Puisi: Amsal Sunyi

 

freepik

Puisi-Puisi Agus Widiey

 

Sunyi
di
Tubuh Rindu

 

Temali jarak yang
kita ikatkan pada sajak

Merupakan
kerinduan yang tak kunjung beranjak

Dan engkau
akan mengerti

Bahwa sunyi
hanyalah amsal

Yang datang
menyapa hayal

 

Barangkali,
kegelisahan yang bertalu-talu

Adalah bukti
kerinduanku

Setelah lama
kita menunggu

Menunggu
takdir untuk bertemu

 

Setelah
kepergianmu, berjilid-jilid rindu

Menjadi
keromantisan dalam sajakku

Sajak sunyi
yang menerpaku

Dengan
bayangan senyummu.

 

Sumenep, 2021

 

 

 

 

Reportase
Kenangan

 

Tak ada yang
lebih abadi

Kecuali kenangan dalam
hati

Ketika sunyi
diungkapkan pada puisi

Dengan
sejumlah diksi

 

Sementara,
riak sandiwara

Mengalirkan
air mata

Dari waktu ke
waktu

Rasa ini tak
akan layu

Menumbuhkan
nama senja

Dalam
bayangan purba

 

Lalu,
kenanganmu padaku

Menjadi puisi
rindu

Yang tak akan
usang

Bercerita
pada kertas

Yang kian
kesepian.

 

Sumenep, 2021

 

 

 

 

Aku
Ingin Keluar Kamar

 

Sebenernya,
aku ingin keluar kamar

Sesekali
menatap senyummu yang mawar

Akan tetapi,
mawar itu menyimpan duri

Yang bisa
menusuk hati

 

Aku ingin
keluar kamar

Memandang
wajahmu yang purnama.

Tetapi, hujan
datang seketika

Membuat redup
nyala cahaya

Tentu mataku
juga

 

Aku ingin
keluar kamar

Meski hanya
sebentar

Tetapi,
wajahmu sudah mengetuk pintu

; hatiku

Rindu pun
lunas di benakku.

 

Sumenep, 2021

 

 

 

 

Pernyataan

 

Bertahun-tahun
aku ingin mewiru

Bentangan
jarak dan waktu

Sebab,
senyummu yang sayu

Menjadi
pelipur hati dan rindu.

 

Sumenep, 2021     

 

 

 

 

Amsal
Sunyi

 

Pada deru
rindu

ia mengetuk
hatiku

dalam ruang
sunyi

berdetak jam mimpi

seperti
bayang-bayang

yang mebawa
kegelisahan

pada segala
kesedihan.

 

Sumenep, 2021

 

 

BIDOATA PENULIS

Agus Widiey,
Lahir di Batuputih 17 Mei 2002. Menulis puisi dan cerpen. Saat ini masih
tercatat sebagai santri di Pondok Pesantren Nurul Muchlishin pakondang, rubaru,
sumenep. Puisi dan cerpennya tersiar diberbagai media. No HP/WA : 085932210147

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Sainur Rasyid

Surat dari Akhirat

Apacapa Dwi Mustika

Mengangkat Adat Istiadat Nenek Moyang: Keunikan Jogo Tonggo di Temanggung

Anugrah Gio Pratama Puisi

Puisi: Perantau Karya Anugrah Gio Pratama

Apacapa Nurul Fatta Sentilan Fatta

Sudahi Tengkarnya, Baluran Butuh Kita

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Resensi Buku Pohon Kesayangan Daru

Ahmad Zaidi Buku Telembuk Ulas

Membaca Telembuk; Membaca Cinta yang Keparat

Apacapa

Jika Tidak Mampu Menjadi Pandai, Setidaknya Jangan Pandir

Arum Reda Prahesti Cerpen

Cerpen : Nyata dan Maya

Resensi Retno Restutiningsih

Resensi: Bandara, Stasiun, dan Tahun-Tahun Setelahnya

Cerpen Puji M. Arfi

Cerpen: Perjalanan Panjang Mencari Sebuah Angka

Apacapa

Membentuk Ruang Penyadaran Melalui Lingkar Belajar Feminisme Situbondo

Cerpen Rahman Kamal

Cerpen : Bunga Mawar Merah Berduri

Resensi Ulas

Tanah Surga Merah: Menikmati Kritikan yang Bertebaran

Ahmad Zaidi Apacapa

Sebuah Usaha Menulis Surat Lamaran

Apacapa Fadhel Fikri

Revolusi Digital dan Keterasingan Sosial: Siapa yang Diuntungkan?

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Sepotong Surat Suara untuk Mantanku

Puisi Saiful Arif Solichin

Puisi: Jalan Pulang

Apacapa

Setelah Ujung Jalan Daendels: Refleksi Panarukan dalam Serat Darmagandhul

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Perempuan yang Suka Melihat Hujan

Apacapa fulitik

Menggugat Integritas Pejabat Publik