Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

freepik

Oleh: Nur Husna

Refleksi
Pancasila di Era Modernisasi

Sosial
media telah menjadi bagian dari kehidupan manusia modern. Di era yang serba
digital ini memiliki smartphone bukan lagi sebagai kebutuhan sekunder
melainkan telah menjadi kebutuhan primer. Apalagi semenjak pandemi Covid-19
memporak-porandakan tatanan sosial di masyarakat mulai dari perekonomian hingga
pendidikan. Dimana seluruh kegiatan berlangsung secara virtual atau online
yakni dengan menggunakan sistem Work From Home (WFH) dan Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ). Sejak saat itu masyarakat kita khususnya para pemuda semakin
lekat dengan yang namanya internet. Seperti yang kita ketahui bahwa mayoritas pengguna
sosial media yakni dari kalangan pemuda mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Generasi muda saat ini seakan telah menjadi bagian dari
sosial media itu sendiri. Di berbagai platform media sosial yang menyuguhkan
berbagai macam konten didominasi oleh para pemuda. Namun jika kita menilik
lebih jauh, timbul beberapa permasalahan pada pemuda kita hari ini, yang
rasanya telah tenggelam dalam kubangan modernisasi hingga berdampak terhadap
moral generasi bangsa. Yang dalam hal ini pancasila harus turut hadir untuk
menyelamatkan generasi muda dari krisis moral.

Dalam
konteks ini, tidak dapat kita nafikan bahwa pemuda kita dewasa ini telah
mengalami degradasi moral yang signifikan. Dimana mayoritas platform media
sosial selalu menayangkan informasi-informasi atau berita mengenai tindakan
asusila maupun kekerasan yang ironinya dilakukan oleh para generasi muda. Dalam
hal ini jika kita telaah lebih dalam faktor dari semua tindakan  amoral 
yang dilakukan  para generasi muda
ialah fanatisme terhadap teknologi yang disatu sisi tidak diimbangi dengan
moral yang cukup. Generasi muda terlalu terlena pada segala kemudahan yang
disuguhkan oleh teknologi yang tanpa mereka sadari semua itu akan menjadi
boomerang jika tidak dipergunakan dengan sebijak mungkin. Realita
memperlihatkan pada kita bahwa tayangan-tayangan yang disuguhkan oleh berbagai
platform media sosial mengandung unsur sekularisme dan liberalisme yang tanpa
sengaja kita didoktrinisasi hingga lupa akan jati diri bangsa ini. Paham
kebebasan seperti hedonis juga turut mencekoki para generasi muda melalui kanal-kanal
sosial media. Sekularisme memberi kita pandangan bahwa semakin bebas hidup maka
akan semakin keren. Dan yang selanjutya terjadi adalah tumbuhnya sikap
hedonisme, individualisne bahkan premanisme yang berujung pada rusaknya moral
bangsa. Teknologi tidak mengenal batasan termasuk batas usia, konten dewasa
yang disuguhkan dapat juga ditonton oleh anak-anak usia dini. Dan hal tersebut
tentu saja memiliki dampak yang cukup buruk dalam masa perkembangan anak. Hal
ini juga diperparah dengan kurangnya peran serta orang tua dalam melakukan
pengawasan terhadap anak dalam bersosial media. Pendidikan karakter yang selalu
digadang-gadang seakan tidak lagi digubris, anak diyatimpiatukan dengan
menyerahkannya pada smartphone. Padahal moral terbentuk dimulai dari pendidikan
karakter yang dilakukan langsung oleh orang tua. Bukannya mempercayakan
sepenuhnya terhadap teknologi.

Sebagai
negara yang berideologi pancasila, seyogyanya nilai moral memanglah dijunjung
tinggi. Dalam konteks pemuda dan sosial media, pancasila harus turut
direalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Pada hakikatnya
menerapkan nilai-nilai pancasila tidak hanya dilakukan di dunia nyata tapi juga
di dunia maya. Zaman telah berubah dan akan terus berubah, pancasila yang
bersifat fleksibel akan terus relevan seiring berkembangya zaman. Eksistensi
pancasila dalam moral sudah tidak dapat diragukan lagi, pancasila merupakan
sumber moral bangsa yang orisinil. Contoh konkret korelasi pencasila, pemuda,
dan sosial media yakni seperti didalam butir pertama pancasila yang berbunyi,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama pada pancasila memiliki makna yang sangat
dalam. Yang dalam hal ini jika kita realisasikan nilai pancasila dalam
kehidupan dunia maya, maka yang terjadi adalah kita dapat berpikir terlebih
dahulu sebelum bertindak, karena kita sadar dan paham makna dalam sila pertama
bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai toleransi dan segala perbedaan. Maka
dengan begitu terhindarlah sebuah perpecahan hanya karena kolom komentar. Memang  sudah sepatutnya nilai pancasila harus turut
diaplikasikan dalam bersosial media. Realita masyarakat kontemporer di
Indonesia bahkan dunia hari ini menilai sebuah bangsa melalui sosial media.
Sosial media seakan menjadi tolak ukur marwah dari suatu bangsa, karena
media-media sudah tidak lagi memiliki batasan untuk memberitakan berbagai
peristiwa manca negara. Sebab itulah marwah Indonesia ada pada tangan-tangan
bijak generasi muda.

Esensinya
ialah perkembangan globalisasi yang semakin pesat juga harus diimbangi dengan
moral yang turut maju. Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa merupakan
landasan yang orisinil dalam mengimplentasikan moral dalam bersosial media. Pancasila
merupakan filtrasi bangsa dari paham-paham sekularisme yang berkedok
konten-konten menarik. Pemuda jangan mau diperbudak teknologi hingga menyebabkan
lupa akan jati diri bangsa ini. Membawa pancasila kedalam dunia maya bukan lagi
suatu hal urgen melainkan suatu keharusan pancasila ada dan diterapkan. Generasi
muda sebagai aset bangsa jangan sampai terlena dan tenggelam oleh kenyamanan
semu teknologi. Melupakan jati diri bangsa sama saja mengkhianati bangsa ini.
Karena yang kita tahu bahwa The Founding Father kita membuat pancasila
dengan  mempertaruhkan jiwa dan raga.
Pancasila dirancang tidak hanya sebatas sebagai sebuah ideologi tapi panacasila
dirancang memang untuk masa depan bangsa Indonesia. Jangan sampai paham
liberalisme menjadikan kita generasi muda yang hedonistik, premanis bahkan
individualis. Karena semua hal tersebut sangat bertentangan dengan pancasila.
Indonesia sebagai bangsa yang besar memang rentan perpecahan, maka dengan
begitu pancasila ada sebagai pengikat kesatuan bangsa ini. Indonesia tidak
memerlukan pemuda yang hedonis tapi Indonesia memerlukan pemuda yang
pancasilais. []

 

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

game Ulas Yopie EA

5 Alasan Mengapa Kita Tidak Perlu Membeli PS5 Pro

Ahmad Zubaidi Puisi

PUISI : Penjahit Sunyi Karya Ahmad Zubaidi

Muhammad Lutfi 2 Puisi Puisi Anak

Puisi Anak Karya Muhammad Lutfi

Cerpen Mochamad Nasrullah

Cerpen: Jejaring Mimpi

Apacapa Esai Rahman Kamal

Merengkuh Bahagia di Bulan Maulid

Apacapa Jamilatul Hasanah Wisata Situbondo

Taman Nasional Baluran

Ayu Wulandari Buku Resensi Ulas

Resensi: Jungkir Balik Pers

Apacapa

11 Rekomendasi dalam Kegiatan Temu Inklusi ke 5

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Joe dan Dua Orang Gila

Muhammad Husni Puisi Tribute Sapardi

Puisi: Payung Hitam 13 Tahun

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Percakapan Iwoh dan Saydi

Putri Oktaviani Resensi

Resensi: Teka Teki Rumah Aneh

Cerpen Irfan Aliefandi Nugroho

Cerpen: Tubuh Berkarat

Apacapa Politik Sainur Rasyid

Pilkada Situbondo: Kamu Pilih Siapa, Bro?

Faris Al Faisal Puisi

Puisi-puisi Faris Al Faisal: Merah Putih

Cerpen Moh. Imron

Cerpen: Pelabuhan Jangkar dan Kapal yang Dikenang

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Kesucian Karya Agus Hiplunudin

Apacapa Esai rizki pristiwanto

Raffasya dan Keramaian yang Sunyi

Uncategorized

Lomba Menulis Cerpen Tema Air Mata

Ahmad Zaidi Apacapa

Merindukan Pariopo, Merindukan Hujan