Situbondo Penuh Cerita

Oleh : Ahmad Zaidi
Hal yang membuat saya ingin menertawai seseorang adalah ketika dia sibuk membanding-bandingkan. Saya menganggap itu konyol. Repot banget. Meski kadang saya juga begitu, sering membandingkan kota ini dengan kota lain. Untuk itu, mari tertawakan saya. Terimakasih.
Kamu boleh mengeluh di sini minim lapangan pekerjaan. Nggak ada bioskop dan tempat hiburan bahkan sedikit sekali tempat wisata yang bisa dikunjungi. Kamu juga boleh merasa kerdil di sini, susah mendapatkan informasi dan pengetahuan. Tinggal di sini bagi kamu seperti tinggal dalam sebuah kurungan. Kamu merasa terisolasi dan tertutup dari dunia luar.
Itu benar. Benar sekali.
Tapi ada hal lain yang sepertinya luput kamu pikirkan.
Karena di sini pernah ada bioskop dan kamu tidak pernah merasakannya. Saya pikir kamu pasti ingat, kalau belum, silakan tanyakan pada temanmu yang pernah dengan sabar menunggui operator warnet demi film berkualitas Blu-Ray. Kemudian kamu berbagi dengan temanmu. Temanmu berbagi dengan teman-temannya dan begitu seterusnya. Dengan begitu, kamu masih menjalankan tugas mulia sebagai manusia yaitu berbagi dengan sesama. Kamu tidak ingat ya–atau mungkin kamu kurang piknik–merasakan bebasnya menjelajahi tempat-tempat yang instagramable tanpa perlu bayar karcis, tanpa perlu bayar parkir, dan merasakan bagaimana instingmu terpacu untuk selalu waspada agar motormu tidak digondol maling. Tentu kamu belum lupa bagaimana mendebarkannya Pantai Patheg sewaktu senja dan dengan malu-malu kamu berusaha mencium pacarmu. Dan bila gaya pacaranmu sedikit liar, kamu tentu ingat bagaimana Jalan Tembus adalah medan perangmu melawan razia Pol PP. Atau bila kamu jomblo, kamu nongkrong bersama dengan temanmu dan berpikir bahwa setiap perempuan yang lewat di hadapanmu hanya diciptakan untuk digoda dan dikejar sampai kamu tahu alamat dan sekolahnya.
Kamu juga tentu masih ingat bagaimana di kota ini tidak ada kemacetan yang berarti untuk menghalangi segala hajatmu. Kamu boleh terburu-buru di sini, tapi suasana kota ini membuat kamu berpikir untuk selalu selo dan tenang-tenang saja. Patenang. Begitu mantra ajaib yang membuat sebesar apa pun masalahmu tidak ada apa-apanya.
Kamu juga jangan lupa dengan pesantren-pesantren yang hampir ada di setiap sudut kota ini. Dari ujung timur hingga paling barat sekalipun. Kamu bisa mendengar suara orang mengaji melalui pengeras suara dan itu menjadikanmu tidak lupa dengan urusan agamamu.
Di sini, setidaknya kamu belajar memahami bahwa fanatisme itu adalah nyata. Kamu tentu ingat bagaimana saudaramu yang memusuhimu lantaran beda partai. Kemudian suasana ngopi menjadi menjemukan setelah obrolan beralih pada soal pandangan politik. Tiba-tiba kopi yang kamu seruput menjadi lebih pahit.
Tapi itu tidak menjadikanmu benci dengan kota ini. Kamu mencintai kota ini dan segala kekonyolannya. Ada banyak sekali hal konyol yang bisa kamu temui setiap harinya. Ada banyak bahan yang bisa membuat kamu tak habis tertawa. Selalu ada hal yang membahagiakan meski itu teramat sederhana.
Kota ini sedang merayakan hari jadi dan kamu belum juga merayakannya.
Maka dari itu perlu kamu rayakan. Merayakan hal-hal yang telah berlalu dan menjadi cerita. Entah itu cerita fiktif atau khayalan belaka.
Selamat berulang tahun, Situbondo. Tetap kecil dan selalu menggemaskan untuk ditinggali. Kamu kota kecil yang penuh cerita.
____
– Terinspirasi dari tulisan Arman Dhani, Jogja Berhati Mantan.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Dimensi Mimpi

Buku Muhamad Bintang Resensi Ulas

Resensi: Pahlawan Nasional KH. Noer Alie (Singa Karawang Bekasi)

Buku Junaedi Resensi Ulas

Resensi: Passion Seorang Ganjar yang Gayeng Dalam Membangun Jawa Tengah

Puisi Saiful Arif Solichin

Puisi: Jalan Pulang

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Nabi Muhammad dan Menguatkan Ideologi Islam

Apacapa Uwan Urwan

Cangkaro’ Camilan Murah

Moh. Rofqil Bazikh Puisi

Kasidah Petani dan Puisi Lainnya Karya Moh. Rofqil Bazikh

Ahmad Radhitya Alam Puisi

Travesti dan Puisi Lainnya Karya Ahmad Radhitya Alam

Apacapa

Burdah Keliling Tengah Laut

Mored Puisi Silvana Farhani

Puisi Mored: Sabit Hingga Purnama

Apacapa Buku Muhammad Fadhil Alfaruqi Resensi Ulas

Resensi: Si Anak Cahaya

Ahmad Jais Puisi

Puisi: Sajak Si Manusia Mesin

Resensi

Resensi: Buku Holy Mother

Apacapa

Muscab DPC PKB Situbondo Angkat Tema Partai Advokasi

Dhafir Abdullah Puisi Syi’ir

Ikhlas Ngajhâr

Apacapa Nafisah Misgiarti

Ali Gardy, Jefri Bagus, dan Kritik Sosial dalam Karyanya

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Eeufemisme: Antara Maling dan yang Kurang Maling

Curhat

Selimut Air Mata

Apacapa Literasi Syaif Zhibond

Bahagia Literasi : Teruslah Mencari

Buku Junaedi Resensi Ulas

Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa