Puisi-puisi Ngadi Nugroho: Ramadan

 

RAMADAN

 

Setiap Ramadhan kucium aroma
rendang bikinan ibu

Sedangkan
paman

Asyik
bertandang

Sekadar
mampir untuk s
alat

Ramadan pun
pasti seolah sekadar lewat

Esok
suara-suara orang mengaji samar-samar ikut lenyap

Tak luput
aroma rendang bikinan ibu

Pelan-pelan
terbawa angin melindap

 

Satu per satu
bergegas

Menyamarkan
kenangan yang mulai tanggal dan lepas

Hari-hari tak
mungkin mengajak kembali

Mengutuk
matahari merayapkan sunyi

 

Aku pun
mengerti

Ayah, ibu,
paman dan aku seperti seorang pengembara

Yang hanya
mampir sebentar di sebuah stasiun kota

Selalu
numpang berteduh saat hujan

Berpulang ke
rumah bulan

 

Kaliwungu,2023

 

 

 

KEKOSONGAN
YANG KEKAL

 

Badai membeku
di otakku

Bersama
mendung tangga-tangga kekosongan bangkitkan ruhku memuja Engkau

Tapi mula di
jalan itu

Percakapan
kita dicuri mendung

Bulan pun
terlentang di altarMu dilangsamkan murung

Bersama
kefanaan sungai nadiku

Hingga renta
membalur seluruh kedalaman ingatanku

Aku tak ingin
membusuk pada noda kabut

Pada
lembah-lembah kemalangan

Hingga musim
mengajarkan, seekor kumbang kuyu kembali terbang

Sungguh aku
ingin singkirkan degup itu

Tapi jasadku
betapa rapuh

Di setiap sujudku
meninggalkan gerimis

Karena
pisau-pisau kehidupan menghunuskan kesedihan

Hingga batas
segala kematianku dikuburkan

 

Kaliwungu,
2023

 

 

 

BERHARAP
SURGA DI PELUPUK MATA

 

Waktu
menyembunyikan doa

Dan tak
pergi-pergi

Di denting
bunyi jam beker dini hari

Langkah-langkah
kecil

Menuju surga

 

Kecupan masih
tersisa

Di ujung
sajadah itu

Terburu-buru
melipat kembali

Masa-masa
yang lalu

Seperti
lipatan kertas origami

Berwarna
hitam

Agar tak
terlihat

Sebagai jalan
remang

Menuju surga

 

Bacalah
sekali lagi

Di geremang
dada

Suara detak

Tersendat

Menghirup
sesak

Resah yang
tertinggal

Tepat pukul
dua malam

Jantungku
berkeringat

Terlalu lama
tertanam

Namun waktu
terlalu singkat

Selalu
berharap

Menuju ke
sana

Menuju surga

 

Kaliwungu,
2023

 

 

 

PENJAGA
KUBUR

 

Ada bangkai
bunga di samping pusara

Mengerdip
pada nisan tua tanpa nama

Tanpa saudara
berkunjung waktu lebaran

Walau hanya
sekadar hantarkan doa

 

Di depan
pintu komplek makam

Seorang
penjaga tengah tekun menyapu halaman

Terkadang
dengan tangannya dicabutnya rerumputan liar ataupun sisa-sisa bangkai dahan dan
bunga

Melapangkan
jalanโ€“bagi siapa saja yang ingin sedikit tahu tentang arti pulang

 

Begitu kosong
tatapannya

Menunggu uang
datang

Berbalut
amplop putih seputih kain mori

Beraroma
bunga mawar-bunga melati

Menyegarkan
kehidupan di area yang lekat dengan kematian

 

Kaliwungu,
2023

 

 

 

PUKUL
00:00

 

Dan hari ini
pastinya akan usai. Tak ada lagi angkutan bus yang lewat. Atau sekadar sebuah
becak reyot yang berjalan pelan di jalan yang sepi dan mendaki. Sedangkan untuk
melanjutkan perjalanan, aku perlu mengingat alamatmu kembali. Serta melihat
gambar petamu berulang kali. Cahaya di kota ini begitu remang, hanya warna
kuning rembulan memantul di wajahku yang mulai kuyu kelelahan. Berkelindan
dengan warna lampu di pojok-pojok perempatan. Mataku mulai lamur, tergerus
umur. Hanya ingatan yang coba aku tata seperti serpihan-serpihan mosaik kota
tua. Aku cari-cari lagi arahnya. Aku ingat-ingat lagi warnanya. Tentang sebuah
rumah. Tentang sebuah jalan. Tentang kamu yang katanya akan menjemputku pulang.
Di batas detik detak nadi jantungku. Kamuโ€ฆ selalu terbayang tengah melambaikan
tangan.

