Resensi: Si Anak Cahaya

 

Judul buku  : Si
Anak Cahaya

Pengarang  :
Tere Liye

Penerbit : Republika Penerbit

Tahun terbit  :
Cetakan I, Desember 2018

Jumlah halaman  :
417 halaman

Resensi oleh: Muhammad Fadhil Alfaruqi

 

Nama kau Nurmas, itu nama yang indah sekali. Nur itu
cahaya, mas atau emas itu logam mulia yang berharga. Aku harap, suatu saat
cahaya dan kemuliaan kau akan menyatu, berkilauan.”

Buku ini tentang Nurmas, si anak cahaya yang memiliki
petualangan masa kecil yang penuh keceriaan dan menakjubkan. Apa yang
sebenarnya dilakukan oleh Nurmas hingga penduduk seluruh kampung selalu
mengingat kejadian yang membuatnya resmi dipanggil si anak cahaya?

Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah
mahkotanya.

Buku
si anak cahaya merupakan salah satu dari 7 buku yang ada di serial “si anak” karya
Tere Liye. Seperti buku-buku lainnya di serial ini, buku si anak cahaya
merupakan bacaan ringan yang penuh dengan hikmah. Untuk kalian yang telah jenuh
dengan novel-novel ringan bertemakan percintaan mungkin buku ini sangat cocok
dimasukkan ke dalam to do list
kalian.

Buku
ini bercerita tentang Nurmas atau biasa di panggil Nung, seorang anak cerdas
kebanggaan kampung. Tere Liye membuka kisah Nung dengan kedatangan para tentara
republik Indonesia ke kampungnya  guna
merekrut pemuda kampung yang layak untuk bergabung bersama TNI. Ketika itu,
Indonesia masih berumur belia yaitu sekitar 5 tahun-an.

Selepas
perekrutan para pemuda kampung, Nung bertanya kepada Letnan Harris Nasution
yang saat itu menjadi penguji perihal kemungkinan perempuan masuk tentara.
Letnan tersenyum mendengar pertanyaan tersebut dan menyebutkan beberapa nama
pahlawan nasional dari kalangan perempuan yang bahkan bisa memimpin ribuan
pasukan.

Kisah
berlanjut membahas berbagai kisah yang tidak hanya penuh dengan nasihat, akan
tetapi juga dihiasi dengan unsur komedi. Seperti saat Nung terpaksa harus pergi
ke kota kabupaten sendirian untuk mencari obat Bapak yang sudah cukup lama
jatuh sakit. Mamak tidak bisa menemani 
karena sedang  mengandung. Jadilah
Nung menumpang gerobak kerbau sendirian untuk pergi menemui dokter di kota
kabupaten. Gerakan gerobak yang lambat membuat sebagian penumpang mengomel
karena takut terlambat datang ke pasar. Mereka menuruh kusir gerobak tersebut
memukulkan cemetinya ke kerbau agar bisa bergerak lebih cepat. Namun, sang
kusir menolak karena sangat menyayangi kerbaunya. Maka terjadilah perdebatan
konyol antara kusir dan beberapa penumpang.

Kisah
persahabatan antara Nung, Jamilah, Siti dan Rukayah juga tak kalah seru untuk dinikmati.
Konflik antara mereka dengan Badrun dan kawan-kawannya menjadi salah satu
penambah unsur komedi di novel ini.

Dibalik
kehidupan menyenangkan Nung di kampung, Bapak dan Mamak Nung menyimpan sebuah
kisah di masa lalu yang membuat mereka terpaksa mengungsi kampung. Mereka saat
ini memang terlihat seperti petani biasa di kampung, namun sejatinya mereka
menyimpan kisah hebat di masa lalu. Bapak yang bernama Yahid pada masa mudanya
menganut paham sama rata sama rasa bahkan mengikuti perkumpulannya, sedangkan
Mamak yang bernama Qaf  merupakan anggota
perkumpulan yang bersebrangan dari Bapak yaitu agamis.

Sebuah
keadaan menyebabkan Bapak bertaubat dan memutar haluannya. Setelah itu, Bapak
malah masuk ke perkumpulan Mamak yang awalnya sangat di benci oleh Bapak dan
disitulah ci
nta
antara mereka bersemai. Namun, keadaan tidak begitu mudah bagi mereka. Baru
beberapa tahun setelah Nung lahir, Dulikas teman Bapak saat masih
diperkumpulannya yang sebelumnya menyimpan dendam dan menghasut pihak jepang
yang saat itu menjajah Indonesia untuk menangkap Bapak dan Mamak. Keadaan Nung
yang saat itu masih kecil membuat mereka terpaksa mengikuti saran dari kawannya
untuk pergi mengungsi dan tempat pengungisan yang dipilih adalah kampung
kelahiran Bapak. Namun, mereka tidak sadar bahwa masa lalu itu akan kembali
lagi.

Seakan
terikat oleh benang takdir, setelah bertahun tahun berlalu tiba-tiba saja
Dulikas bersama kelompoknya datang ke kampung untuk menyebarkan paham komunisnya.
Mengetahui bahwa kawannya Yahid tinggal di
sana, Dulikas
mengubah niatnya menjadi balas dendam. Di
saat genting itulah keajaiban muncul
dan hal hebat pun terjadi.

Kelebihan:
Bahasa yang digunakan dalam buku ini sederhana dan cukup mudah dipahami,
catatan kaki juga disediakan untuk mengartikan beberapa kata yang kurang
familier di masa ini sehingga cocok dibaca oleh remaja. kisah-kisah didalam
novel ini pun sarat akan hikmah dan pelajaran moral.

Kekurangan:
Hal yang menjadi kekurangan buku ini adalah konfliknya berjalan dengan santai
dan lambat sehingga menyebabkan para pembaca merasa bosan dan jenuh.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Resensi: Si Anak Cahaya”

  1. Avatar Anonim
    Anonim

    bagus sekali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Nur Dik Yah

Cerpen: Sepasang Pemburu di Mata Ibu

Buku Edo Arnanda Ulas

Resensi: Lord of the Flies

Puisi

Tragedi Perokok dan Puisi Lainnya

Review Film

Review Film: Si Buta dari Gua Hantu

Apacapa Muhammad Riyadi

Menakar Pilkada di Kota Santri: Pengaruh Pesantren dan Politisasi Identitas

Cerpen

Cerpen: Juru Rawat Kenangan

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Permainan Pelukan Karya Haryo Pamungkas

Novy Noorhayati Syahfida Puisi

Puisi: Menggambar Kenangan Karya Novy Noorhayati Syahfida

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : Mimpi Setelah Membaca

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Kisah Cinta Adam Hawa Karya Agus Hiplunudin

Buku Indra Nasution Ulas

Ulas Buku: Manusia dalam Genggaman Media

Apacapa Iip Supriatna

Tantangan Kaum Buruh di Era Moderenisasi

Apacapa

Nasè’ Soḍu: Lagu Dangdut yang Lahir dari Dapur, Bukan Panggung

Apacapa Supriyadi

Takbiran, Bunyi, dan Memori

Kampung Langai

Free Download Buletin Festival Kampung Langai

Apacapa Bayu Dewo Ismadevi

Menyiapkan Generasi yang Hebat

Madura Syaif Zhibond

Tèngkana Orèng Aparloa

Apacapa

Media Sosial, Jalinan atau Jerat?

Apacapa apokpak N. Fata

Stop! Ngapain Banyak Baca?

Apacapa Politik Sainur Rasyid

Pilkada Situbondo: Kamu Pilih Siapa, Bro?