Sedikit Ulasan tentang Sekolah itu Candu

Oleh : Indra Nasution
Sekolah sebagai lembaga pendidikan, pada dasarnya berfungsi menggarap kepribadian manusia, membentuk watak dan sikap, mengembangkan pengetahuan dan melatih keterampilan. Sekolah bertugas mendidik manusia untuk berwatak, berpengetahuan dan berketerampilan. Sekolah bertugas membentuk seseorang menjadi manusia yang sebenarnya, manusia yang seutuhnya. Karena tiga mantra pokok–watak, pengetahuan, keterampilan–itulah yang menjadi mantra khas kemanusiaan. Yang membedakan pribadi seseorang dengan makhluk lainnya. Lantas bagaimana kenyataannya?
Mungkin sekolah memang pernah memainkan peran sedemikian penting untuk menentukan nasib seorang anak manusia. Cobalah hitung-hitung sendiri, berapa besar sebenarnya watak dan sikap atau kepribadian manusia modern saat ini dibentuk oleh lembaga yang namanya sekolah? Orang-orang besar berkepribadian agung sepanjang sejarah di masa lalu, di bentuk oleh sekolah atau bukan? Jika orang sekarang banyak berwatak, bersikap, dan berkelakuan setengah-manusia-seperempat-binatang-dan-seperempat-setan, apakah juga hasil bentukan sekolah atau tidak? Kalu benar demikian, lantas apa makna dan fungsi sekolah yang semakin banyak kita bangun serta sarjana yang semakin banyak kita luluskan dari sekolah? Kalau tidak dengan alasan bahwa hal itu lebih sebagai hasil bentukan lembaga lembaga masyarakat modern lainnya, terutama media massa, lantas apalagi fungsi sekolah yang harus dijalankan oleh sekolah? Berupaya membendung semua dampak negatif lembaga lembaga selain sekolah itu? Akan seberapa kuat? Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh anak sekolah saat ini di dalam kelas, di perpustakaan atau laboratorium, dibandingkan dengan waktu mereka untuk menonton televisi, membaca buku, majalah, koran, dan surat kabar.
Kalau anak sekolah sekarang berkelahi, tawuran di jalan-jalan raya, menghisap ganja, mabuk, atau bahkan kumpul kebo. Apakah itu masih tanggung jawab sekolah? Kalau banyak sarjana lulusan sekolah tertinggi sekarang lantas larut menjadi koruptor dan tukang peras rakyat kecil… Itu salah siapa lagi? Terus cobalah reka-reka sendiri berapa banyak sebenarnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh anak sekolah saat ini yang memang benar-benar diberikan oleh lembaga yang namanya sekolah? Berapa banyak temuan-temuan ilmiah dan teknologi terbaru dihasilkan oleh lembaga-lembaga sekolah dibanding yang dihasilkan lembaga-lembaga penelitian militer dan perusahaan perusahaan raksasa dunia? Mereka semua memang lulusan sekolah juga, tapi bagaimana dengan soal dampaknya yang semakin memacu nafsu serakah untuk menguasai dunia dengan perlombaan senjata dan menguras sumber daya alam yang merusak lingkungan hidup? Apakah pikiran-makin-pintar-makin-berkuasa adalah paradigma-nilai-moral-dan etika ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah kini? Kalau memang iya, lantas apa kaitannya dengan tujuan pembentukan watak kemanusiaan luhur yang digembar-gemborkan dalam setiap wejangan dan nasehat para guru disekolah? Kalau tidak, lantas apa yang sebenarnya di ajarkan di sekolah?
Ilmu pengetahuan atau sekedar rubrik informasi sebaiknya anda tahu. Kalau ternyata anda menemukan bahwa semua atau sebagian besar jawaban dari rangkaian pertanyaan-pertanyaan di atas tadi itu adalah iya, maka sebenarnya memang sekolah sudah tidak berfungsi lagi sebagai mestinya alias sudah mati. Ya, memang. Sekolah sudah mati! Kalau menurut guyonan Cak Nun tentang sekolah, bahwasanya sekolah itu tidak penting. Lantas kalau tidak penting, kenapa anak Cak Nun disekolahkan?
“Agar anak saya tahu, bahwa sebenarnya sekolah itu benar-benar tidak penting.”
Dalam sebuah diskusi, Randy sedikit curhat tentang sekolah, ia bercerita tentang masa-masa di sekolah. Ia disuruh orangtuanya untuk kuliah ngambil jurusan pendidikan, tetapi Randy tidak mau kuliah di jurusan pendidikan, ia memilih menentang orangtuanya karena di suruh menjadi guru. Ia terpaksa memilih keinginannya sendiri untuk kuliah. Ketika sudah lulus kuliah, ternyata dia salah jurusan.

Lalu, Mas Imam Sofyan menimpali, “Ya itu kesalahan kamu, Ran. Kamu menentang orangtua.”
___
Sumber foto : Hipwee.com

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Halim Bahriz Puisi

Puisi: Rutinitas Berkenalan dengan Diri Sendiri

Apacapa

Lebaran dan Dua Kepergian

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen : Generasi Tik Tok Karya Gusti Trisno

Irwant Musik Ulas

Lek Marni dan Interpretasi Perasaan

Cerpen

Lelaki di Tepian Pantai yang Memandang Gunung

Uncategorized

Diduga Transaksional, Ratusan Badan Adhoc Serahkan Satu Kali Gaji ke Tiga Mantan Komisoner

Puisi Reni Putri Yanti

Puisi: Terbiasa

Cerpen

Sepasang Kekasih yang Berpisah Karena Hujan

Ahmad Syauqil Ulum Puisi

Puisi – Nostalgia Bangunan Tua karya Ahmad Syauqil Ulum

Apacapa Dwi Mustika

Mengangkat Adat Istiadat Nenek Moyang: Keunikan Jogo Tonggo di Temanggung

Apacapa Rahman Kamal

Petani itu Pekerjaan Paling Enak di Dunia, Tapi Kenapa Gak Diminati Gen Z?

Apacapa

Mencari Keroncong di Situbondo

Mored Moret Vidi Ratnasari

Puisi: Lekas Pulih Bumiku dan Puisi Lainnya

Puisi Wiviano Rizky Tantowi

Puisi: Kayu Layu

Apacapa Ni’matus Sa’diyah

Semeja Daring: Menembus Batas Imaji, Mengurai Inspirasi dalam Titian Dedikasi

Apacapa Riski Bintang Venus

Optimalisasi Peran dan Kreativitas Pemuda Melalui Pendidikan Berkarakter Menuju Situbondo Bersaing

Cerpen Kakanda Redi

Cerpen: Ular-Ular yang Bersarang dalam Kepala

Apacapa Fendy Sa’is Nayogi

Pertanian 4.0: Mari Bertanam di Internet!

Apacapa Esai Ihsan

Jejak Dua Pemuda: Rio Prayogo dan Mohammad Farhan

Busyairi Puisi

Puisi: Wanita Tanpa Wajah