Puisi: Suatu Sore

SEHABIS SORE TERBITLAH MALAM
Sehabis sore saat aku tak bisa meneruskan perjalanan
Tepat di seberang jalan
Di antara anak sungai yang gemericiknya menabur
keheningan
Matahari pelan-pelan lepas dari peluk laut
Sedang aku masih di sini melepas segala lupa pada
dirimu
Kekasih adakah kisah yang menakar hening kita
Wajah-wajah asing satu-persatu berguguran
Aku masih di seberang jalan menunggu segala kabar
Sambil memunguti harapan
Yang tercecer di sepanjang jalan kerumahmu
Sehabis sore sebelum malam menjadi pekat
Tubuhmu pelan-pelan hilang ditelan kabut
Lalu lenyap sama sekali
Sedang aku masih di sini
Di seberang jaan menyusui mimpi yang mulai lelap
bersama gelap
2019
JANJI
Kepada kau penyimpan rahasia
Mungkin nanti
Saat senja mulai raib
Mata merah pekat itu
Renungnya tak lagi syahwat
2019
SUATU SORE
Sore itu kita sama-sama duduk
Aku membaca peta pada telapak tanganmu
Sedang kau memilah hatiku
Aku duduk di penghujung
Melihat tapak kakimu dilahap hujan
Sedang kau di depanku dipenuhi ragu
2019
KAMU
Aku mulai dari kamu
Yang datang padaku dengan setangkai bunga dari hutan
musim
Yang melepas segala rindu juga penantian yang purba
Aku mulai dari kamu
Yang datang padaku berpayung gerimis
Yang melepas pelukan dari segala arah mata angin
Aku mulai dari kamu
Yang datang padaku di pertengahan bulan juni
Saat orkestra rindu di tubuhku dirayakan
Aku mulai dari kamu
Yang datang padaku dengan bulir air mata
Hingga aku dan kamu tak bisa saling melihat
Aku mulai dari kamu
Dan berakhir di kamu
2019
SEMENJAK HUJAN GUGUR DI HALAMAN INI
Semenjak hujan gugur di halaman ini
Membasuh penggal-penggal namamu
Menjadi riwayat bagi angin yang sedang melaut di
tubuhku
Ku kumpulkan setiap bulir di matamu
Agar tak tumpah dan menjadi basah
Seperti suaramu yang mendesir lewat gagang pintu
Meneriakkan kematian bagi jiwa yang kosong
Semenjak hujan gugur di halaman ini
Sepi mulai menyanyi
Namamu tak terlihat lagi
Sedang angin masih melaut di tubuhku
2019
DI TUBUHMU HUJAN BERGUGURAN
Kedalaman pesisir banyak menyimpan rahasia dan dahaga
Restu, resah, kasih, iba serta perhitungan weton yang
tanggal
Di tubuhmu hujan berguguran mencipta peristiwa
Sedang aku
Bertransaksi rindu serta memilah genap rasamu
Dulu kita saling membagi janji
Di jendela matamu
Berbagai kisah penuh luka
Kau wanita setengah malam
Di hari yang lain
Aku dan kau sama-sama duduk diantara kita ada dahaga
Lalu napas kita saling memburu
2019
BIODATA
PENULIS
         
Mohammad Latif lahir di sumenep 28 Desember 1998, mahasiswa manajemen
pendidikan islam di IAIN Madura Pernah aktif di Sanggar ASAP, Taneyan Kesenian
Bluto (TKB), Forum Belajar Sastra (FBS) dan sekarang masih berproses di UKM
Tetaer Fataria. bisa dihubungi melalui @mohammad latif (fb) 085259998770 (wa).

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Buku Junaedi Ulas

Ulas Buku: Reka Ulang Tata Ruang dan Ruang Tata Desa

Haura Zeeba Karima Mored

Cerpen Mored: Katarsis

Apacapa Ramadeni

Implementasi Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Puisi Wahyu Lebaran

Puisi: Kehilangan Karya Wahyu Lebaran

Puisi S. Mandah Syakiroh

Puisi-puisi S. Mandah Syakiroh: Mata

Apacapa Esai Haryo Pamungkas

Ketemu Mas Menteri di Warung Kopi

Cerpen Depri Ajopan

Cerpen: Cerita Orang-orang Masjid

Prosa Mini Zainul Anshori

Pertemuan dengan Seorang Gadis Desa

Aldi Rijansah Putra Alexong Cerpen

Cerpen: Di Langit, Sore Masih Jingga

Imam Suwandi Puisi

Puisi – Subuh yang Terjarah

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen; Clarissa

Cerpen Sholikhin Mubarok

Cerpen : Asti Karya Sholikhin Mubarok

Cerpen Kakanda Redi

Cerpen: Ular-Ular yang Bersarang dalam Kepala

Heru Mulyanto Mored

Bocah dari Palung Merah

Edo Sajali Komik

Komik: Si Babal dan Kekasihnya

Apacapa Hodo Nafisah Misgiarti Situbondo

Hodo dan Perjalanan Bunyi; Sebuah Catatan

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Posisi Komunitas Muda Kreatif Situbondo dalam Revolusi Industri 4.0

Apacapa

Apakah Menjadi Ibu Dilarang Sambat?

Apacapa Nanik Puji Astutik

Lelaki yang Kukenal itu tidak Punya Nama

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Kota dan Hujan di Pagi Hari Karya Haryo Pamungkas