Laksana Putih Salju

Kebahagiaan
yang dicari terkadang tak ditemukan. Ia begitu misteri. Gelap. Tak berwarna.
Begitulah kebahagiaan itu. Tidak ada kebahagiaan yang hakiki di dunia ini.
Hanya sebentar. Paling lama 5 menit, selebihnya hanya kesenjangan yang dirasakannnya.
Kedua
anak kecil itu menatap penuh harap kepada Ayah mereka. Mereka tersenyum seraya
berkata “Pulanglah dengan membawa ikan yang banyak, Pak.” Sang Ayah
hanya membalas dengan tersenyum, lalu membelai sayang kepala anaknya.
“Doakan
Bapak membawa ikan yang banyak,” jawabnya penuh keyakinan.
Kedua
anak kecil itu tersenyum menatap Ayahnya. Mereka menganggukkan kepalanya, mengiyakan
apa yang diucapkan Ayahnya.
“Bapak
jalan dulu, ya!!”
“Hati-hati.”
Ayahnya
pun pergi meninggalkan kedua anak kecil itu. Dengan perasaan penuh harap, mereka
melepaskan Ayahnya untuk pergi melaut. Sesekali, ia menoleh kebelakang untuk
melihat kedua anaknya seraya melambaikan tangan. Mereka pun tak pernah
melepaskan pandangannya pada sesosok manusia yang dijuluki pahlawan dalam
keluarganya. Banyak harapan yang tak bisa mereka ungkapkan kecuali “Pulang
dengan selamat dan membawa ikan yang banyak.”
Ayah…
Sesosok manusia yang tak begitu
dekat dengan anaknya. Namun, ia selalu melakukan yang terbaik untuk anaknya. Ia
tidak seperti Ibu yang penuh kasih sayang. Kelembutan. Cinta. Perhatian. Ia
berbeda, tapi ia begitu disegani.

Banyak anak perempuan menginginkan suami seperti
Ayahnya. Karena bagi mereka, ayah adalah laki-laki yang begitu mencintainya,
walaupun kita sering membencinya karena sikapnya. Ia memang tidak bisa seperti
Ibu. Tapi dari kerja kerasnya, kita bisa tumbuh besar. Sekolah. Merasakan di
rumah yang nyaman. Makanan enak. Mainan banyak, dan lain-lain.
Ayah itu seperti putih salju.
Dingin tak tersentuh. Tapi ia begitu tegas dalam hal apapun. Maka dari itu, banyak
dari kita yang tak begitu dekat dengan Ayah. Bahkan sebagian anak merasakan
ketidak-nyamanan ketika berada dekat dengan Ayah. Berbanding terbalik saat
bersama Ibu.

Lihatlah sekali saja Ayah kita. Pernahkah kita mendoakannya?
Ataukah kita lebih sibuk mendoakan seseorang yang bahkan tak kita kenal?
Lihatlah wajahnya yang tak lagi muda. Rambutnya yang mulai memutih. Tangannya
yang mulai kasar. Pernahkah kita mengatakan “Bapak, aku sayang kamu”?
Pernahkah?
Namun,dari jiwanya yang begitu
tegas. Banyak hal yang tak bisa Ayah ungkapkan. Sejujurnya, ia ingin sekali
memeluk kita tapi ia tahan. Ia hanya menepuk pundak kita seraya berkata
“jadilah yang terbaik”. Ayah memang penuh misteri. Tapi, ia penuh
cinta. Ayah memanglah yang terbaik. Ia korbankan nyawanya agar kita bisa hidup
seperti yang lainnya.

Ayah, semoga dari kerja kerasmu ini. Allah
mengantikannya Surga. Dari jerih payahmu, Allah akan gantikan pahala. Maafkan
anakmu yang belum mampu membahagiakan dirimu. Sehat selalu, Pak. Kami
mencintaimu. []
Biografi
Penulis

Nanik Puji Astutik, tinggal
di Besuki, Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Puisi Raeditya Andung Susanto Sastra Minggu

Puisi: Sabda Hujan

Buku Resensi Ulas Wardedy Rosi

Resensi: Distopia dalam Fiksi Individutopia

Apacapa

Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah

Apacapa Imam Sofyan

Membaca atau Merayakan Kebodohan

Cerpen Violeta Heraldy

Cerpen : Pertemuan Kembali

Film/Series Ulas

Superman dan Fantastic Four: First Step Siap Menghantam Bioskop Indonesia

Andi Fajar Wangsa Puisi

Puisi : Sore yang tak ingin Kuakhiri dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Ilham Wiji Pradana Puisi

Puisi-puisi Ilham Wiji Pradana: Rumah Pak RT

Fendi Febri Purnama Puisi Madura

Puisi Madura: Bânnè Gârimisen Polè

Film/Series Review Film Setiya Eka Puspitasari Ulas

Review Film: Jaka Sembung dan Si Buta

Cerpen Qurrotu Inay

Cerpen: Mereka Berbicara tentang Kamu

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Sebuah Refleksi Pengalaman: Pagi Bening dan Engko’ Reng Madhurâ

Cerpen M Firdaus Rahmatullah

Cerpen: Sebelum Kau Terjun Malam Itu

Buku Mareza Sutan Ahli Jannah Ulas

Ulas Buku: Mendewasa dalam Rindu

Apacapa Kakanan Situbondo

Tajhin Sora

Pantun Papparekan Madura

Pantun Marongghi

Ahmad Maghroby Rahman Esai

Bejo, Suhaden, Kopi, Senja dan Rendra

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Berkaca pada Cerpen Para Juara

Apacapa Nanik Puji Astutik

Kenapa Tuhan Menciptakan Rindu?

Apacapa

Setelah Ujung Jalan Daendels: Refleksi Panarukan dalam Serat Darmagandhul