Puisi – Ratapan Sunyi


/1/
Ratapan
Sunyi
Puisi-puisi yang berkisah, tentang
malam. Terbelenggu pekat begitu laknat
terlahir dari rahim-rahim suci
batu-batu yang lindap
Ia meratap, dalam sunyi hati berbalut penat
dirundung resah hingga pedih, tersayat
memendam hasrat yang tlah lama berkarat
buncah, bersama debaran gairah
yang tak pernah terucap!
Di ketinggian puncak bebatuan, karang hitam
kulihat sayap-sayap malaikat, terbang
menyelinap di antara celah hatimu
membawa seikat mawar
menjadikanmu metafora
dalam ketazhiman yang khusyu
(2018)
/2/
Nyanyian
Rindu
Rumah yang dibangun dari tumpukan mimpi-mimpi
usang;
dinding yang mulai retak, cat yang memudar, dan
atapatap yang
terlepas.
adalah lagu tentang nyanyian rindu, selalu
mengiang di telinga,
memaksaku untuk
kembali
Di sana kau gantungkan sajaksajak, tentang
ombak yang berriak-riak di pantai
hatimu
dia menuliskan lukanya sendiri
lalu membasuh dengan air mata
yang hampir kering
(2018)
/3/
Apakah
Kau
apakah kau masih belum membaca
kabar yang kukirim lewat wangi bunga, tadi pagi;
tentang sayapsayap burung yang patah
tentang rintikrintik gerimis yang basah
tentang malammalam yang kian kelam
apakah kau masih belum menangkap
isyarat yang kukirim lewat desau angin, tadi
pagi;
tentangdaundaun gugur yang meranggas
tentang apiapi yang nyala mengabu
tentang nadanada suara yang keliru
semua adalah cakrawala,
yang bergeming saat harus meniti hujan
dan membisu, kala awan mengabut hitam
menggulung mimpimimpi yang tercerabut
berhamburan
tapi, tetap membeku, dingin
menjebakku ke dalam lorong,
penantian panjang tak pernah menepi
kaubiarkan aku mati
terhimpit bilah-bilah sepi
ditelan kebosananku sendiri
(2018)
/4/
Sehelai
Kenangan
Menatap tapak-tapak yang tertinggal di jalan
ini, adalah
menguntai butir-butir mutiara yang berserak
kudapati senyummu yang ranum, menempel
di dinding toko itu, sedang menawar sehelai
baju
untuk kau kenakan, malam nanti.
pantaskah? kautanya.
tak ada yang tak pantas di tubuhmu
kau indah, kuberbisik
tapi kubiarkan lidahku menjadi kelu
dan katakata tersangkut di langit-langitnya
gimana? kautanya lagi
Rona ceria memendar dari pori-pori
setiap lekuk tubuhmu, berbalut cahaya
menjadikanmu benderang
dan matahari sembunyi, karena
tak mampu menahan malu
aku menggeleng
bukan baju yang tak indah
tapi sejak itu
senyummu tak lagi untukku
(2018)
Biodata
Penulis
Riepe. Lahir pada 30 Oktober. Mengaku telah
menyukai dunia menulis sejak SMA, tapi selalu kesulitan membuat paragraf
pertama. Novel pertamanya berjudul ‘Rumah Sharing’ (Nuansa Aulia, 2008).
Beberapa cerpennya pernah dimuat di media, dan menjadi headline di Kompasiana. Tinggal di Pangandaran. Email:
birhacorp@yahoo.com.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa

Mbak Una Ultah, Dirayakan dengan Gembira Bersama Warga Trebungan

Uncategorized

Memaknai Langgar Dalam Perspektif Sosiologi Agama

Apacapa Moh. Imron

Museum Balumbung: Para Pendekar Masa Lalu

Moret Taradita Yandira Laksmi

Cerpen Mored: Lukisan Kenangan

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Pesan Misterius dan Solidaritas untuk Lombok Versi Pengarang Amatir

Apacapa Imam Sofyan

Mudik Sastra

Apacapa Daviatul Umam Esai

Mengenang Sumur, Menatap Luka yang Curam

Apacapa Kampung Langai Situbondo

Abâli Polè Ka Kampung Langai

M. Najibur Rohman Resensi

Resensi: Surat-surat Bukowski tentang Menulis

Heru Mulyanto Mored Moret Puisi

Puisi Mored: Malam Monokrom

Alex Cerpen

Surat tentang Salju Abadi

Puisi Rahmat Pangripto

Puisi : Menjadi Udara dan Puisi-Puisi Lainnya Karya Rahmat Pangripto

Cerpen Ian Hasan

Cerpen: Tiga Nisan

Apacapa Fendi Febri Purnama

Kolong Situbondo: Ada yang Beda pada Diksi Bahasa Madura di Situbondo #1

Arum Reda Prahesti Cerpen

Cerpen : Nyata dan Maya

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Percakapan Iwoh dan Saydi

Buku Indra Nasution Ulas

Kisah Cinta Soekarno

Apacapa Nanik Puji Astutik Prosa Mini

Surat Cinta untuk Anakku Kelak

Apacapa Mohammad Farhan

Maukah Kau Menemaniku di Kampung Langai, Dik?

Penerbit

Buku: Negeri Keabadian