Puisi Mored: Tarian Hujan

Oleh Alif Diska*


Rasa
Karsa

 

Tidak ada yang
sederhana dari cinta

Jika kau masih
menuntut lebih dari cinta

Tidak ada yang
serumit dari cinta

Jika kau masih
membesarkan apa yang sepatutnya kecil

Tidak ada yang
seluas dari cinta

Jika kau masih
mempersempit pola pikir dan rasa

Karena cinta,
seindah apa yang ada

 

Situbondo,
19 September 2020

 

 

 

Rusak
Rongga-Rongga

 

Matamu mulai lihai
berbicara

Telingamu mulai
pintar melihat

Mulutmu pun juga
mulai mahir dalam mendengarkan

 

Matamu mulai
terbelalak, terbuka lebar, hampir lepas

Rongga-rongga
hidung masuk paru-parumu juga mulai mengeluarkan sifat aslinya, suka
marah-marah, cepat mengkafirkan

Lidahmu pun mulai
terjulur kedepan, mahkota-mahkota dijilati, uang-uang, bahkan selangkangan
wanita

 

Kamu tak sadarkan
diri

Kamu tak pandai
melihat dirimu lewat cermin

Kamu, hilang

 

Situbondo,
13 September 2020

 

 

 

Hujan
Itu Kita

 

Bagaimana kamu tahu
hujan, kalau hujan yang kamu tahu hanya tetesan air yang terbendung di mataku

Bagaimana kamu tahu
angin, kalau angin yang kamu tahu hanya hembusan napas yang keluar dari
sela-sela hidungku

Bagaimana kamu
ingin bersyukur, jika hal sekecil itu pun kita tak menyadarinya

 

Situbondo,
10 September 2020

 

 

 

Murni

 

Semak belukar
berduri melilit lidah

Seonggok kayu
keluar dari mata

Mulut terkunci
dengan linggis yang diputar

Hanya nurani,
melukis lembayung tanpa hingar-bingar

 

Situbondo,
20 September 2020

 

 

 

Tarian
Hujan

 

Saat mendung
menjadi awan dalam pikiran

Saat sendu
meleburkan hati yang dirundung rindu

Saat hujan
menari-nari bermandikan kenangan

Disitu, kamu lah
yang terlintas dalam sukmaku

 

Situbondo,
31 Mei 2020

__________________

*) Penulis merupakan pegiat Rumah Sastra Smasa, alumni Smasa’56, penyuka sastra.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Puisi Mored: Tarian Hujan”

  1. Njir langsung tertuju ke " hujan itu kita"

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banang Merah Cerpen

Prosa Mini : Monolog Seorang Kekasih Karya Banang Merah

Cerpen

Cerpen: Seorang Perempuan dan Tengkorak di Pelukannya

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Perempuan dalam Pusaran Konflik Agraria di Indonesia

Apacapa Esai Syaif Zhibond

Serrona Rèng Situbende è Bulân Rèaje

Cerpen Nur Dik Yah

Cerpen: Sepasang Pemburu di Mata Ibu

Buku Ulas

Para Bajingan Yang Menyenangkan: Benar-benar Bajingan!

fulitik

1.100 Kaos Patennang Ludes Terjual, Efek Jalan Santai Bareng Mas Rio

Apacapa fulitik

Menggugat Integritas Pejabat Publik

Puisi Rion Albukhari

Puisi: Sonet Api

Mored Nurmumtaz Sekar Ramadhan

Cerpen Mored: Secangkir Kopi

Curhat Moh. Imron

Ramadan: Tangisan pada Suatu Malam

Penerbit

Hai Situbondo

Cerpen M Firdaus Rahmatullah

Cerpen: Enam Cerita tentang Kenangan

Apacapa fulitik kenalmasrio

Tebarkan Politik Baik, Mas Rio Traktir Ratusan Emak-Emak Makan Bakso

Apacapa

Nasè’ Soḍu: Lagu Dangdut yang Lahir dari Dapur, Bukan Panggung

Apacapa Irwant

Jomblo dan Motor Tunggangannya

Apacapa Esai Rahman Kamal

Dik, Mengapa Kau Tak Mau Menemaniku ke Kampung Langai Malam Itu?

Puisi

Bahasa Perempuan dan Puisi Lainnya

Buku Muhamad Bintang Ulas

Resensi Buku: Francisco Ferrer, Asal-Usul dan Cita-cita Sekolah Modern

Anwarfi Puisi Saiful Bahri

Puisi-puisi Saiful Bahri: Tubuh Ramadan