Review Buku Reinventing : Merawat Energi, Menatap Masa Depan


Merawat
Energi, Menatap Masa Depan
Judul : Reinventing
Penulis : Rhenald Kasali
Penerbit : Mizan
Cetakan : Februari 2016
Tebal : 279 Halaman
ISBN : 978-9794339-33-6
Energi
memicu terjadinya banyak perubahan di bumi kita. Perubahan geopolitik,
perubahan perilaku umat manusia, mobilitas kita, dan masih banyak lagi. Ia
mengubah wajah dunia dan penghuninya.
Energi
juga menentukan perkembangan peradaban untuk manusia. Negara yang memiliki
kecukupan energi (seperti minyak mentah, gas, atau batu bara) akan lebih maju
dan sejahtera ketimbang negara-negara yang terbatas pasokan energinya. Mari
kita lihat sejumlah negara di sub-sahara Afrika. Keterbatasan energi membuat
negara-negara tersebut tertinggal jauh di belakang dan rakyatnya hidup dalam
kemiskinan. Bandingkan dengan negara-negara yang pasokan energinya berlimpah,
seperti AS, Eropa, atau Jepang.
China
kini menjadi negara maju karena berhasil memasok energi bagi kebutuhan industri
manufakturnya. Bahkan China menjadikan pembangunan energi sebagai landasan
kebijakan politik luar negerinya. Mereka ekspansi hingga ke Afrika untuk
mencari sumber-sumber energi guna mengamankan kebutuhan dalam negerinya dan
menjamin mesin-mesin industrinya tetap berputar kencang tanpa gangguan.
Perubahan
besar-besaran di China, juga India, pula yang menyebabkan tatanan geopolitik
berubah. China berhasil mengubah poros ekonomi dunia bergeser dari kawasan
Atlantik ke Pasifik, dari Eropa dan AS ke Asia.
Di
sisi lain, negara kita memang berada di ambang krisis energi. Jika tidak ada
temuan baru, maka cadangan minyak hanya cukup untuk sepuluh tahun ke depan.
Cadangan gas mungkin bisa 30-an tahun lagi. Cadangan batu bara kita, meski
sangat polutif, mungkin masih cukup untuk 50-an tahun lagi. Tapi, 10 tahun, 30,
atau 50 tahun ke depan bukanlah waktu 
yang lama untuk membangun fondasi guna memberdayakan seluruh sumber daya
energi yang kita miliki. Ini agar jangan sampai kita masuk dalam perangkap
krisis energi.
***
Pada
awal 1970-an kita menemukan cadangan gas alam yang luar biasa besar di Arun,
Aceh. Volumenya mencapai 17,1 triliun kaki kubik (trillion cubic feet, tcf).
Sebagai perbandingan, sampai dengan akhir 2013, cadangan gas terbukti (proven
reserve
) kita adalah 103,3 tcf. PT Arun NGL, yang mengelola ladang gas alam
tersebut, kemudian dikenal sebagai eksportir LNG terbesar di dunia.
Berkat
temuan gas alam tersebut, negara kita kemudian juga dikenal menjadi pelopor
pengembangan gas alam cair (Liquified Natural Gas, LNG) di dunia.
Reputasi itu semakin kuat setelah kita juga menemukan cadangan gas alam dalam
jumlah besar di Muara Badak, Kalimantan Timur.
Penemuan
dua cadangan gas alam itu membuat kita seakan-akan kebanjiran energi. Lalu,
kita memanjakan rakyat dengan harga energi, minyak, dan gas, yang murah. Rakyat
kita pun terlena. Bagi penulis, ini kekeliruan pertama. (hlm. 11)
Kekeliruan
kedua, kita tidak mengelola dengan benar penerimaan dari sumber daya alam
tersebut. Misalnya, rezeki dari minyak dan gas ternyata tidak kita investasikan
kembali untuk mengembangkan industri migas, termasuk membangun
infrastrukturnya. Akibatnya, infrastruktur migas kita kini tertinggal.
Contohnya, kilang minyak pertama kita bangun pada tahun 1974. Lalu, kilang
terakhir yang kita bangun adalah Kilang Balongan di Indramayu pada 1994. Setelah
itu, selama 20 tahun lebih kita tak pernah lagi membangun kilang minyak.
***
Buku
ini berisi pengalaman penulis mengunjungi PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan
Timur yang sedang melakukan program transformasi. Badak NGL berdiri 24 November
1974 dengan kiriman kargo LNG pertamanya pada 1977. (hlm. 224)
Sekitar
tahun 2006, ada orang Indonesia yang bekerja di Cegelec, perusahaan minyak asal
Perancis. Ketika berkunjung ke Badak LNG, pekerja ini terperangah dengan sistem
kerja, standar operasi, disiplin, dan kemampuan SDM Badak LNG dalam menangani
masalah-masalah operasional kilang. (hlm. 49)
Hal
semacam ini tak dimiliki oleh semua kilang LNG, termasuk yang ada di
mancanegara sekalipun. Kinerja yang seperti ini tentu layak ‘dijual’ ke luar.
Pertimbangannya bukan melulu bisnis, tetapi juga untuk meningkatkan kinerja
industri LNG dunia.
Ketika
itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan berkunjung ke Bontang. (hlm. 46) Dahlan langsung
semringah. Ia bangga. Sebab selama ini Indonesia dikenal sebagai pemasok tenaga
kerja ke luar negeri, tapi bukan untuk tenaga terampil. Kebanyakan hanya
pembantu rumah tangga. Kali ini lain. Jadi posisinya sudah berbeda. []
Biodata Penulis
Fatoni
Prabowo Habibi, bergiat sebagai Pimpinan Umum LPM Al-Mizan dan Mahasiswa
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Pekalongan.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Jamilatul Hasanah

Sports-Sciences: Kolaborasi Pembelajaran Olahraga dan Fisika

Cerpen Yulputra Noprizal

Cerpen : Ini Kawanku, Namanya Zar Karya Yulputra Noprizal

Achmad Faizal Buku Resensi Ulas

Resensi Ada Apa dengan China?

Gladis Adinda Felanatasyah Mored

Puisi Mored: Harapan Kalbu

Putri Oktaviani Resensi

Resensi: Teka Teki Rumah Aneh

Buku Penerbit Ulas

Buku: Saudade dan Cerita Lainnya

Apacapa Esai Tjahjono Widarmanto

Menghikmati Sejarah

Cerpen Ira Atika Putri

Cerpen: Budak!

Apacapa Novi Dina

AMDAL dalam Sebuah Percakapan

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Runtuhnya Pertahanan Kunti dan Perang Pandawa Lima

Apacapa Ipul Lestari

Taman Hidup; Suatu Ketika di Tahun 2017

Buku Indra Nasution Ulas

Kontroversi Kematian Adolf Hitler

Daffa Randai Puisi

Bekal Kepulangan dan Puisi Lainnya Karya Daffa Randai

Alex Cerpen

Cerpen: Panarukan, Sepotong Kenangan

Puisi Tjahjaning Afraah Hasan S. A.

Puisi: Harap 25 Sumsum

Apacapa Imam Sofyan

Kabar Duka itu Datang

Puisi T. Rahman Al Habsyi

Puisi : Dalam Kanvas dan Puisi Lainnya Karya T. Rahman Al Habsyi

Apacapa fulitik Muhammad Bayan

Mas Rio Bukan Caleg: Paket Komplit untuk Situbondo Masa Depan

Buku Indra Nasution Ulas

Kritik Terhadap Demokrasi

Dani Alifian Esai

Refleksi Harjakasi: Prostitusi Mesti Lenyap dari Kota Santri