
Saya tidak ingat kapan tepatnya, sewaktu menemukan pesan yang dikirimkan Raisa di Wasap Grup. Kelas Ayah. Gratis. Minggu, 27 Juli 2025. Duabelas Space. Empat poin itu saya baca pelan-pelan dan kemudian segera meneruskan pesan tersebut kepada istri.
“Ma, ada kelas buat bapak-bapak.”
Pesan itu terkirim dan terbaca. Tetapi agak lama istri saya tidak membalas. Hingga ia mengirimi saya daftar-cukup-panjang-pekerjaan-rumah sebelum akhirnya membalas pendek.
“Selesaikan, dan kamu boleh ikut kelas itu!”
Maka, tibalah saya pada pagi hari di Minggu yang cerah. Dan tanpa banyak bertele-tele lagi, mari kita langsung saja.
Dari perempatan lampu merah Tugu Ancak Agung atau Lampu Merah RS Elizabeth atau Lampu Merah baratnya Polres Situbondo atau apalah kalian menyebutnya. Melajulah kalian ke arah selatan ke Jalan Cempaka. Nanti, sebelum jembatan PLN, akan ada gang kecil berpaving di sisi kanan atau barat. Masuk ke gang itu, berbelok ke kiri, berbelok ke kanan, dan setelah sekira-kira dua ratus meter, kalian akan menemukan bangunan di sisi kanan. Parkir motor kalian, atau parkir mobil kalian dengan posisi yang baik dan teratur dan masuklah ke dalam bangunan itu. Itulah Duabelas Space, tempat Kelas Ayah berlangsung.
Saya masuk ke dalam. Mengikuti kelas yang baru berlangsung. Seketika saya menganga dibuatnya.
Pada tahun 2023 silam, ada sebuah klaim yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara fatherless terbanyak ketiga di dunia. Belakangan, klaim tersebut dibantah dan tidak berdasarkan hasil riset. Benarkah Indonesia adalah negara yang miskin-akan-kehadiran-sosok-ayah? Saya tidak tahu jawaban pastinya. Namun, ada beberapa data yang berasal dari berbagai lembaga yang menyebutkan bahwa banyak anak yang tumbuh tanpa ayah. Menurut data UNICEF pada tahun 2021, sebanyak 20,9 persen anak di indonesia tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah. Di tahun yang sama, menurut data BPS, 62,83 persen anak usia nol sampai lima tahun tidak diasuh oleh kedua orang tua kandung secara bersamaan. Belum cukup, I-NAMHS juga merilis data di tahun 2022 bahwa 33 persen remaja indonesia mengalami gangguan kesehatan mental dan hanya 4,3 persen orang tua yang menyadari bahwa anak mereka membutuhkan pertolongan. Apakah itu masalah? Tentu sebuah masalah. Lalu apakah itu kesalahan para bapak sedunia? Tunggu dulu.
Konsep Fatherless ini sebenarnya diciptakan sudah sejak lama, pada tahun 1990-an, oleh Don Browning, seorang teolog dari Universitas Chicago. Kemudian, orang-orang mulai memberikan perhatian pada masalah anak tanpa ayah atau tidak adanya ayah sebagai sebuah permasalahan. Saya tidak tahu sejak kapan isu ini mulai merambah masuk ke indonesia. Di dalam bukunya, yang berjudul bla bla bla, penulis yang tidak saya ketahui namanya itu membeberkan penjelasan cemerlang tentang menjadi seorang ayah. Saya ingin sekali menulis semacam itu pada bagian ini sebenarnya. Wqwq
Peran ayah sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Seorang anak yang selama pertumbuhannya kehilangan peran sosok ayah, berpotensi mengalami berbagai permasalahan mulai dari sisi mental, perilaku, hingga akademik. Peran ayah dibutuhkan oleh seorang anak, sama besar dengan kebutuhan akan peran seorang ibu.
“Coba baca, Ma. Dari lima indikator itu, apa yang belum di aku?”
Di layar, slide materi menampilkan indikator ayah teladan. Saya memotretnya, dan mengirimkannya pada istri. Apakah ada interaksi langsung antara ayah dan anak yang dilakukan dalam berbagai perilaku sehari-hari? Apakah ayah hadir dalam hidup anak, baik secara fisik maupun psikologis lewat kehadiran langsung atau tidak langsung? Apakah ayah memenuhi tanggung jawab pengasuhan seperti terlibat dalam pengambilan keputusan, memenuhi kebutuhan finansial, dan pendidikan anak? Apakah ayah terlibat dalam pekerjaan rumah dan menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak-anak? Jika semua pertanyaan itu terjawab dengan “ya”, maka selamat, kamu atau suamimu atau siapa pun kamu, adalah seorang ayah teladan.
Bagaimana jika jawabannya adalah tidak? Sama seperti saya, itu tak mengapa. Sungguh. Memang apa sih, yang ideal di dunia ini? Tak mengapa jika kamu tak punya waktu penuh untuk mengajak anakmu bermain lantaran harus bekerja banting tulang sejak pagi hingga malam dan pulang-pulang kamu kelelahan. Tak mengapa pula jika kamu tak selalu berada di sisi anakmu sebab harus bekerja di tempat yang jauh karena di tempatmu susah sekali mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan layak. Tak mengapa jika hari ini kenyataan belum berpihak pada kalian. Tak mengapa. Tak mengapa.
Teruslah bertumbuh, bapak-bapak sekalian. Teruslah berusaha menjadi manusia yang bertambah baik dari hari ke hari. Dan sebagaimana kata istri saya, “jauhilah judi, slot, dan khamr.”
Tinggalkan Balasan