Prosa Mini – Perbincangan Kakek dengan Pemuda


Di
tengah malam
, seorang
kakek yang bernama Suminono berbincang
bincang dengan seorang pemuda di
warung sebelah barat pinggir sungai. Si kakek itu berbicara tentang kondisi
daerah Karang Kedempel yang hampir carut marut. Kakek itu bertanya kepada
seorang pemuda
.
Nak, katanya harga
beras dan bahan-bahan pokok lainnya akan dinaikkan oleh pemerintah
?”
“Iya benar, kek. Kalau saya dengar-dengar
memang begitu,  harga beras akan dinaikkan.
Kok bisa mau dinaikkan
harga beras
ya, nak? Apa penyebabnya
kira-kira kok bisa d
inaikkan.
Jawab
si pemuda itu sambil gelisah memikirkan keadaan.
Mungkin ada permainan di pusat
pasar ekonomi kita
,
kek
. Atau bisa jadi banyaknya
mafia-mafia pasar di dalamnya, yang mereka ingin mengendalikan pasar ekonomi.
Gimana nanti nasib orang miskin seperti
kakek ini
ya. Apalagi di
tengah-tengah kegoncangan  daerah Karang
Kedempel ini
pekerjaan semakin sulit
,
nak
. Pengangguran jadi
semakin banyak, lapangan pekerjaan juga semakin sedikit dan ditambah lagi harga
beras mau dinaikkan lagi. Gimana nantik nasip orang miskin
, kalau harga  beras dinaikkan. Soalnya itu kebutuhan pokok yang
paling utama di masyarakat. Apakah mereka yang duduk di kursi pemerintahan
tidak mikir kal
au
ingin menaikkan harga beras
?
Kakek pernah mendengar bacaan Ayat Al-Qur’an  dari guru kakek
, kalau gak salah begini artinya:
aku keluhkan
derita dan kesedihanku kepada Allah
’. Namun,  bukankah Allah telah mewakilkan diriNya dan
tugas-tugas itu kepada kita Nak ? Akankah kita perintahkan Allah agar mengurusi
kenaikan harga beras. Kita diciptakan untuk jadi pemimpin
, nak. Allah sudah
menyerahkan tugas-tugasnya kepada mereka yang jadi pemimpin untuk mengurusi
rakyat.
“Ya benar, kek. Saya setuju dengan
pendapat kakek. Kan tidak mungkin Allah mengurusi harga kenaikan beras
, sudah ada pemimpin
di bumi ini, apalagi di
Karang
Kedempel ini.”
Tak
lama kemudian si pemuda itu mengajak pulang terhadap kakek, kar
ena jam menunjukkan
03.00
WIB, “Sebentar lagi kita akan
memasuki
salat
 subuh.Dan tak lama kemudian
kakek
pun
pamit pulang kepada pemuda itu. Dan disusul pemuda itu juga pulang ke rumahnya.
Lihatlah
bagaimana kehidupan di
Karang
Kedempel ini.
Betapa salahnya tata hubungan urusan-urusannya. Para pamong mengajari penduduk
agar mereka mengabdi kepada
raja-raja kecil, raja pemerintahan
dan kekuasaan. Raja ekonomi,
raja
penguasa air irigasi,
raja
para penjilat yang berbisik-bisik. Atau Raja kaum tua yang segala kata-katanya
harus dipatuhi yang tak bersedia di bantah.
Semua
yang menentukan adalah kaum tua dalam segala arti. Arti darah. Arti budaya.
Arti politik dan ekonomi. Semua yang mudah tak diperbolehkan menemukan sesuatu
sendiri. Yang muda harus buntuh pikirannya. Harus tidak berpikir, harus tidak
menentukan sendiri apa yang seharusnya ia pikirkan dan ia lakukan. Yang mudah
hanya menjadi keset, menjadi alas. Yang mudah hanya boleh mewarisi,
melaksanakan warisan, tanpa boleh dikurangi atau dibantah apalagi dihilangkan.
Yang muda harus menunggu kaum tua untuk mati sebelum diperkenankan  duduk di
sebuah kursi. Sesudah
kematian seorang tua anak muda boleh menduduki kursi itu, tetapi ia tetap tidak
boleh menentukan sendiri apa yang sebaiknya ia kerjakan di atas dan terhadap
kursi itu.
Jadi,
bagaimana mungkin zaman akan beralih secara sehat ? Bagaimana mungkin hari depan
bisa dipersiapkan  secara mandiri ?
Bagaimana mungkin generasi, usaha-usaha, pertumbuhan serta rekayasa-rekayasa
masa depan bisa direncanakan dengan baik ? Bagaimana mungkin anak-anak muda
bisa berkesempatan mengolah dirinya sendiri, dan apalagi mengelola urusan-urusan
sejarah di depan matanya
.
Tidak
mungkin bisa kal
au
yang tua tetap saja haus kekuasaan.
____

Indra Nasution, Aktivis Gerakan Pemuda Sosial dan aktif
di Gerakan Situbondo Membaca.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Puisi Riepe

Puisi – Ratapan Sunyi

alif diska Mored Moret

Puisi Mored: Di Ujung Senja yang Abadi

Mustain Romli Puisi

Puisi-puisi Mustain Romli: Pesona Kota dan Sepasang Mata

Gladis Adinda Felanatasyah Mored

Puisi Mored: Harapan Kalbu

Cerpen M Ivan Aulia Rokhman

Cerpen : Kehilangan Tas di Kota Pasundan Karya M Ivan Aulia Rokhman

Apacapa Imam Sofyan

Membaca atau Merayakan Kebodohan

Ahmad Zaidi Apacapa Esai

Puthut Ea, Komunitas dan Hutang yang Dilunasi

Apacapa Sholikhin Mubarok

Islam Nusantara Adalah Representasi Islam Universal

Aprilia Dwi Nur Hartanti Buku Resensi Ulas

Resensi: Aku Tak Membenci Hujan

Anjrah Lelono Broto Puisi

Puisi: Laporan Pagi di Perempatan Trowulan

Apacapa Moh. Imron

Museum Balumbung: Para Pendekar Masa Lalu

Apacapa

Napas Nusantara Rythm dan Petualangan Musikal Ali Gardy

Puisi Rudi Santoso

Puisi – Aku Ingin Menajadi Kalimat di Doamu

Muhammad Lutfi 2 Puisi Puisi Anak

Puisi Anak Karya Muhammad Lutfi

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Pesan Misterius dan Solidaritas untuk Lombok Versi Pengarang Amatir

Cerpen Nanda Insadani

Cerpen : Ganti Bapak Karya Nanda Insadani

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Sepotong Kue Kekuasaan

Ayu Wulandari Buku Resensi Ulas

Resensi: Jungkir Balik Pers

Andi Fajar Wangsa Puisi

Kendari Selepas Hujan dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Film/Series Ulas Yopie EA

Kraven the Hunter dan Kegagalan