupun kalok dikasik pinjam
sama juru kuncinya. Jadi saran saya sebelum anda meminjam buku tersebut bagi
yang ada di Situbondo, silahkan jalin hubungan baik dulu dengan juru kuncinya.
Agar tidak ada kalimat semacam ini Bekna sapa? (Kamu siapa?).

Jadi
sudah sodara
-sodara, setelah
sedikit promosi
. Sudah cukup saya ngoceh uda capek ini dari tadi. Selamat
memasuki dunia cerita Mahfud Ikhwan melaui Dawuk : Kisah Kelam dari Rumbuk
Randu
. Hihihihi.
(Jangan
lupa baca buku ini sambil kasik suara Aungggggg-aung di youtube biar
mistis!)

Situbondo, 06 Maret 2020.

 

ALEXONG,
lahir di Situbondo, 09 September 1999. Saat ini menetap di Singaraja
sesekali, juga di Situbondo Sesekali,
sedang menempuh pendidikan S1 program pendidikan seni rupa Undiksha.
Sesekali menulis cerpen dan
membuat ilustrasi di berbagai media daring
(jika sedang tidak malas).

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Esai Halimah Nur Fadhilah

Kemajuan Teknologi Dalam Dunia Pendidikan

Apacapa Arif Noerfaizal

Refleksi 73 Tahun Indonesia Merdeka

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Bahaya Dengki dan Solusinya

Puisi Saifir Rohman

Puisi Sya’ban

Arian Pangestu Cerpen

Cerpen – Gulistan

Uncategorized

7 Tips Mengatasi Pilek secara Alami

Puisi Raisa Izzhaty

Pengharapan

Arian Pangestu Cerpen

Cerpen – Rindu

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Hijabers in Love

Buku Ulas Yudik Wergiyanto

Tanah Surga Merah: Menikmati Kritikan Yang Bertebaran

Cerpen Moh. Jamalul Muttaqin

Cerpen: Pulang

Alex Cerpen Puji M. Arfi

Cerpen: Ingar-bingar Pemakaman

Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 1)

Musyafa Asyari Resensi

Rendezvous!: Sebuah Pertemuan yang Memancarkan Keindahan

populi Puisi rejeng

Puisi: Sekeping Sunyi

fulitik hans

Beginilah Cara Mas Rio Main Serius: Investor Global Datang, Rakyat Tetap Pegang Kendali

Alexong Cerpen Robbyan Abel Ramdhon

Cerpen: Penghiburan Kosong

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Sudut Pandang Marketing Politik; 30 Persen Keterwakilan Perempuan Dalam Parlemen Antara Harapan dan Kenyataan di Pileg 2019

Apacapa Review Film Syaif Zhibond

Ketika Obat Jadi Alat Persekongkolan Menkes, Dokter, dan Pengusaha

Esai Hayyi Tislanga

Berperan Tanpa Perasaan