 

Kaliwungu,
2023

 

 

 

TERPISAH
JARAK

 

Mungkin hanya
lewat jendela di bening matamu

Aku tahu

Arti gerimis
sore itu

Tepat pukul
setengah empat

 

Selepas
pulang

Ada yang
tersisa percikannya di ujung jariku

Pelan-pelan
aku ingat

Sepasang
lenganku yang pernah memelukmu

Serta
telunjuk jariku yang pernah juga mengusap tetes gerimis itu

Dan aku
mencoba menerka

Apa yang
sebenarnya ingin kau kata

Tentang sepi
ataukah tentang luka

Atau sekadar
ingin membuka kembali catatan cinta kita yang lama mempurba

 

Aku paham.
Rindu tak mungkin terselesaikan. Hanya dengan sebuah dekapan lengan. Sedangkan
jarak masih disulamkan Tuhan. Sangat jauh membentang. Seperti antara tatapanku
dengan segaris cakrawala di ujung sana.

 

Hingga kita
merasakan pertemuan seperti sebuah dejavu yang itu-itu melulu. Rembulan yang
pecah seperti bianglala. Bunga-bunga yang mekar. Namun masih ada daun-daun tua
yang gugur terkapar. Bintang yang kerlip di matamu itu. Seperti kuil-kuil tua
yang terperangkap di belakang makam di sebuah desa yang terpencil. Betapa jauh
jarak kesendirian ini. Dan kita tersesat dalam kata-kata rindu. Sedangkan cinta
masih terpisah di antara dua hulu.

 

Kaliwungu,
2023

 

 

TENTANG PENULIS

Ngadi
Nugroho
. Lahir
di Semarang Juni 28
. Seseorang
yang menyukai sajak/puisi dan juga suka menulis sajak/puisi
. Beberapa sajaknya
pernah dimuat di media massa online dan majalah. Juga beberapa buku antologi
bersama. Bisa disapa lewat email : ng.adinugroho81@gmail.com

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, lahir dan tinggal di Situbondo. Alumni DKV
Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner @diniharistudio
Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Imam Sofyan

Olean Bersholawat: Pengajian Ramah Disabilitas

Agus Yulianto Cerpen

Cerpen : Tarian Hujan

Moh. Jamalul Muttaqin Mored Moret

Cerpen Mored: Perempuan Pelangi

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Pandangan Filsuf terhadap Ideologi Islam di Era Milenial

B.B. Soegiono Puisi

Puisi : Belikan Aku Seorang Pelacur Karya B.B. Soegiono

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Senja yang Menyakitkan

Buku Junaedi Ulas

Ulas Buku: Reka Ulang Tata Ruang dan Ruang Tata Desa

Advertorial Apacapa Moh. Imron

Ji Yoyok Peduli Disabilitas

Buku Resensi Thomas Utomo Ulas

Resensi: Menyemai Empati kepada Kaum Papa

Puisi Uwan Urwan

Sajak Orang Gila

Devi Ambar Wati Puisi

Puisi: Mari Menikah

Puisi Toni Kahar

Puisi : Aku Mengecup Hujan Karya Toni Kahar

Apacapa

5 Tips Mencari Tiket Pesawat Murah Jelang Tahun Baru 2018

Haura Zeeba Karima Mored

Cerpen Mored: Katarsis

Buku Penerbit Ulas

Buku: Embun yang Menari di Mataku

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Joe dan Dua Orang Gila

Apacapa Opini Sholikhin Mubarok

Ideologi dan Pandangan

Apacapa Opini Yudik Wergiyanto

Bagaimana Jika Situbondo Menjadi Kota yang Ramah Bahasa Indonesia?

Advertorial Tips/Trik

Jaga Kesehatan Tubuh dengan Mencegah Penyakit Sistem Pencernaan

Apacapa Erha Pamungkas Haryo Pamungkas Politik

Gus Dur: Demokrasi Harus Diperjuangkan