Puisi : Nafsu Pohon Surga dan Puisi Lainnya Karya Nurillah Achmad

Puisi-Puisi Nurillah Achmad
 
Harga Penebus Ampunan
Kuabadikan namamu dalam puisi
sebagai cecunguk setan yang membelah diri
menjadi bulu kerampang
sebelah lagi menjelma begu bermain pedang
tak lupa kurapalkan ajimat nenek moyang
sebelas kali berulang-ulang
lalu disemburkan ke pelepah pisang
(ango’an potè tolang ètèmbhâng potè mata)
lebih
baik mati daripada menanggung malu
malu aku bertalang-talang
sampai tujuh turunan
Jika
Jika mencintaimu adalah keindahan
maka diam adalah jalan pilihan
sebab dalam diam tak akan ada penolakan
jika mengagumimu
adalah keinginan
maka mimpi adalah tempat bersemayam
sebab dalam mimpi rupamu tak pernah
penghabisan
dan
jika memujamu bukan pengkhianatan pada Tuhan
maka aku adalah sesembahan
sebab dalam diriku ada kesetiaan
Kaul
Keramat
Pohon, Kekasih
mana mungkin berbuah kalau akarnya tak
bertemu air
persis itu pula
mustahil aku jatuh cinta kalau matamu
tak meneduhkan tubuh sampai hilir
jangankan pangkal badan
di ujung hati kau sanggup meliuk-liuk tajam
kau tusuk satu rusuk
yang sejatinya milik Adam pada Hawa
kau bawa ke dalam goa
kau pasangi giwang wajah cantikmu
lalu kau berpura-pura tak paham
kalau cinta bisa mengeras lebih keras dari
batu
seratus
hari seratus malam, Kekasih
aku mendayung diri sendiri
sampai ke tepi mati
mengutuk mataku mengapa ia
menangkap senyummu yang penuh maut
tenanglah, Kekasih. Tak usah marah
sebetulnya, selain Tuhan dan aku
tak ada yang tahu kalau kau juga merindu
Tak Pantas
pantaskah
kusebut diri sebagai hamba
sedang doa dan maksiat saling berlomba
aku pun tak pernah mengingat-Mu
kecuali dalam rukuk sehari
dua puluh sembilan hari menyelam duniawi
aku juga tak menyebut-Mu
lima kali
sama sekali
tetapi rezeki
seakan-akan tak mau mati
aku tak tahu rupa
atau
suara-Mu
tetapi Kau tetap saja begitu
pantaskah aku disebut hamba untukMu?
Bertukar
Kabar
Tak pernah kulupa suaramu yang api
sekalipun aku bersembunyi
di balik hari
menyiarkan mahfudot bertalang-talang
mengegaukan kepala yang tersekat hafalan
jangan kau tanya musabab puisi ini
sebab nasehat guru
mampu menembus apa yang tak bisa ditembus
peluru
kalau suatu hari kita bertemu
lalu malam terpecah-pecah memainkan bintang
serta bulan menggelar rukuk di halaman
itulah tuturmu yang berhasil aku bekap
menjadi anak manusia berabu adab
mendekatkan rindu yang terlelap
Nafsu
Pohon Surga
ketika
muridku bertanya apa itu pohon surga
aku jawab itulah muasal penderitaan manusia
sampai-sampai perang di dunia tak menemukan
kata akhiran
sampai-sampai damai menjadi tawanan mahal
perlukah kita mengutuk Adam-Hawa waktu itu?
kujawab kutuk saja nafsu si pemburu
dia lebih bengis dari iblis
lebih sadis dari politikus manis
bagaimana bisa menjangkar nasfu
jika ruh masih meringkuk di tubuh?
congkel kedua matamu agar tak melihat istri
tetangga
tebang daun telinga dan satu mulutmu sebab
dialah muara singa
lalu potong alat kelaminmu sebagai pangkal
zina
dengan begitu, kau mungkin terjaga dari nafsu
dunia
BIODATA PENULIS
Nurillah Achmad. Alumni TMI Putri Al-Amien Prenduan.
Saat ini, bertempat tinggal di Jember, Jawa Timur

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Syaif Zhibond

Tak Perlu Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Apacapa

Self-Validate: Cara Ampuh Menjaga Kewarasan

Apresiasi Kampung Langai

Jingle Festival Kampung Langai

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Joe dan Dua Orang Gila

Cerpen Rumadi

Cerpen – Batas yang Direbutkan

Ahmad Zaidi Apacapa Esai

Puthut Ea, Komunitas dan Hutang yang Dilunasi

Muhaimin Prosa Mini

Tahun Baru? Why Not?

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen: Malam yang Dingin, Pantai, dan Senja

Buku Muhammad Rizal Resensi Ulas

Resensi: Tentang Jalan Lurus dan Sungai yang Mengalir

Apacapa Irwant

Jomblo dan Motor Tunggangannya

Cerpen Depri Ajopan

Cerpen: Cerita Orang-orang Masjid

Mored Moret Vidi Ratnasari

Puisi: Lekas Pulih Bumiku dan Puisi Lainnya

Buku Muhamad Bintang Resensi Ulas

Resensi: Hikayat Kadiroen

Apacapa

Sudahkah Anda Konsisten?

Agus Hiplunudin Apacapa

Rahasia Hidup Bahagia Ala-Kaum Stoik

Apacapa Esai Faidul Irfani Politik

Milenial Cerdas, untuk Pilkada Berkualitas

Cerpen Eko Setyawan

Cerpen Pledoi Jagung

Puisi Raihan Robby

Puisi: Di Luar Rencana

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Ulas Buku : Renungan Tasawuf

Buku Thomas Utomo Ulas

Teka-Teki Tenis, Sosok Misterius, dan Cinta Berlarat