Self-Validate: Cara Ampuh Menjaga Kewarasan

 

Oleh:
Raisa Izzhaty

Sejak
kecil, saya terbiasa untuk tidak mengakui perasaan-perasaan yang muncul.
Alih-alih berpikir soal perasaan, saya lebih sering mengelak perasaan marah,
sedih, atau kecewa yang muncul. Ternyata, kebiasaan merepresi perasaan
berpengaruh pada cara saya mengelola emosi. Saat ini, saya jadi kehilangan
kemampuan untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya saya rasakan. Saya hanya
mampu menangis, marah meledak-ledak, atau diam seharian tanpa mampu
menerjemahkan mengapa emosi tersebut muncul. Bahkan, Ketika sampai pada titik
tertentu, saya bisa menyakiti diri sendiri.

Menjadi
istri dan seorang Ibu dari bayi di bawah setahun sangat menguras emosi saya.
Ada satu titik di mana saya ingin diam dan tidak melakukan apa-apa. Ketika saya
diam, saya mencoba untuk memahami diri saya lebih lama, lebih perlahan, dan
lebih adil. Saya merasa hampir separuh usia saya, saya tidak cukup adil untuk
diri saya sendiri. Contohnya, ketika saya marah karena seseorang melabeli anak
saya anak sapi karena saya tidak menyusui, saya lebih memilih menekan emosi
marah itu karena orang-orang di sekitar saya berkata saya berlebihan. Saya jadi
mempertanyakan diri saya sendiri, “Ah iya ya, saya berlebihan banget, ya? Kan cuma
bercanda?”.

Padahal,
merasa sedih, kecewa, dan marah itu sah-sah saja. Perasaan yang muncul adalah perasaan
yang valid. Tidak ada namanya berlebihan Ketika kita merasa tersinggung atau
sedih atas perkataan orang lain. Tapi, Ketika perasaan kita tidak divalidasi
atau dianggap tidak nyata oleh orang sekitar kita, bagaimana? Masyarakat kita
cenderung untuk melarang perasaan-perasaan tersebut muncul dan mengelaknya
dengan sekuat tenaga. Kita terbiasa mendengar, “Jangan baper, ah!”, “Jangan
nangis, dong! Cengeng!”, “Jangan marah, lah! Kan cuma bercanda!”.

Untuk
itu, self-validate barangkali jadi solusi yang cukup ampuh untuk menjaga
kewarasan kita di tengah masyarakat yang tidak sehat. Saya mencoba langkah
berikut betika perasaan tertentu muncul pada diri saya:

1.    
Ambil
jarak sejenak dari hal yang membuatmu merasa tidak nyaman

2.    
Coba
terjemahkan emosi yang kamu rasakan. Marah, sedih, atau kecewa.

3.    
Akui
bahwa emosi yang muncul adalah benar dan nyata adanya.

4.    
Ambil
kesimpulan emosimu dengan satu kalimat seperti berikut:

        
Aku
merasa marah karena suamiku tidak meletakkan handuk di jemuran setelah mandi

        
Aku
merasa kecewa karena mertuaku melabeli anakku anak sapi.

        
Aku
merasa sedih karena anakku menolak makan.

Self-Validate
 akan membuatmu terbiasa menghargai
dirimu sendiri, juga melatihmu untuk berempati kepada perasaan orang lain.
Selain itu, setelah langkah self-validate kamu lakukan, kamu akan lebih clear
melihat masalah yang muncul serta lebih mudah menemukan solusi dari masalah
tersebut.

Satu
hal yang perlu kamu ingat dari ini semua; yang kamu rasakan itu nyata. Yang
kamu rasakan itu benar adanya. Kamu berharga.

Selamat
mencoba!

 

Penulis

  • Raisa Izzhaty

    Raisa Izzhaty mengawali kecintaannya terhadap dunia tulis menulis sejak menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah SWARA SMASA. Ia melanjutkan studi di Fakultas Sastra di Universitas Negeri Malang serta Language Faculty Chiang Mai University, Thailand. Sempat menjadi tutor BIPA untuk mahasiswa asing, beriringan dengan aktivitasnya belajar menulis di Pelangi Sastra Malang dan Komunitas Penulis Muda Situbondo. Beberapa tulisan nya beredar di beberapa media massa, antologi, serta buku tunggal yang diterbitkan secara indie.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa

Arèsan Kompolan: Pergumulan yang Bukan Sekedar Rasan-Rasan

Resensi Ulas

Tanah Surga Merah: Menikmati Kritikan yang Bertebaran

Apacapa MA Marzuqin

Apacapa: Ngobrolin Gus Dur: “Gus Dur, Sastra dan Wanita”

Apacapa Opini Sholikhin Mubarok

Ideologi dan Pandangan

Dewi Masithoh Syarafina Khanza Digananda

Serunya Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi Menulis Cerpen Hasil ToT

Apacapa Esai Haryo Pamungkas

Komitmen Literasi untuk SDM Unggul

Penerbit

Buku: Kesiur Perjumpaan

Cerpen Puji M. Arfi

Cerpen: Perjalanan Panjang Mencari Sebuah Angka

Cerpen

Bocah itu Bernama Laut

Apacapa Esai Imam Sofyan

Harjakasi: Memaknai Situbondo dari Alun-Alun

Eva Salsabila Puisi

Puisi-puisi Eva Salsabila: Kontemplasi Rembulan

Apacapa

Membentuk Ruang Penyadaran Melalui Lingkar Belajar Feminisme Situbondo

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Instagram, Lesbian dan Kebebasan Seksualitas

Cerpen Devi Tasyaroh

Cerpen: Menggadai Kebahagiaan

Polanco S. Achri Puisi

Puisi: Di Belakang Pondokan Teringat Du-Fu

Apacapa Rg. Hutama

11 Tahun Mensos Juliari

Ienna katanny Prosa Mini

Sebuah Pilihan

A. Zainul Kholil Rz Buku Ulas

Ulas Buku: Tawaf Bersama Rembulan

M.Z. Billal Puisi

Puisi: Sejarah Maaf

A. Warits Rovi Cerpen

Cerpen: Lelaki Yang Bercita-cita Jadi Tukang Sihir