Puisi: Di Taman Aloska

 

Sajak
Mahesa
Asah
*

 

Pemuka
Doa

 

“Bismillahi takdir
qadar menguntai”

Lafadz sesejak udara
berdenyut dalam nadi

Tiada hitung. Tiada
ukur

Tiada batas. Tiada
tukar

Tuhan pun ridha
menyisip harap

Ditiap ucap

“Ya Habibati Aisyah
Ya Habibati Aisyah”

Kunag-kunang penjar
cahayanya

Terbang, dari sudut
paling gelap

Titik hati terdalam

Menagalahkan pijar
lentera sebagai

Hangat raya

Ya Habibi

Kalau aku
mengumpamakan kata

Berarti hati belum
sedia memiliki

Kalau aku mati
berkata

Berarti detik
merindu kian luruh

Pada akhirnya
segenap

Perjumpaan

Rekah

Senyum senantiasa

Bertemu dalam do’a
do’a pemimpi

 

Kelas Bahasa MASA,
2020

 

 

 

 

 

Lagu Langit

 

Biarkan waktu yang menerjemahkan tiap rintik hujan

Dibalik awan hitam kesepian, sebelum nanti angin memahami

Kematian langit biru tanpa bekas luka di badan

 

Aku payung atas bumi yang sudah tak tentu

Menghitung jarak waktu.

Dari atmosfer detak jantungku menetap, hilang.

Dan sebuah jawaban penyesalan mulai tertulis

Aku menangis dan belum mengerti arti

Hamba pada makna-Mu

 

Annuqayah 2020

 

 

 

Kabar Waktu

 

Sedetik sebelum aku dirangkai menjadi puisi

Aku membuang angka-angka

Agar tak ada akhir untuk penyair mencipta kata

            Semenit sebelum aku diracik
menjadi imaji

            Aku menghilangkan awal
dan akhir

            Agar tak ada rasa
kesakitan dalam khayalan penyair

Sejam sebelum aku benar-benar utuh menjadi puisi

Aku meminta pada penyair

Agar setia menuang hasrat setiap kali

Aku meminta

 

Lubangsa A/18, 2021

 

 

 

 

Di
Taman Aloska

;Aisya Bnta

Di Taman Aloska,

Sunyi dapat kurasa
merangkul jiwa,

Dengan pohon yang
berbaris rapi

Sejuk matamu dapat
kusangsikan

Bersama dedaunan
yang gugur

 

Di Taman Aloska,

Aku hidup bak
dipelantara surga

Dewi-Dewi sekadar
menyapa

Walau kerap itu
hanya melintas mengejar nun disana.

 

Di Taman Aloska,

Aku menerjemahkan
dirimu

Sebagai bagian dari
lentera malam

Yang senantiasa
menyala

Menemani
kunang-kunang

Dan menyendiri di bawah tangis rembulan.

 

Kalianget, 2021

 

 

 

 

Sebelum

;Wanita Ganding

 

Sebelum hujan
terbentuk Terik panas matahari menguap,

Terbang bersama
awan-awan

Lalu menyirami
ladang, sawah dan perkebunan

Membekaskan senyum basah sejahtera

 

Sebelum bunga mawar
mekar sempurna,

Kawanan lebah kerap
datang

Menghampiri putik,
mengambil sari pati

Menyulapnya menjadi
madu

Dan berpamit penuh
rasa hormat

 

Sebelum debur ombak
berhamburan,

Aku merasakan surut lautan

Menenggelamkan jiwa
ke dasar paling petang

Hingga aku tak dapat
melihat mentari

Yang menemani
kawanan lebah madu

Dan membuat hujan
kenangan

Berirama pilu

 

Sumenep, 2021

 

 

 

 

 

AISYAH

 

Arca mengukir kata
menyihir raga

Intan bersenandung
di
dalamnya

Sebagai nyanyian
sunyi

Yang tak pernah
terdengar oleh manusia

Angkasa menurunkan
hujan petaka

Hadir tak diundang seamsal hamba

 

Annuqayah, 2020

 

 

 

 

 

Akhir
dari Cinta

 

Adinda, sebutlah nama kekasihmu ini

Pada petang kehidupan dan teriknya perjuangan

Serta; rinduilah kekasihmu ini tanpa mengenal detik
jarum jam

 

Adinda, makilah kekasihmu bila waktu kesetiaan

Berakhir dalam suka

Ia tak takut melupakan Tuhan

Dan memilih jalan sesat di rimba kenangan

 

Annuqayah 2021

 

 

 

 

 

*Santri Annuqayah Lubangsa
Kelahiran TulungAgung, Aktif di Majelis Sastra Mata Pena (MSMP)

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ahmad Sufiatur Rahman Apresiasi

Puisi Relief Alun-Alun Situbondo

Nuriman N. Bayan Puisi

Pantai yang Menyerah dan Puisi Lainnya

A. Zainul Kholil Rz Buku Resensi Ulas

Resensi: Muhammad Sang Revolusioner

Ahmad Zaidi Apacapa

Tentang Kita yang Terlalu Banyak Bicara Omong Kosong

Cerbung Moh. Imron

Cerbung: Farhan dan Perjalanan ke Barat (Part 2)

Apacapa Nanik Puji Astutik

Ada Apa Denganmu, Mantan?

Cerpen Violeta Heraldy

Cerpen : Pertemuan Kembali

Ihda Asyrofi Puisi

Puisi: Menaksir Zikir

Heru Mulyanto Mored Moret Puisi

Puisi Mored: Malam Monokrom

Apacapa Mored Vania Callista Artanti

Curhat: Pak Menteri, Kami Jenuh!

Cerpen Rumadi

Cerpen – Batas yang Direbutkan

Musyafa Asyari Resensi

Rendezvous!: Sebuah Pertemuan yang Memancarkan Keindahan

M Firdaus Rahmatullah Puisi

Hutan Baluran dan Puisi Lainnya

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo

Pantun Madura Situbondo (Edisi 4)

Cerpen Qurrotu Inay

Cerpen: Rayuan Perempuan Gila

M Firdaus Rahmatullah Mored Moret Puisi

Gunung Ringgit dan Puisi Lainnya

Apacapa Esai Marlutfi Yoandinas

Dunia Penyair dan Puisi-Puisinya

Mored Moret Vidi Ratnasari

Puisi: Lekas Pulih Bumiku dan Puisi Lainnya

Alexong Cerpen Tara Febriani Khaerunnisa

Cerpen: Cumi-cumi

Cerpen Sukartono

Cerpen Gelisah