Begitulah Moh. Imron

Oleh : Yudik Wergiayanto
Jika ada seseorang di dunia yang hidupnya dihabiskan
dengan berkelana dari baper satu ke baper yang lain, dari kenangan satu ke
kenangan yang lain, dari mantan satu ke mantan yang lain, barangkali orang itu
adalah Moh. Imron; seorang lelaki yang menularkan virus ‘mudah baper’ pada
setiap orang yang dikenalnya. Tidak peduli yang sudah lama atau baru kenal,
semua akan mudah tertular sifat bapernya. Mungkin hal itu terjadi lantaran
saking terlalu masifnya Moh. Imron melempar kata-kata yang mengundang
kebaperan.
Nyaris di semua media sosial Moh. Imron tak pernah
lupa untuk tidak baper. Update status fesbuk, baper. Update status BBM, baper.
Update foto IG, juga baper. Lagi bincang-bincang bersama kawan pun diselingi
baper. Saya menduga apa mungkin ketika dia makan, minum, sampai cuci baju juga
baper? Semoga saja tidak. Kalau iya, bahaya. Bisa bisa dia malah nyanyi….
“Masak-masak sendiri, makan-makan sendiri, cuci baju
sendiri, tidur pun sendiri….”
Setiap kali melihat benda, tulisan atau apapun yang
tertangkap oleh pandangannya, maka dia dengan begitu saja melontarkan plesetan
dari apa yang dilihatnya tersebut.
Pernah, Moh. Imron, saya dan beberapa teman KPMS,
berkumpul di sebuah tempat tongkrongan bernama Omah Ketan. Ketika memasuki
bagian dalam cafe, ada sebuah gambar permainan ular tangga besar yang menempel
di dinding café. Kalian tahu apa yang langsung disampaikan Moh. Imron pada
saya?
“Ayo fotokan saya di gambar ular tangga itu. Nanti
saya upload pake caption ‘gimana kalo kita main rumah tangga’?”
Saya tak bisa untuk tidak tertawa mendengar
perkataannya itu.
Lalu, dalam suasana kehangatan kumpul-kumpul kami, dia
kembali nyeletuk lagi (entah yang keberapa kalinya), “Kamu tahu ketan itu apa?”
tanyanya. Saya menjawab, “Apa, mas?”. Lalu, dengan senyum khasnya dia berkata,
“Ketan. Kenangan Mantan.”
Saya cuma geleng-geleng kepala. Sungguh dia mampu
‘membaca’ hal sekitar yang oleh kami semua tidak mampu ‘terbaca’. Bahkan
terlintas di pikiran pun tidak.
Itu bukan kali pertama dia nyeletuk soal baper, mantan
dan kenangan. Sudah tak terhitung berapa kali dia melakukannya di sebelumnya.
Saya pun yakin Moh. Imron masih akan terus melakukan kebiasaannya itu.
Menularkan kebiasaannya tersebut pada semua orang. Sebab memang begitulah Moh.
Imron:
Hidupnya dihabiskan dengan berkelana dari baper satu
ke baper yang lain, dari kenangan satu ke kenangan yang lain, dari mantan satu
ke mantan yang lain.

Penulis


Comments

2 tanggapan untuk “Begitulah Moh. Imron”

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

  2. Kena hapus, kak.
    Ada deh.

Tinggalkan Balasan ke Tizar angga prawira Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa

Napas Nusantara Rythm dan Petualangan Musikal Ali Gardy

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Sudut Pandang Marketing Politik; 30 Persen Keterwakilan Perempuan Dalam Parlemen Antara Harapan dan Kenyataan di Pileg 2019

Apacapa covid 19 Regita Dwi Purnama Anggraini

Vaksin Covid-19 tiba di Indonesia, Disambut Penolakan dari Masyarakat dengan Alasan Ragu?

Ayis A. Nafis Puisi

Puisi: Hikayat Sebuah Maut

M Firdaus Rahmatullah Mored Moret Puisi

Gunung Ringgit dan Puisi Lainnya

Cerpen Imam Sofyan

Cerpen: Rentenir

M. Najibur Rohman Resensi

Resensi: Surat-surat Bukowski tentang Menulis

Buku Febrie G. Setiaputra Resensi Ulas

Resensi: Logika: Bukan Hanya untuk Orang Pintar

Puisi Wahyu Lebaran

Puisi: Kehilangan Karya Wahyu Lebaran

Alex Cerpen

Cerpen: Masalah Ketika Ingin Menjadi Dewasa

Puisi Uwan Urwan

Bersama Pariopo

Apacapa

Iduladha sebagai Perayaan Berbagi dan Menyelamatkan Sesama

Film/Series Moh. Imron Ulas

Ulas Film Me Before You: Hiduplah dengan Berani

Apacapa Muhammad Lutfi

Tiga Dekade Upaya Liverpool Melepas Jerat Kutukan

Apacapa Rully Efendi

Mas Rio-Mbak Ulfi; Calon Pemimpin Situbondo yang Anti Mainstream

Anwarfi Faris Al Faisal Puisi

Puisi-puisi Faris Al Faisal

Uncategorized

Menjadi Guru Super, Bukan Guru Baper

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Sepotong Surat Suara untuk Mantanku

Uncategorized

Memaknai Langgar Dalam Perspektif Sosiologi Agama

Agus Widiey Puisi

Puisi: Amsal Sunyi