Puisi Maryatul Kuptiah: Di Sudut Kota

CERUK PERKOTAAN BERCERITA

di kolong jembatan

anak-anak bertingkah ria

dengan tapi bekas diikat

samping kanan roda mobil bekas

miliknya, tak lupa

dengan kaleng susu kosong—katanya

itu kapal tenker

dunia tak pernah

tawar-menawar soal persinggahan

“mau jadi apa dewasa nanti?”

tanya satu ke yang lainnya

“jadi pelangi”

muncul setelah hujan

sesaat gelak tawa memecah

deru suara mesin pabrik

menghapus debu yang disebut ibu kota

2025

TAWA KELURAHAN

/1/

di baris rak-rak

aku melihat tumpukan berkas

berkas lebih dulu mengantri

sebelum manusia

/2/

pekerja tampak lelah

nada bicara seperti printer rusak

tatap kosong mata

seolah bicara bahwa

negara sedang sakit

/3/

aku bertanya:

apakah bisa BPJS mencatat rasa sakit?

Atau, bisakah KTP melacak rasa senang?

jadwal antrian—pagi ini,

membuat surat pernyataan domisili

yang digadai mesin sidik jari

merekam gak milik

2025

DI SUDUT KOTA

—-“Hai gadis, sedang melukis luka?”—

jingga di langit sore

ia terduduk di kursi panjang

berbicara pada bunga-bunva

di pekarangan kota

—“hari ini tidak buruk”—, ucapnya.

sembari menyirami pot bunga

berisi patahan harapan

yang gugur oleh air mata

—“katanya tak cukup”—

basah rasa luka karena manusia

secangkir puisi kopi pahit

disuguhkan sarapan puisi

kenangan yang tak mau mati

2025

HAUS MANIFESTO

sepanjang bibir trotoar ini

lebih mengantri rasa lelah

daripada peIns daerah

semut kecil diinjak matu    

aku ingin menulis:

aku jatuh cinta pada

lukisan di tembok kota

tapi cat semprot hampir habis

satpam berpatroli

ku tinggalkan sana satu kata

di pojok tembok retak:

 “negara mati”

2025

CATATAN KECIL DI PERSIMPANGAN JALAN

Hah, sialan. Laki-laki bajingan itu terus saja bercakap

gelombang suaranya. Menukik, gelegar kalah tarung toa, kumandangkan azan

bohongnya, berkata Iya

lanjutan catatan-catatan kecil di persimpangan jalan.

Namun aneh, tak sedikit dari mereka

orang menyebut-Nya tak punya belah kasihan

hah, bajingan. Ucapannya selalu saja mengekor di persimpangan jalan

tidak di trotoar, kaki lima, di mana-mana

terlena akan soal perajuan tanda tanya

para semut-semut kecil.

Yang menggigit gula.

Tidak di pahami. Tetapi, pasti ada sebuah catatan kecil di sakunya

selalu peneman.

pereda wajah yang mulai memerah

itu biasa, bukan keheranan

November, 2024

EPILOG

Terbaring di pangkuan. Lirik gadis kecil ibu belum tertelap.

Ibu” tak pernah lelah, akan cerita disulap menjadi dongeng lara pengantar tidur. Ia sejenak lupa dengan episode lanjutan itu. Ia mulai pulih dari semua sandiwara raja dan warga di pentas beberapa waktu.

November, 2024

Penulis

  • Maryatul Kuptiah merupakan mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Hobi menulis puisi, artikel, dan esai. Saat ini  sedang bergiat di UKMF Labor Kepenulisan Kreatif Unand. Beberapa karya penulis telah dimuat di platform media cetak dan digital. Instagram: @xo.iaa_


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dewi Masithoh Syarafina Khanza Digananda

Serunya Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi Menulis Cerpen Hasil ToT

Film/Series Hendri Krisdiyanto Ulas

Review Film: Si Bongkok

Apacapa

Gawai Bukan Musuh, Asal Kita yang Kendalikan

Apacapa Musik Nafisah Misgiarti Situbondo Ulas

Ghu To Ghu dan Makna Perjalanan

Prasetyan Ramadhan Puisi

Puisi: Malam Kota Stabat

Daffa Randai Puisi

Bekal Kepulangan dan Puisi Lainnya Karya Daffa Randai

Apacapa Opini

Bagaimana Jika Situbondo Menjadi Kota yang Ramah Bahasa Indonesia?

Alex Cerpen

Cerpen: Panarukan, Sepotong Kenangan

Puisi Saifir Rohman

Puisi Sya’ban

Cerpen Moh. Rofqil Bazikh

Cerpen: Matinya Penyair Bukad

Apacapa Buku Dani Alifian Ulas

Novel Ulid, Buku yang Cocok Dibaca Saat Rindu Kampung Halaman

Apacapa Esai Rahman Kamal

Memaknai Batik Ala Jomlo

Anwarfi Miftah Zururi Puisi

Puisi-puisi Miftah Zururi: Kamar Mandi Sekolah

Apacapa Ramadeni

Implementasi Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Terima Kasih Situbondo

Politik

Press Release Kongres HMI

Puisi Rizal Kurniawan

Puisi-puisi Rizal Kurniawan: Ibu Kota Baru Suatu Pagi

Buku Ulas

Senyum Karyamin: Perihal Kesederhanaan

Choirun Nisa Ulfa Prosa Mini

Prosa Mini – Irama Kematian

Apacapa Imam Sofyan

Surat Terbuka untuk Pak Karna